Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dedi Saputra

JHT yang Dinilai Jahat

Kabar | Monday, 14 Feb 2022, 00:39 WIB
Ilustrasi: CNBC
Ilustrasi: CNBC

Munculnya permenaker nomor 2 tahun 2022 tentang tata cara pemanfaatan Jaminan Hari Tua (JHT) yang cukup menuai kontroversi. Isu tersebut setika langsung membuat sebagian masyarakat terbelalak dan naik pitam mendengarnya. Hal yang paling menjadi sorotan tentulah perihal pencairan saldo JHT yang baru bisa dicairkan ketika peserta BPJS ketenagakerjaan telah berusia 56 tahun yang dijadikan patokan usia pensiun seseorang.

Selama ini saldo BPJS ketenagakerjaan bisa dicairkan sebulan setelah seorang pekerja berhenti dari tempat mereka bekerja. Saldo BPJS ketenagakerjaan tersebut langsung bisa dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari, atau untuk modal usaha. Intinya dana tersebut bisa dinikmati sebelum peserta BPJS ketenagakerjaan tersebut masuk kategori tua/pensiun.

Jika permenaker racikan Ida Fauziah dan konco-konconya ini sah menjadi undang-undang, maka pupus sudah harapan para pekerja yang putus hubungan kerja untuk bisa menikmati manfaat JHT yang selama ini dianggap sebagai sumbu harapan menyambung hidup keluarga bagi sebagian masyarakat. Peserta BPJS ketenagakerjaan harus menambah sabar sampai usia 56 tahun untuk bisa menikmatinya. Padahal, kebutuhan akan materi (uang) seseorang itu bukanlah kebutuhan yang bisa dipatok kapan meskinya digunakan. Ia (uang) adalah kebutuhan yang insidentil penggunaannya, variatif substansinya.

Namun, Kementerian Ketenagakerjaan tidak mau tinggal diam mendengar bakal undang-undang racikan mereka dikuliti oleh masyarakat. "Tenang, kalau situ kena PHK sebelum usia pensiun, maka akan ada Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP)," kurang lebih begitulah mungkin narasi imajinya. Namun, pada kenyataannya pekerja yang resign (mengundurkan diri) dari sebuah perusahaan/instansi lebih banyak jumlahnya dari pada pekerja yang kena dampak PHK. Nasib pekerja yang mengundurkan diri juga perlu mendapat perhatian terkait kesejahteraannya selama masa tunggu untuk mendapatkan pekerjaan baru.

Kriteria yang mendapat JKP itu pun hanya berupa pesangon beberapa persen dan kanal informasi lowongan kerja; sebenarnya informasi lowongan kerja bukanlah sesuatu yang "waw" untuk dijadikan bahan tawaran.

Jika permenaker nomor 2 tahun 2022 ini diberlakukan, maka ada semacam pengikatan kontrak kerja tak tertulis agar seorang pekerja tidak mudah untuk mengundurkan diri dari sebuah perusahaan. Karena jika mereka mengundurkan diri maka tidak akan mendapat apa-apa. Klaim JKT harus menunggu lama, JKP tidak berlaku. Padahal pemilihan pekerjaan merupakan bentuk kebebasan setiap individu.

Tidak bisa kita pungkiri bahwa pasti ada niat baik dari Kemenaker untuk mengantisipasi orang-orang terlantar di hari tuanya. Model simpanan BPJS ketenagakerjaan yang mirip tabungan berjangka itu memang ada baiknya. Namun, yang perlu dikaji ulang adalah setidaknya ada beberapa persen dari saldo BPJS ketenagakerjaan itu yang bisa diklaim ketika peserta BPJS ketenagakerjaan putus hubungan kerja. Sementara itu, tetap ada JHT yang baru bisa diklaim ketika usia pensiun. Dengan demikian, masyarakat merasa tidak keberatan karena harus menunggu lama. Karena kebutuhan akan uang dari setiap orang memang tidak bisa diprediksi.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image