Jumat 11 Feb 2022 10:16 WIB

Guru Besar UIN Suka Sayangkan Narasi Islamofobia di Tengah Masyarakat

Menurutnya, narasi islamofobia tersebut tak lebih dari kepentingan politik.

Islamofobia (ilustrasi)
Foto: Bosh Fawstin
Islamofobia (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Islamofobia menjadi istilah yang cukup populer digunakan oleh kelompok-kelompok tertentu dalam beberapa waktu belakangan ini. Narasi ini selama ini sering digunakan untuk memfitnah pemerintah yang dituding sebagai aktor yang berusaha memecah belah umat Islam di Indonesia.

Guru Besar Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga (Suka) Yogyakarta, Prof Noorhaidi Hasan menyayangkan narasi islamofobia tersebut.  Ia menilai narasi islamofobia yang berkembang di tengah masyarakat belakangan ini tak lebih dari sebuah pertarungan kepentingan politik.

"Itu (islamofobia) menurut saya sudah pasti akan terjadi di negara Muslim manapun dan tidak terelakkan. Sejauh ini isu islamofobia sebenarnya hanya dijadikan framing oleh kelompok yang tidak suka dengan pemerintah," ujarnya di Yogyakarta, Kamis (10/2/2022).

Pakar di bidang politik Islam ini melanjutkan, dari hasil penelitian dan kajian yang pernah ia lakukan, isu islamofobia juga terjadi di Aljazair. Di sana terjadi saling tuding antar kelompok dan kepentingan terkait siapa yang islamofobia dan isu ini telah menjadi fenomena yang cukup lama.

"Jadi memang, Islamofobia itu bisa jadi framing yang dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok tertentu untuk menurunkan kepercayaan kepada pemerintah,” jelasnya.

Pria yang meraih gelar doktor dari Utrecht University ini menilai perlu adanya pendalaman lebih lanjut dari pemerintah dan lembaga terkait untuk mengidentifikasi kelompok-kelompok yang gencar melayangkan tudingan islamofobia di tubuh pemerintah.

"Kita harus melihat kelompok mana yang mengatakan islamofobia itu. Kalau berbicara kelompok radikal tentunya range-nya juga lebih luas siapa kelompok radikal itu," ujarnya.

Pasalnya, narasi dan tudingan islamofobia terhadap pemerintah ini jika dibiarkan dapat menimbulkan perpecahan dan kebingungan di tengah masyarakat. Sehingga perlu upaya untuk menjelaskan dan menjernihkan kericuhan tersebut.

"Kalau itu dibiarkan tentunya tidak baik, masyarakat bangsa ini akan menjadi terpecah belah. Pemerintah harus berupaya untuk menjelaskan dan menjernihkan permasalahan tersebut agar masyarakat yang awam itu menjadi paham," jelasnya

Menurutnya, jalan keluar yang efektif dan konkrit untuk keluar dari permasalahan narasi radikal yang memecah belah adalah dengan mengelola keragaman dan menyadarkan kepada tokoh dan masyarakat terkait esensi kehidupan bangsa Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika ini.

"Jalan keluarnya adalah bagaimana mengeloa keragaman, khususnya dalam konteks beragama yang ada di negara kita. Ini sangat krusial," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement