Ahad 06 Feb 2022 00:18 WIB

WHO Bahas Kolaborasi Penelitian Asal-usul Covid-19 dengan PM China

China diminta membuka lebih banyak data tentang Covid-19.

Rep: Lintar Satria/ Red: Friska Yolandha
 Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.
Foto: AP/Denis Balibouse/Reuters Pool
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.

REPUBLIKA.CO.ID, ZURICH -- Kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan sudah berbicara dengan Perdana Menteri China Li Keqiang mengenai kebutuhan untuk memperkuat kolaborasi dalam mencari tahu asal Covid-19. Isu kontroverisal yang merenggangkan hubungan Beijing dengan Barat.

Sebelumnya Tedros Adhanom Ghebreyesus menekan China untuk membuka lebih banyak data dan informasi mengenai asal-usul virus Covid-19.

Baca Juga

"Dengan senang hati bertemu dengan Perdana Menteri Li Keqiang, kami membahas Covid-19 dan kebutuhan upaya agresif dalam VaccinEquity tahun untuk memvaksin 70 persen semua populasi," kata Tedros di Twitter, Sabtu (5/2/2022).

VaccinEquity merupakan program WHO dalam mengkampanyekan akses terhadap vaksin yang adil di seluruh dunia. "Kami juga membahas kebutuhan untuk memperkuat kolaborasi dalam asal usul virus Covid-19, yang berakar pada sains dan bukti," tambah Tedros.

Tahun lalu WHO mendirikan Scientific Advisory Group on the Origins of Novel Pathogens (SAGO) yang mencari tahu asal usul Covid-19. dan meminta China memberikan data mentah untuk membantu setiap bentuk penyelidikan. China menolaknya dengan alasan peraturan privasi pasien.

China dengan konsisten membantah tuduhan virus Covid-19 bocor dari laboratorium khusus di Kota Wuhan. Tempat pertama kali Covid-19 terdeteksi pada akhir 2019 lalu.

China dan WHO menggelar penelitian gabungan yang hasilnya dipublikasikan tahun lalu tapi membuang teori Covid-19 berasal dari laboratorium. Penelitian itu mengatakan hipotesis yang paling mungkin virus menginfeksi manusia secara alami, kemungkinan melalui perdagangan satwa liar.

Pada akhir November lalu China mengungkapkan laporan intelijen AS yang mengatakan terdapat kemungkinan virus berasal dari laboratorium, tidak ilmiah dan tidak memiliki kredibilitas. 

 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement