DPR Tunggu Surpres Permintaan Pembahasan Ratifikasi Perjanjian Indonesia-Singapura

DPR tidak membahas ratifikasi dengan pertimbangan persoalan keamanan

Jumat , 28 Jan 2022, 19:30 WIB
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto (kiri) dan KSAL Laksamana TNI Yudo Margono (kanan) bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (27/1/2022). Dalam rapat kerja tersebut Menteri Pertahanan Prabowo menyampaikan bahwa perjanjian penyesuaian ruang udara flight information region (FIR) antara Indonesia dengan Singapura tidak merugikan namun munguntungkan negara.
Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto (kiri) dan KSAL Laksamana TNI Yudo Margono (kanan) bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (27/1/2022). Dalam rapat kerja tersebut Menteri Pertahanan Prabowo menyampaikan bahwa perjanjian penyesuaian ruang udara flight information region (FIR) antara Indonesia dengan Singapura tidak merugikan namun munguntungkan negara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia menyepakati sejumlah kesepakatan dengan Singapura. Salah satunya menyepakati perjanjian kerja sama pertahanan (defence cooperation agreement/DCA) dengan Singapura. Anggota Komisi I DPR, Muhammad Iqbal, mengatakan saat ini DPR masih menunggu surat dari Presiden (Surpres) mengenai permintaan pembahasan ratifikasi.

"Setelah surat diterima DPR, maka baru bisa dilakukan pembahasan ratifikasi," kata Iqbal kepada Republika, Jumat (28/1/2022).

Baca Juga

Dirinya menjelaskan, perjanjian ekstradisi Indonesia dan Singapura memang sudah pernah ditandatangani oleh kedua negara pada masa pemerintahan pak SBY. Akan tetapi DPR saat itu tidak membahas ratifikasi dengan pertimbangan persoalan keamanan dan pertahanan wilayah NKRI.

"Karena  pemerintah Singapura menginginkan perjanjian  ekstradisi satu paket dengan permintaan wilayah udara Indonesia untuk bisa dijadikan latihan pesawat udara, itulah mengapa ratifikasi tidak di bahas di parlemen," ujarnya.

Sementara itu terkait perjanjian ekstradisi dan beberapa kesepakatan lainnya yang baru disepakati, Iqbal melihat secara umum perjanjian tersebut menguntungkan kedua belah pihak. Adanya kesepakatan ekstradisi tersbut menutup ruang bagi para pelaku kejahatan baik itu kejahatan korupsi, terorisme dan lainnya untuk bersembunyi.

Iqbal menuturkan Fraksi PPP siap untuk melakukan pembahasan ratifikasi kesepakatan perjanjian antara Indonesia dan Singapura. "Dan nantinya di dalam pembahasan, kami akan lihat dan pelajari secara menyeluruh isi dari perjanjian kesepakatan antara pemerintah dan Singapura," tuturnya.

Anggota Komisi I DPR, Bobby Adhityo Rizaldi, juga  menanggapi soal ditekennya perjanjian kerjasama pertahanan (defence cooperation agreement/DCA) antara Indonesia dengan Singapura beberapa waktu lalu. Menurut Bobby, Komisi I DPR belum terima usulan untuk meratifikasi perjanjian tersebut.

"Kami belum dapat Info tentang hal itu dari pemerintah," kata Bobby kepada Republika, Jumat.

Tidak hanya perjanjian DCA, Komisi I juga belum terima usulan untuk meratifikasi persetujuan tentang penyesuaian batas wilayah informasi  penerbangan Indonesia-Singapura atau Flight Information Region (FIR) dan perjanjian ekstradisi. Sementara itu terkait diizinkannya Singapura untuk latihan militer di Indonesia, dirinya tidak mau berspekulasiterlalu jauh terkait hal tersebut.

"Kami tidak ingin berspekulasi karena progress soal DCA ini belum ada laporan dari pemerintah untuk diratifikasi, sedangkan soal izin latihan militer udara juga akan kami tanyakan, apakah itu mengganggu prinsip kedaulatan wilayah udara kita sesuai Pasal 5 UU 1/2009 dan pasal 1 konvensi Chicago 1944 yaitu utuh dan penuh," ujarnya.