Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image taufik sentana

Sajak Malam : Menembus Bukit Barisan

Sastra | Thursday, 20 Jan 2022, 18:13 WIB
Ilustrasi. Pixabay. Senja. Puisi Menembus Bukit Barisan. Retizen

Membelah Bukit Barisan

Kami berangkat malam malam, dengan mobil angkutan khusus malam.
Kami berjalan berjejer berombongan, menempuh jalur tak biasa, untuk mempercepat sampai di tujuan
(dari aceh utara lhokseumawe ke Aceh Barat, Meulaboh, pukul 10 malam).
Di antara celah malam yang hitam, mobil mobil itu bagai kelelawar yang terbang rendah.


Kami menembus anak bukit barisan, yang menjalar hingga ke Aceh Selatan.
Sedikitnya ada tiga bukit, dari Pidi Jaya ke pinggiran Aceh Barat.
Sedikitnya memakan waktu 7 jam.

 

Kami melewati beureunun, tangse, geumpang, bukit aneuk manyak, kaki bukit sungai mas dan desa tutut.
(masa Belanda hingga kini, masih ada warga yang mendulang emas di sebagian pinggirannya dan di sebagian desa tutut banyak lokasi tambang tradisional).

Konon sepanjang jalan ini dibangun pada akhir era konflik GAM-RI, 97-2003.
Namun lintasan ini telah ada sejak masa penyerangan Belanda di Aceh, pernah dilintasi pangeran Tiro dan Teuku Umar.
Jalan ini mulai dibuka kembali pasca tsunami sebagai jalur arternatif, karena jalur utama dirusak gelombang besar itu.



Tentu saja, semua keindahan bukit dan kultur-iklimnya tersembunyi oleh malam, malam yang tebal, berkabut, lembab dan dingin.



jalanan sempit dan tanpa lampu jalan, penumpang hanya percaya pada sopirnya, penumpang penumpang semua tidur.
(kebanyakan laki-laki) sesekali penumpang terbangun, karena terantuk kepala atau terkejut.

Mobil bisa oleng kapan saja, karena sebagian jalan berlubang, ditengahi curam dan tebing.
Sesaat kami berhenti untuk ibadah subuh di balai balai kecil di tepi bukit,
air gunung yang dingin seperti membasuh jiwa yang lelah seharian.


Keindahan pagi tampak bagai mawar yang mekar, di pebukitan aneuk manyak, sebelum turun ke sungai mas (kini sungai itu meluap dan keruh, sisa hujan bebeapa hari lalu.


Matahari yang terbit memancarkan sinar perak sempurna, sinaran itu bagai selendang di jemari bidadari, muncul di antara celah celah pepohonan hutan yang perawan.
Sesekali terdengar lintasan air di sela sela bukit, selepas itu, kabut kabut putih yang tebal seperti mengajak berlarian di atasnya.


Sekitar jam 8 kami telah menuruni bukit, melihat warga desa yang mulai beraktivitas, ke kebun, ke sekolah atau beberes di depan rumah.
Penumpang penumpang yang lelah menyimpan harapan baru saat tiba di rumah atau tiba di dada orang terkasih.

*****

NOTE: pernah tayang di Blog K
segala puji Bagi Allah yang menundukkan perjalanan ini bagi kami.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image