Jumat 21 Jan 2022 00:17 WIB

Tidur yang Dinilai sebagai Ibadah

Tidur bisa bernilai sebagai ibadah.

Rep: Uma4/ Red: Muhammad Hafil
Tidur yang Dinilai sebagai Ibadah. Foto:  Tidur Rasulullah SAW (ilustrasi)
Foto: republika
Tidur yang Dinilai sebagai Ibadah. Foto: Tidur Rasulullah SAW (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ibadah dalam Islam memiliki cakupan yang luas dan meliputi seluruh aktivitas seorang hamba. Bahkan tidur pun dapat dinilai sebagai suatu ibadah sehingga diganjar pahala oleh Allah SWT.

Rasulullah SAW bersabda, "Orang yang sudah berniat sholat malam, tetapi kemudian ia tertidur, Allah tetap memberinya ganjaran pahala atas sholat (yang telah diniatkannya itu). Tidurnya dinilai sebagai sedekah untuk dirinya.” (HR Malik, Abu Dawud, dan An-Nasa'I)

Ulama Mesir, Syekh Muhammad Abu Bakar menjelaskan, hadits tersebut menunjukkan bahwa seorang Muslim tidak perlu bersedih ketika ibadah yang diniatkannya untuk dikerjakan pada malam hari, lalu ia tertidur. Sebab, rahmat Allah SWT sungguh sangat luas dan karunia-Nya juga begitu besar.

"Setiap ibadah yang hendak dikerjakan pada malam hari, misalnya sholat, berdzikir, bertaubat, lalu ia tertidur, maka itu tetap dihitung sebagai pahala dan tidur tersebut menjadi sedekah dan rahmat dari Allah untukmu," kata dia sebagaimana dilansir laman Elbalad, Kamis (20/1).

Sementara itu, Guru Besar Syariah Universitas Al-Azhar Syekh Dr Mabruk Attiya, juga memaparkan, tidur menjadi ibadah ketika orang yang tidur itu berniat istirahat karena Allah SWT.

Syekh Attiya juga mengutip perkataan sahabat Rasulullah SAW, Muadz bin Jabal. Dalam riwayat Bukhari dan Muslim, Muadz berkata, "Aku tidur dan sholat malam. Dan aku berharap pahala dari tidurku sebagaimana pahala yang aku harapkan dari shalat malamku." (HR Bukhari dan Muslim)

Karena itu, tentu terdapat perbedaan besar antara tidur yang biasa dan tidur yang dinilai sebagai ibadah. Tidur yang dinilai sebagai ibadah adalah tidur yang diniatkan untuk bangun untuk melaksanakan ibadah di malam hari.

Tidur yang dihitung sebagai pahala juga adalah tidur yang dengan tidur tersebut seorang hamba bisa lebih meningkatkan kedekatannya kepada Allah SWT dengan memperbanyak amal kebaikan setelah bangun dari tidurnya.

Sedangkan tidur yang tidak bernilai meski yang melakukannya sedang berpuasa, yakni ketika ia tidur sampai waktu Maghrib tiba. Tidur inilah yang sama saja dengan menyia-nyiakan waktunya dengan aktivitas yang tidak bermanfaat.

Justru perbuatan tersebut jauh dari makna puasa itu sendiri dan ini tidak dibenarkan. Tidurnya orang puasa juga menjadi tercela ketika ia lebih suka tidur dibandingkan mengerjakan berbagai amal kebaikan.

Allah SWT berfirman, "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu di waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan." (QS Ar-Rum ayat 23)

Sumber:

 https://www.elbalad.news/5131727

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement