Hyper-realitas
Eduaksi | Wednesday, 19 Jan 2022, 19:42 WIBNafian, si bungsu, tetiba menunjuk ke arah tv, sebuah adegan drama Crash Landing On You, dengan polosnya ia memanggil Yoon Se-Ri, “Mamaak..!” Ya Tuhan, apakah dia mengira bapaknya secakep Hyun Bin di film itu?
Boleh jadi di dunia kecilnya ia tak luput dari asumsi bahwa perempuan tercantik sedunia adalah mamaknya. Sehingga siapapun perempuan cantik, pasti mamak.
Saya menggelengkan kepala, anak bungsu ini bisa jadi sedang terjangkit syndrom yang bernama hyper-realitas.
Istilah ini akrab di dunia filsafat posmodern, kaitannya dengan disrupsi informasi di tengah perkembangan IT. Ketika manusia, sulit membedakan antara fantasi dan nyata, semu dan asli.
Saya menerka syndrom ini tidak hanya pada anak saya yg belum genap 3 tahun. Orang-orang dewasa juga kerap terperangkap pada asumsi yang sulit membedakan antara yang nyata atau fantasi.
Perwujudan kita di medsos, sadar atau tidak, seringkali ditampilkan dengan simbol-simbol yang kadang tak sesuai realitas.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.