Selasa 18 Jan 2022 16:13 WIB

Seorang Anak di Tasikmalaya Meninggal Usai Divaksin, Ini Penyebabnya

Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya memastikan, meninggalnya anak bukan karena vaksin.

Rep: Bayu Adji P / Red: Agus Yulianto
epala Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, Uus Supangat, saat diwawancara di kantornya, Rabu (4/3).
Foto: Republika/Bayu Adji P
epala Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, Uus Supangat, saat diwawancara di kantornya, Rabu (4/3).

REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Seorang anak beinisial DMZ (10 tahun) dilaporkan meninggal dunia pada Senin (17/1/2022). Sebelum meninggal dunia, anak itu diketahui menjalani vaksinasi Covid-19 di SDN Kersamenak, Kecamatan Purbaratu, Kota Tasikmalaya, pada Sabtu (15/1/2022).

Kepala Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, Uus Supangat, membenarkan adanya kasus meninggalnya anak dua hari usai menjalani vaksinasi. Namun, Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya memastikan, penyebab meninggalnya anak itu bukan karena vaksin, melainkan karena penyakit lain.

"Betul memang ada yang meninggal habis usai divaksin beberapa hari sebelumnya," kata dia saat dikonfirmasi Republika.co.id, Selasa (18/1/2022).

Dia menjelaskan, anak itu menjalani vaksinasi pada Sabtu siang. Namun, pada malam harinya, anak itu mulai merasakan demam. Pihak keluarga kemudian membawa anak itu ke puskesmas pada Ahad (16/1/2022). Usai menjalani pemeriksaan di puskesmas, anak itu dirujuk ke RSUD dr Soekardjo.

Menurut Uus, ketika sampai di RSUD dr Soekardjo, kondisi anak sudah mengalami penurunan kesadaran. Tim medis yang mengetahui informasi pasien mengalami gejala usai vaksinasi, langsung melakukan penanganan terkait kejadian ikutan pasca-imuninasi (KIPI).

"Kami lakukan seluruh standar pemeriksaan. Ternyata hasil laboratorium itu NS1-nya positif. Ada juga kegagalan lever akut," ujar dia.

Dari hasil itu, Uus menilai, kemungkinan besar fatalitas yang terjadi kepada pasien tersebut diakibatkan oleh demam berdarah dengue (DBD). Namun karena anak habis menjalani vaksinasi, peristiwa itu disebut ko-insiden KIPI. Artinya, kondisi anak itu mengalami penurunan kesadaran usai vaksinasi tak bisa diabaikan.

Namun, berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium, terdapat penyakit yang mendasari fatalitas tersebut, yaitu DBD. "Karena terjadi demam tinggi dan NS1 positif. Jangan sampai ini ada pemahaman gara-gara vaksin. Karena hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium itu sudah spesifik karena DBD," kata dia.

Uus menegaskan, penyebab kematian anak itu kemungkinan terbesar adalah karena DBD. Sederhananya, kata dia, kalaupun anak tersebut tidak dilaksanakan vaksinasi, yang bersangkutan sudah terkena DBD."Kemungkinan saat vaksinasi itu sedang masa inkubasi, jadi tak merasakan demam dan tak terdeteksi," ujar dia.

Sementara itu, keluarga korban menilai, anak tersebut menjalani vaksinasi dalam kondisi sehat. Bahkan, korban enggan diantar oleh orang tuanya ketika berangkat ke sekolah. DMZ memilih untuk pergi ke sekolah dengan angkutan umum bersama teman-temannya.

"Sebelum divaksin korban sangat sehat dan tak menunjukkan gejala sakit apa pun," kata Jajang Suhendar (50), paman korban, Selasa.

Usai menjalani vaksinasi di sekolah, Jajang menilai, korban masih dalam keadaan baik-baik saja. Bahkan, anak itu sempat bermain bersama temannya. Namun, pada sore hari, korban mulai terlihat lemas. Korban juga sempat kejang-kejang setelah mandi sore.

Pihak keluarga kemudian berinisiatif membawa korban ke puskesmas. Usai diperiksa di puskesmas, korban dirujuk ke RSUD dr Soekardjo Kota Tasikmalaya sampai akhirnya meninggal dunia pada Senin.

Jajang mengatakan, keluarga telah ikhlas dengan kematian DMZ. Pihak keluarga menerima peristiwa itu sebagai takdir. "Pihak keluarga tak mau memperpanjang kejadian ini, meski kami merasakan duka yang mendalam," ujar dia.

Uus mengatakan, hingga saat ini belum ditemukan kasus KIPI murni pada anak usai menjalani vaksinasi Covid-19, yang berujung fatalitas. Kejadian kematian anak usai vaksinasi tersebut karena ko-insiden.

"Untuk yang murni KIPI berujung fatal belum ada. Baru kejadian ko-insiden ini. Sebelumnya belum ada yang dengan keluhan berat, hanya ada yang sampai di puskesmas, tapi tak sampai dirawat," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement