Senin 17 Jan 2022 15:44 WIB

Pakar Sebut e-KTP Digital Belum Mendesak

Kebijakan publik seharusnya berbasis penelitian yang diperkuat oleh fakta.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Muhammad Fakhruddin
Pakar Sebut e-KTP Digital Belum Mendesak (ilustrasi).
Foto: Republika/Prayogi
Pakar Sebut e-KTP Digital Belum Mendesak (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA -- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencetuskan ide pembaharuan e-KTP menjadi e-KTP digital. Direktur Jenderal (Dirjen) Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Zudan Arif Fakrullah bahkan mengaku, sejak 2021 pihaknya telah melakukan uji coba e-KTP digital di 58 kabupaten/ kota.

Pakar Kebijakan Publik Universitas Airlangga (UNAIR) Gitadi Tegas Supramudyo menyampaikan, kebijakan tersebut merupakan inovasi yang bagus, sebab mengikuti perkembangan zaman. Namun, menurutnya hingga saat ini belum ada kondisi mendesak yang mendorong pembaharuan e-KTP menjadi e-KTP digital. Menurutnya, Dukcapil perlu membenahi data-data komprehensif terlebih dahulu sebelum menerapkan kebijakan tersebut.

Baca Juga

“Kebijakan ini mungkin 10 tahun ke depan akan menjadi sebuah kebutuhan. Namun, penerapan kebijakan ini perlu ditunda jika tidak berbasis penelitian. Kebijakan publik seharusnya berbasis penelitian yang diperkuat oleh fakta. Uji coba di beberapa daerah tersebut perlu ditambah dengan penelitian yang meluas melibatkan lembaga pemberdayaan masyarakat,” kata Gitadi, Senin (17/1).

Menurutnya, dengan melibatkan lembaga pemberdayaan masyarakat, pemerintah akan lebih mengetahui dan mendengar aspirasi masyarakat tentang fitur-fitur yang diharapkan. Sehingga, kebijakan tersebut tidak membebani masyarakat. Ia juga menyampaikan, Kemendagri perlu melakukan pendataan terkait dengan wilayah-wilayah yang masih sulit akan sinyal dan minim pengetahuan akan smartphone.

 

Selain itu, kata dia, perlu juga pendataan pengguna smartphone di masing-masing wilayah. Perlakuan pada 58 daerah perlu mempertimbangkan keterwakilannya, jangan hanya pada titik yang bagus akan sinyal saja. Menurutnya, kerja sama antara stakeholder yang bertanggung jawab dalam digitalisasi juga harus dilakukan.

"Dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kominfo), provider-provider, dan juga pemerintah daerah,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan adanya trauma di kalangan masyarakat terkait korupsi pada program e-KTP terdahulu. Trauma tersebut membuat pemerintah harus menerapkan transparansi terkait anggaran, target, dan fitur-fitur yang akan terintegrasi pada e-KTP digital. Sehingga masyarakat akan menaruh rasa percaya dan tidak merasa terbebani pada kebijakan tersebut, sebab telah memiliki kajian dan anggaran yang jelas.

“Pemberlakuan secara bertahap hendaknya direncanakan secara jelas dan terukur kinerjanya. Jika targetnya belum jelas, maka masa transisi akan panjang. Akan ada e-KTP dan e-KTP digital yang beredar di masyarakat, cenderung tidak efektif. Sehingga perlu dikaji lebih mendalam terkait hal ini,” kata dia.

Gitadi mengatakan, kehati-hatian dalam penerapan e-KTP digital ini sangat penting. Hal ini dikarenakan KTP berlaku seumur hidup. Jika smartphone hilang, maka KTP juga hilang. Hal tersebut tentu akan sangat beresiko. Gitadi menuturkan, saat ini NIK dan nomor KK sudah sangat cukup untuk segala urusan.

“Uji coba ini silakan dilakukan, tetapi perlu diikuti dengan penelitian. Kemanfaatan dari e-KTP digital ini harus lebih unggul dari kerugiannya. Jika uji coba ini gagal, perlu keberanian untuk membatalkan kebijakan. Pemerintah juga perlu terbuka sejak awal, tentang target capain, anggaran, dan fitur yang terintegrasi,” kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement