Senin 10 Jan 2022 17:28 WIB

Kazakhstan Tahan 7.939 Orang Selama Gelombang Unjuk Rasa

Ketua Komite Keamanan Nasional Karim Masimov ditahan atas tuduhan pengkhianatan.

Rep: Lintar Satria/Jaramaya/ Red: Teguh Firmansyah
Petugas polisi anti huru hara menyiapkan senjata mereka ketika mereka mencoba untuk menghentikan demonstran selama protes di Almaty, Kazakhstan, Rabu, 5 Januari 2022.
Foto: AP/Vladimir Tretyakov
Petugas polisi anti huru hara menyiapkan senjata mereka ketika mereka mencoba untuk menghentikan demonstran selama protes di Almaty, Kazakhstan, Rabu, 5 Januari 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, NUR-SULTAN -- Kementerian Dalam Negeri Kazakhstan mengatakan pasukan keamanan negara itu menangkap 7.939 orang selama kerusuhan terburuk dalam 30 tahun sejarah negara Asia Tengah tersebut, Senin (10/1/2022). Gedung-gedung diduduki atau dibakar saat demonstrasi.

Unjuk rasa damai untuk memprotes naiknya harga bakar pada pekan lalu itu berubah menjadi kerusuhan. Pihak berwenang yakin kekerasan didorong "teroris" dan "ekstremis" yang beberapa di antaranya merupakan warga negara asing.

Baca Juga

Pekan lalu mantan ketua Komite Keamanan Nasional Karim Masimov ditahan atas tuduhan pengkhianatan. Penangkapannya dilakukan beberapa hari setelah Presiden Kassym-Jomart Tokayev memecatnya.

Tokayev juga merombak kabinetnya, mengeluarkan perintah tembak di tempat untuk mengakhiri kerusuhan dan mendeklarasikan masa darurat di negara kaya minyak yang dihuni 19 juta orang itu. Ia juga meminta aliansi yang dipimpin Rusia untuk mengirimkan pasukan.

Pemerintah Tokayev mengatakan pasukan aliansi bekas negara-negara Uni Soviet itu dikerahkan untuk menjaga objek-objek strategis. Media pemerintah dan Rusia mengutip unggahan pemerintah Kazakhstan di media sosial yang melaporkan 164 orang tewas terbunuh selama unjuk rasa.

Namun pihak berwenang kepolisian dan kesehatan tidak mengkonfirmasi angka tersebut. Unggahan di media sosial itu kemudian dihapus. "Saya pikir terdapat semacam konspirasi yang melibatkan pasukan destruktif asing dan domestik tertentu," kata Menteri Luar Negeri Yerlan Karin di stasiun televisi nasional tanpa menyebutkan nama tersangkanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement