Senin 10 Jan 2022 17:04 WIB

Masalah Sampah Plastik dan Solusi Daur Ulang dengan Nilai Keekonomian

Tercecernya sampah plastik cup ke lingkungan bebas lebih karena manajemen sampah.

Relawan muda melakukan bersih pantai di Desa Lamteungoh, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, Kamis (28/10/2021). Sebagian besar sampah plastik yang hanyut dari perkotaan di Indonesia berakhir di daerah pesisir setelah mencapai laut lepas.
Foto: EPA-EFE/HOTLI SIMANJUNTAK
Relawan muda melakukan bersih pantai di Desa Lamteungoh, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, Kamis (28/10/2021). Sebagian besar sampah plastik yang hanyut dari perkotaan di Indonesia berakhir di daerah pesisir setelah mencapai laut lepas.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tingkat konsumsi air minum kemasan gelas (cup) terus menanjak sejak diperkenalkan pertama kali oleh Aqua di Indonesia pada 1985. Hingga kini, tercatat ada ribuan merek air minum kemasan gelas yang beredar di seluruh Indonesia. Tapi bagaimana dengan sampahnya?

Di banyak daerah, sampah gelas plastik tak ubahnya hantu yang menakutkan. Di Bali, menurut lembaga nirlaba lingkungan Sungai Watch, gelas plastik merupakan salah satu polusi plastik paling buruk. "Gelas sekali pakai terbuat dari plastik Polypropylene atau "PP" dalam istilah daur ulang, penutupnya dari jenis plastik yang lain dan kerap disertai dengan sedotan plastik," kata Gary Bencheghib dari Sungai Watch dalam sebuah laporan audit polusi plastik di perairan sungai di Bali, belum lama ini.

Baca Juga

Kalangan pemerhati lingkungan sudah lama menyuarakan keprihatinan atas pencemaran gelas plastik. Pemicunya adalah kematian tragis seekor ikan paus sperm (Physeter macrosepalus) di perairan Wakatobi, Sulawesi Tengah pada 2018. Ikan sepanjang hampir 10 meter itu mati terdampar dengan perut berisi enam kilogram plastik, termasuk 115 buah sampah plastik kemasan air minum gelas.

Sebenarnya, bila berkaca pada riset anyar lingkungan lembaga berbasis Jakarta, Sustainable Waste Indonesia, persentase daur ulang sampah gelas plastik, termasuk sedotannya, relatif tinggi. Riset SWI di seputaran Jakarta pada Agustus 2021 misalnya, menunjukkan daur ulang kemasan gelas AMDK mencapai 81 persen, mengalahkan daur ulang kemasan botol AMDK berbahan Polyethylene terephthalate (PET) yang mencapai 74 persen.

Daur ulang gelas AMDK, masih menurut SWI, hanya kalah oleh daur ulang galon PET yang mencapai 93 persen. Ketua Umum Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia, Christine Halim, mengkonfirmasi temuan itu. Menurut dia, nilai keekonomian daur ulang sampah cup terbilang baik. "Sampah plastik PP yang sudah digiling sekarang ini harganya sekitar Rp 14 ribu per kilogram, kalau gilingan botol PET hanya kisaran Rp 10-11 ribu," katanya.

Menurut Christine, permasalahan sampah gelas cup ada pada selubung plastik penutupnya, yang sulit dikelupas dari bibir gelas berbahan plastik PP. Adapun soal ukuran gelas yang relatif kecil, juga sedotannya yang terbuat dari plastik PP dan plastik pembungkus sedotan, semuanya bisa didaurulang.

"Pemulung sudah tahu ada nilai ekonominya," kata Christine. Bagi dia, perkara tercecernya banyak sampah plastik cup ke lingkungan bebas lebih karena manajemen sampah yang belum memadai di Indonesia. "Semuanya lebih kembali ke soal manajemen pengumpulan sampah di level nasional," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement