Senin 10 Jan 2022 10:11 WIB

Fraksi PDIP DPRD DKI Protes UMP DKI 2022, Tapi Setuju Kenaikan Tunjangan

Gaji dan tunjangan DPRD DKI 2022 ditetapkan Rp 177 miliar atau naik Rp 26 miliar.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Erik Purnama Putra
Ketua DPRD DKI Jakarta yang juga politikus PDIP, Prasetyo Edi Marsudi.
Foto: ANTARA/M RISYAL HIDAYAT
Ketua DPRD DKI Jakarta yang juga politikus PDIP, Prasetyo Edi Marsudi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Publik digegerkan dengan kenaikan tunjangan anggota DPRD DKI Jakarta. Dipimpin Ketua DPRD DKI yang juga kader PDIP Prasetyo Edi Marsudi, kenaikan tunjangan mencapai puluhan miliar tersebut terkesan dilakukan diam-diam. Demi kepentingan sendiri, mereka bisa-bisanya menaikkan anggaran gaji dan tunjangan.

Padahal, Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta adalah pihak yang paling keras menentang keputusan Gubernur Anies Rasyid Baswedan ketika menaikkan upah minimum provinsi (UMP) DKI 2022. Anies menaikkan UMP DKI 2022 sebesar 225 ribu atau 5,1 persen dari Rp 4.416.186 menjadi Rp 4.641.854. Anies merevisi keputusan UMP sebelumnya yang mengacu Undang-Undang Cipta Kerja yang hanya naik Rp 37.749 atau 0,85 persen.

Baca Juga

Menurut Anies, kenaikan itu sangat jauh dari kata layak. Sehingga, ia mengirim surat ke Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziah untuk meninjau formula penghitungan UMP yang baru. Dia merasa ada ketidakadilan dalam penetapan UMP DKI 2022.

"Kami mengusulkan dan mengharapkan kepada Ibu Menteri untuk dapat meninjau kembali formula penetapan UMPsebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan," demikian keterangan Anies melalui surat kepada Menaker yang salinannya diterima wartawan di Jakarta, Senin (29/11).

Keputusan itu sontak dikecam Fraksi PDIP DPRD DKI. Menurut Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI, Gembong Warsono, keputusan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI menaikkan UMP dari 0,85 persen menjadi 5,1 persen harus memiliki dasar yang kuat. Dia mengingatkan, Pemprov DKI jangan membuat perubahan sepihak.

"Saya kemarin itu telepon Dinas Tenaga Kerja (Andri Yansyah), malah akan ada revisi lagi. Jadi tidak ada kepastian hukum. Jadi saya pikir Anies ini mau menciptakan kegaduhan terhadap rakyatnya," kata Gembong di Jakarta, Selasa (21/12).

Dia menyebut, langkah Anies menaikkan UMP Sepiahk berpotensi menciptakan suasana tidak kondusif antara pengusaha dan buruh. Meskipun begitu, sambung dia, para pengusaha pasti bisa mengikuti revisi dari perubahan UMP 2022. "Tapi bagaimana dengan pengusaha yang tidak mampu? Kan dasar pergub ini kan buat semua tenaga kerja," tuturnya.

Gembong pun menuding Anies telah menciptakaan kegaduhan. Dia menyarankan agar mereka yang kecewa, seperti Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) untuk datang langsung ke PTUN menggugat keputusan Anies. "Jadi kepercayaan buruh ke pengusaha tidak kondusif lagi. Jadi nanti kami Komisi B bakal panggil lagi untuk tanya dasar revisinya," ucap Gembong.

Sekretaris Komisi B DPRD DKI Jakarta, Pandapotan Sinaga, menyatakan, pihaknya tidak pernah menghalangi kenaikan UMP DKI Jakarta dari 0,85 persen menjadi 5,1 persen. Padahal, hal itu tidak sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021.

Meski begitu, ia mempertanyakan langkah Anies menaikkan UMP tanpa disertai kajian mencukupi. Dia juga mempertanyakan Kepala Disnakertrans dan Energi DKI Andri Yansyah soal kajian kenaikan UMP sampai enam kali lipat itu. "Udah ada nggak kajian untuk penentuan ini, nggak ada kajian kan dari Pak Andri (Kadisnaker DKI) sama sekali?” kata politikus PDIP itu saat mencecar Kadisnaker DKI di rapat Komisi B DPRD DKI.

Keputusan Anies terkait UMP ini dipersoalkan beberapa politisi. Komisi B DPRD DKI Jakarta mendalami dasar revisi kenaikan UMP DKI Jakarta 2022 dari 0,8 persen menjadi 5,1 persen dengan meminta pemaparan dari Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi (Disnakertransgi).

Koordinator Komisi B DPRD DKI, Prasetyo Edi Marsudi menyebut, penjelasan Disnakertrans DKI terkait kenaikan UMP DKI 2022 sangat diperlukan. Hal itu mengingat berdasarkan PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, mengamanatkan rata-rata kenaikan UMP hanya sebesar 1,09 persen. "Jadi kami minta Pak Andri Yansyah memberikan penjelasan sejelas-jelasnya dengan rasional terkait kenaikan UMP ini," kata politikus PDIP itu di gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (27/12).

Menurut Prasetyo, penjelasan dari Disnakertrans atau Pemprov DKI sangat diperlukan. Hal itu lantaran masih banyak pengusaha yang belum stabil keuangannya atau sedang berjuang pemulihan pascapandemi Covid-19. Sehingga kenaikan UMP DKI 2022 sangat memberatkan pengusaha.

"Karena efeknya ini sampai ke pedagang warteg dan usaha-usaha kecil. Saya kasihan kepada buruh juga, tetapi sekarang kita juga harus sadar, kita baru menghadapi pandemi yang sangat luar biasa. Nah kita harus berikan yang rasional. Saya minta dasarnya apa kebijakan ini," kata Prasetyo.

Sementara itu, pada saat Fraksi PDIP DPRD DKI menolak kenaikan UMP DKI 2022, merek malah diam saja ketika gaji dan tunjangan untuk dewan dinakkan. Dalam rincian Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS) 2022, anggota dewan masing-masing mendapat gaji sekitar Rp 139 juta.

Jika dirinci, belanja gaji dan tunjangan DPRD DKI 2022 ditetapkan Rp 177,37 miliar atau naik Rp 26,42 miliar dibandingkan tahun lalu, sebesar Rp 150,94 miliar. Anggaran yang naik signifikan adalah item belanja tunjangan perumahan senilai Rp 102,36 miliar. Jumlah tersebut, melonjak Rp 25,44 miliar dibandingkan pada 2021 Rp 76,92 miliar.

Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi menegaskan, tidak ada kenaikan gaji untuk anggota dewan. Menurut dia, yang naik hanya tunjangan saja, yang tujuannya membantu program Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. "Program pemerintah tuh lebih besar, eksekutif (tunjangannya) lebih besar dari kita. Jadi gak ada (kenaikan)," jelas Prasetyo saat ditemui awak media di Kanal Banjir Timur, Jakarta Timur, Ahad (9/1).

Disinggung pertimbangan kenaikan tunjangan dewan yang sangat besar, Prasetyo menegaskan, jika pandemi Covid-19 membuatnya tidak bisa bergerak leluasa ke mana pun. Hal itu berbeda dengan Pemprov DKI yang memiliki tunjangan lebih besar sehingga mudah memberikan pelayanan kepada masyarakat.

"Eksekutif, dia bisa istilahnya ke tengah masyarakat dengan gagahnya, (tunjangan DPRD) kita paling kecil di antara eksekutif gitu lho. (Jadi) dinaikan sedikit untuk kita juga ke masyarakat, membantu masyarakat," Prasetyo.

Dia membandingkan tunjangan legislatif yang lebih tinggi dari Gubernur Anies, tanpa merinci besarannya. Kendati demikian, menurut Prasetyo, dana operasional Gubernur DKI mencapai Rp 56 miliar per tahun, yang itu sangat jauh di atas dewan. "Beda dengan kita, cuman Rp 18 juta," ucap Prasetyo tanpa menjelaskan lebih jauh angka tersebut.

Dia juga beralibi, kenaikan anggaran gaji dan tunjangan anggota dewan sangat layak. Apalagi, kenaikan itu sudah mendapat evaluasi dan saran dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). "Tapi uangnya sekali lagi bukan buat kita lho, buat masyarakat di pihak ketiga, bukan kita (dewan) lho sekali lagi ya," kata Prasetyo.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement