Selasa 04 Jan 2022 18:04 WIB

DPD Minta Penghapusan Premium dan Pertalite Sesuai Kondisi Udara Daerah

Pemerintah tidak bisa menghapus dua jenis BBM kelas menengah ke bawah secara merata.

Rep: rizky suryarandika/ Red: Hiru Muhammad
Pengendara motor mengisi BBM jenis Pertalite di sebuah SPBU Pertamina di Jakarta, Jumat (24/12/2021). Pemerintah berencana menghapus BBM RON 88 Premium dan RON 90 Pertalite sebagai upaya mendorong penggunaan BBM yang lebih ramah lingkungan.
Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Pengendara motor mengisi BBM jenis Pertalite di sebuah SPBU Pertamina di Jakarta, Jumat (24/12/2021). Pemerintah berencana menghapus BBM RON 88 Premium dan RON 90 Pertalite sebagai upaya mendorong penggunaan BBM yang lebih ramah lingkungan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) Sultan B Najamudin mendukung penghapusan premium dan pertalite dalam rangka mendorong konsumsi BBM ramah lingkungan. Namun ia menyarankan penentuan lokasi penghapusan premium dan pertalite disesuaikan kondisi udara di daerah tersebut.                               

Sultan mendorong semangat menjaga kualitas lingkungan hidup dengan menekan penggunaan bahan bakar minyak harus mempertimbangkan kondisi ekonomi nasional. Ia mengamati masyarakat sedang dalam periode pemulihan ekonomi nasional.

Baca Juga

"Mewujudkan kualitas udara yang bersih dan sehat tentu sangat kita harapkan, namun Pemerintah tidak bisa memberlakukan kebijakan penghapusan dua jenis BBM idola kelas menengah-bawah ini secara merata. Karena terdapat banyak faktor yang menyebabkan kualitas udara suatu daerah khususnya di kawasan perkotaan," kata Sultan melalui keterangan resminya pada Selasa (28/12).

Sultan mengusulkan jika orientasinya adalah meningkatkan kualitas udara, maka penghapusan BBM jenis premium dan Pertalite harus harus didasarkan pada AQ Index di suatu daerah. Ia mengingatkan indeks kualitas udara (Air Quality Index/AQI) berbeda-beda di setiap daerah tergantung jumlah kepadatan kendaraan dan industri. 

"Buatkan saja aturan lintas kementerian baik KLHK dan Kemenkeu yang menetapkan batas-batas atau standar AQI di semua daerah untuk diberlakukan ada tidaknya BBM jenis premium dan Pertalite," ujar Sultan.

Dengan demikian, lanjut Sultan, Pemerintah daerah akan berlomba-lomba memastikan AQI daerahnya berada di bawah batas atas yang ditetapkan. Karena itu akan berkonsekuensi pada keberadaan jenis BBM yang murah."Kebijakan ini akan terasa lebih adil dan Proporsional. Apalagi situasi ekonomi masyarakat belum benar-benar pulih di tengah pandemi. Jangan sampai masyarakat daerah dan desa harus menanggung beban ekonomi yang diakibatkan oleh penduduk di kawasan kota penghasil emisi atau polusi udara," ucap Sultan.

Oleh karena itu, Sultan meminta pemerintah mempertimbangkan resiko ekonomi nasional yang ditopang oleh pola konsumsi masyarakat. Sebab BBM menjadi faktor yang sangat menentukan bagi gejolak inflasi dan daya beli masyarakat hingga efek dominonya sangat luas.

"Kami sangat menyadari bahwa kondisi fiskal kita sedang tidak baik-baik saja, tapi jangan rakyat kecil yang dikorbankan. Artinya, subsidi BBM masih dibutuhkan untuk saat ini. Pemerintah hanya perlu merapikan data penerima BBM bersubsidi," tutur Sultan.

Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) bersiap menghapus bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan pertalite mulai 2022.  Saat ini, BBM yang dinilai ramah lingkungan, yakni BBM dengan nilai oktan atau Research Octane Number (RON) di atas 91.

Adapun premium dan pertalite memiliki RON masing-masing 88 dan 90. Sedangkan BBM ber-oktan lebih dari 91 yaitu pertamax (92) dan pertamax plus (95) serta pertamax turbo (98). 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement