Selasa 21 Dec 2021 17:34 WIB

Memulihkan Trauma Korban Pelecehan Seksual

Pelecehan seksual pasti meninggalkan trauma yang mendalam bagi korban.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Nora Azizah
Pelecehan seksual pasti meninggalkan trauma yang mendalam bagi korban (Foto: ilustrasi)
Foto: www.pixabay.com
Pelecehan seksual pasti meninggalkan trauma yang mendalam bagi korban (Foto: ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Psikolog Universitas Airlangga (Unair) Margaretha Rehulina mengatakan, pelecehan seksual selalu meninggalkan trauma yang mendalam bagi korban maupun bagi orang-orang terdekat korban. Namun demikian, terkadang orang-orang terdekat menglami kebingungan terkait apa yang harus dilakukan ketika ada kerabat, sahabat, atau bahkan keluarga yang mengalami peritiwa tersebut.

Bahkan tak jarang, kejadian keji tersebut menimbulkan keinginan membalas dendam dan marah. Apalagi, sebagian besar pelaku kejahatan seksual adalah orang yang dikenal korban. Bisa guru, keluarga, bahkan orang tua sendiri. Hal itu, ungkapnya, yang membuat korban maupun keluarga korban menjadi lebih terpukul.

Baca Juga

"Karena ketika kita marah, kehilangan, benci sebenarnya yang ingin dikejar adalah pemuasan kemarahan diri. Jadi ingin memuaskan kebutuhan diri untuk membalas dendam. Ini bukan yang terbaik untuk korban karena sebenarnya kita sedang melayani emosi pribadi,” kata Retha, Selasa (21/12).

Retha menjelaskan, yang perlu dipahami adalah posisi korban kejahatan seksual saat itu sedang membutuhkan dukungan keluarga atau orang-orang terdekat. Sehingga, alih-alih menghabiskan energi pada keinginan membalas dendam, lebih baik fokus memberikan dukungan bagi korban untuk melanjutkan hidupnya. 

Dosen yang kini tengah menuntut ilmu di University of Melbourne itu sangat menyarankan agar pihak keluarga atau orang terdekat mencari jalan keadilan jika kejahatan seksual telah terjadi. Namun, sambung Retha, bukan berarti keluarga yang harus mencari keadilan sendiri. Tetapi menggunakan jalur dan proses hukum.

“Keluarga bisa membantu polisi agar bisa melakukan penyelidikan lebih cepat. Sehingga pelaku atau tersangka dapat segera dihentikan agar tidak melakukan pengulangan kejahatan,” ujarnya.

 

Retha menegaskan, dukungan dan bantuan dari lingkungan terdekat adalah hal utama yang dibutuhkan oleh korban. Jika korban kejahatan seksual adalah anak-anak, sangat diharapkan bukan hanya keluarga, tetapi juga sekolah turut memberikan dukungan. Retha mengakui, yang terjadi di Indonesia masih jauh dari harapan. Karena tak jarang, korban kejahatan seksual malah diminta mengundurkan diri dari sekolahnya.

 

“Misalkan sampai terjadi kehamilan, itu yang terjadi adalah anak diminta mengundurkan diri dari sekolah. Ini kita tambah melukai korban dan membuat korban bertambah traumanya. Karena dia bukan hanya trauma diperkosa, tetapi juga trauma diambil haknya dari pendidikan,” kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement