Senin 13 Dec 2021 04:33 WIB

Pelaku Pelecehan Seksual Herry Wirawan Ditahan di Rutan Kebonwaru Sejak 28 September

Pelaku sudah menjalani enam kali masa persidangan di Pengadilan Negeri Bandung.

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Endro Yuwanto
Ilustrasi Penjara. Herry Wirawan (36 tahun), pelaku pelecehan seksual terhadap 12 orang santriwati, ditahan di Rutan Kebonwaru, Kota Bandung, sejak 28 September 2021
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
Ilustrasi Penjara. Herry Wirawan (36 tahun), pelaku pelecehan seksual terhadap 12 orang santriwati, ditahan di Rutan Kebonwaru, Kota Bandung, sejak 28 September 2021

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Herry Wirawan (36 tahun), pelaku pelecehan seksual terhadap 12 orang santriwati, ditahan di Rutan Kebonwaru, Kota Bandung, sejak 28 September 2021 lalu. Ia saat ini sudah menjalani enam kali masa persidangan di Pengadilan Negeri Bandung secara online di masa pandemi Covid-19.

Kepala Rutan Kebonwaru Riko Stiven mengaku tahanan berinisial HW ditahan sejak 28 September lalu. Ia mengatakan, perilaku pelaku selama berada di tahanan normal dan tidak jauh berbeda dengan tahanan-tahanan lainnya.

Baca Juga

"Biasa-biasa saja (orangnya) gak ada gimana-gimana, kami baru tahu setelah viral. Tahanan kami samakan haknya," ujar Riko saat dihubungi melalui sambungan telepon, Senin (13/12).

Pada saat masuk ke Rutan Kebonwaru, Rika mengatakan, pelaku terlebih dahulu diperiksa kondisi kesehatan termasuk tes swab dan isolasi selama 14 hari.

Riko menambahkan, pihaknya memperlakukan pelaku sama dengan tahanan yang lainnya. "Yang bersangkutan berkelakuan baik," katanya. Pihaknya selama ini tidak melihat perilaku menyimpang dari pelaku selama berada di tahanan.

Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bandung meminta agar aparat penegak hukum menghukum HW (36 tahun) dua kali lipat dalam kasus pelecehan seksual terhadap belasan anak. Pelaku yang berstatus guru seharusnya mencerminkan sebagai sosok pendidik yang alim.

"Intinya mengecam perbuatan tersebut apalagi dia guru, status guru itu kalau orang yang alim itu dihukumnya dua kali lipat dalam tradisi keilmuan," ujar Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bandung Asep Ahmad Fathurrohman.

Meski begitu, MUI Kota Bandung tetap menghormati aturan hukum yang berlaku. Asep mengaku mendapatkan informasi bahwa proses persidangan dalam kasus tersebut sudah berjalan beberapa kali.

Saat ini, Asep mengatakan, yang harus diperhatikan dan diselamatkan adalah korban. Pihaknya pun akan berupaya membantu apabila terdapat akses untuk melakukan pendampingan demi masa depan anak.

"Masa depan anak seperti apa, keluarga seperti apa, apalagi anak di bawah umur harus diberikan pemahaman dan mental yang kuat. Sekarang menatap masa depan, anak-anak mempunyai cita-cita," jelas Asep.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement