Rabu 08 Dec 2021 15:53 WIB

Arab Saudi: Prancis Salah Tangkap Pembunuh Khashoggi

Arab Saudi meminta Prancis untuk membebaskan warganya yang ditangkap.

Rep: Kamran Dikarma/Dwina/ Red: Teguh Firmansyah
Jurnalis Arab Saudi Jamal Khashoggi.
Foto: AP
Jurnalis Arab Saudi Jamal Khashoggi.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS – Pemerintah Arab Saudi meminta otoritas Prancis membebaskan warganya yang ditangkap karena dicurigai terlibat pembunuhan jurnalis Washington Post, Jamal Khashoggi. Riyadh mengatakan, warganya yang ditahan itu tak terkait dengan kasus tersebut.

“Mengacu pada apa yang beredar di media tentang penangkapan seorang warga negara Saudi yang dicurigai dalam kasus Jamal Khashoggi, Kedutaan Besar (Kedubes) Arab Saudi di Prancis ingin mengklarifikasi bahwa apa yang beredar tidak benar, dan bahwa orang yang ditangkap tak ada kaitannya dengan kasus yang dipertanyakan,” kata Kedubes Arab Saudi untuk Prancis dalam sebuah pernyataan, dikutip Al Arabiya, Rabu (8/12).

Baca Juga

Kedubes Saudi menyerukan otoritas Prancis untuk segera membebaskan warganya tersebut. “Kedutaan juga ingin mengonfirmasi bahwa pengadilan Saudi telah mengeluarkan vonis terhadap semua orang yang terbukti berpartisipasi dalam kasus Jamal Khashoggi dan mereka saat ini menjalani hukuman yang diberikan,” katanya.

Pada Selasa (7/12) lalu, otoritas Prancis menangkap Khaled Aedh Al-Otaibi (33 tahun) di bandara Charles de Gaulle di Paris. Dia ditangkap saat hendak melakukan perjalanan pulang ke Riyadh. Penangkapan itu terjadi karena Al-Otaibi dicurigai terlibat dalam kasus pembunuhan Khashoggi.

Khashoggi dibunuh di gedung konsulat Saudi di Istanbul, Turki, pada 2 Oktober 2018. Setelah tewas, tubuh Khashoggi dilaporkan dimutilasi. Hingga kini potongan jasadnya belum ditemukan. Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman (MBS) sempR terseret dalam kasus itu dan diduga menjadi dalangnya.

Dugaan itu muncul karena keterlibatan Saud al-Qahtani dalam kasus tersebut. Dia diketahui merupakan tangan kanan Pangeran MBS. Pangeran maupun Arab Saudi telah membantah tudingan itu.

Khashoggi diketahui merupakan tokoh yang vokal mengkritik kebijakan-kebijakan Saudi, termasuk Pangeran MBS. Pemerintah Turki meminta agar pembunuhan Khashoggi dituntaskan secara adil.  Pada September lalu Turki kecewa dengan vonis pengadilan Saudi terhadap pembunuh Khashoggi.

Direktur komunikasi kepresidenan Turki, Fahrettin Altun, menyatakan putusan pengadilan Arab Saudi dalam persidangan pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi jauh dari harapan Ankara. Dia mendesak otoritas Saudi untuk bekerja sama dengan penyelidikan Turki.

"Kami masih belum tahu apa yang terjadi pada tubuh Khashoggi, yang menginginkannya mati atau apakah ada kolaborator lokal yang menimbulkan keraguan atas kredibilitas proses hukum di KSA," kata Altun merujuk ke Arab Saudi melalui akun Twitter.

Pengadilan Saudi telah mengumumkan membatalkan lima hukuman mati terhadap pembunuhan Khashoggi pada Senin. Keputusan itu berlandaskan pemberian maaf oleh putra Khashoggi, Salah Khashoggi pada Mei.

Turki meluncurkan persidangannya sendiri terhadap para tersangka pembunuhan Khashoggi pada tahun lalu. Pada Maret, jaksa penuntut Turki mendakwa 20 warga negara Saudi atas pembunuhan Khashoggi, termasuk dua mantan asisten senior Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman (MBS)

Macron bertemu MBS

Sementara itu, Presiden Prancis Emmanuel Macron bertemu Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) pada Sabtu (4/12). Macron mengaku pertemuan bersama MBS bukan bentuk dukungan secara individu.

Sapaan Macron yang tersenyum dan berjabat tangan dengan MBS di istana kerajaan di Jeddah, memicu kontroversi. "Ini tidak berarti saya menerimanya, tidak berarti saya melupakannya atau saya mendukungnya," katanya dikutip Anadolu Agency.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement