Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image RIANA DESY SAFITRI

Mengenal Paylater dan Hukumnya dalam Pandangan Islam

Agama | Tuesday, 07 Dec 2021, 18:07 WIB
cr : shutterstock

Dewasa ini era digital semakin menguasai kehidupan manusia sehingga membuat berbagai macam aktivitas cukup dilakukan hanya dengan duduk dan menatap layar gadget, mulai dari bekerja hingga berbelanja. Tren berbelanja melalui e-commerce semakin hari semakin marak dilakukan hingga menimbulkan berbagai jenis transaksi pembayaran, baik dengan sistem bank transfer, cash on delivery atau bayar ditempat, hingga paylater.Mengenal Paylater dan Hukumnya dalam Pandangan Islam

Paylater berasal dari Bahasa Inggris Pay yang berarti bayar dan Later yang berarti nanti. Ini merupakan sebuah metode pembayaran digital dimana pembeli dapat membeli sebuah barang atau jasa terlebih dahulu dan membayarnya nanti. Jika dilihat dari pola mekanismenya, paylater menyerupai transaksi kartu kredit, hanya saja paylater berbasis dengan finansial technology (fintech). Semakin maraknya penggunaan fitur paylater pada berbagai aplikasi online, semakin banyak pula yang mempertanyakan hukum paylater itu sendiri. Lalu bagaimanakah hukum paylater menurut pandangan Undang-undang dan Islam?

Pinjam-meminjam online atau kredit online sudah diatur dalam Otoritas Jasa Keuangan No. 77/POJK.1.2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan pinjam meminjam pasal 1 angka (3) adalah “layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang rupiah secara langsung melalui system elektronik dengan menggunakan jaringan internet”.

Dalam hukum Islam, setidaknya ada empat hukum mengenai paylater berdasarkan penelitian saya hingga detik ini.

1. Paylater sebagai riba. Riba adalah bunga yang dikenakan dari jumlah pinjaman saat pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman awal yang dibebankan kepada peminjam, paylater dikatakan riba ketika terdapat tambahan biaya yang disyaratkan di muka oleh penerbit paylater kepada konsumen. Seperti bunga pinjaman 2.14% - 4.78% per bulan di Traveloka.

2. Paylater sebagai akad ijarah. Hutang yang diberikan oleh perusahaan pada aplikasi paylater tersebut bukan termasuk riba yang diharamkan sebab tambahan tersebut hanya bisa diperoleh lewat penggunaan aplikasi. Karena harus memakai aplikasi, maka tambahan itu termasuk bagian dari akad ijarah.

3. Paylater sebagai akad ba’i tawarruq. Yakni, cicilan pembayaran konsumen kepada pihak yang meminjamkan paylater hendaklah sama jumlahnya tiap bulannya hingga masa cicilan berakhir/hingga cicilan tersebut lunas. Bila cicilan yang berlaku jumlahnya sama setiap bulannya, maka pola transaksi yang terjadi menyerupai ba’i tawarruq yang mana hukumnya mubah.

4. Menjadikan paylater sebagai akad Ju’alah. Jika paylater berasaskan akad ini, maka pengambilan uang tambahan/upah dalam paylater bersifat mubah dan tidak termasuk riba karena upah yang diambil dalam akad ini adalah upah atas sebuah jasa, yakni jasa penyedia aplikasi yang telah mencarikan pinjaman uang kepada konsumen.

Ustadz Oni Sahroni yang menjabat sebagai anggota DSN-MUI menjelaskan dalam bukunya, Fikih Muamalah Kontemporer Jilid 3 bahwa prinsip dasar paylater adalah fitur dan produk yang netral dan bermanfaat bagi pengguna pada khususnya. Apabila kebutuhan yang dibeli dengan paylater itu adalah kebaikan, maka kehadiran fitur ini memudahkan orang untuk menunaikan kebaikan tersebut. beliau menilai fitur ini terhindar dari transaksi ribawi dan transaksi terlarang lainnya. Oleh karena itu, perusahaan penanggung paylater tidak menjadi kreditor yang mendapatkan keuntungan berupa bunga atas jasa pinjamannya kepada pengguna.

Namun yang perlu diketahui, berbijaklah kita dalam penggunaannya karena prinsipnya paylater adalah hutang, dan hutang akan dipertanggungjawabkan hingga ke akhirat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image