Selasa 07 Dec 2021 08:34 WIB

Dituntut Mati, Terdakwa ASABRI Ini Disebut tak Punya Empati

Heru dinilai tidak punya empati saat melakukan korupsi pengelolaan dana PT ASABRI.

Terdakwa kasus korupsi ASABRI Heru Hidayat (kanan) berjalan meninggalkan ruangan saat jeda sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, beberapa waktu lalu. Heru dituntut mati karena dinilai tidak punya empati saat melakukan korupsi pengelolaan dana PT ASABRI.
Foto: ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Terdakwa kasus korupsi ASABRI Heru Hidayat (kanan) berjalan meninggalkan ruangan saat jeda sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, beberapa waktu lalu. Heru dituntut mati karena dinilai tidak punya empati saat melakukan korupsi pengelolaan dana PT ASABRI.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat dituntut hukuman mati oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung. Heru dinilai tidak punya empati saat melakukan tindak pidana korupsi pengelolaan dana PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI).

"Terdakwa tidak punya sedikit pun empati dengan mengembalikan hasil kejahatan, bahkan sebaliknya berlindung di dalam perisai bahwa transaksi di pasar modal adalah perdata yang lazim dan lumrah," kata Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung Budiman, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (6/12) malam.

Baca Juga

Jaksa menuntut Heru Hidayat dengan hukuman mati karena dinilai terbukti melakukan korupsi yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 22,788 triliun dari pengelolaan dana PT ASABRI serta pencucian uang. "Terdakwa mendapat keuntungan senilai Rp 12,434 triliun yang di luar nalar kemanusiaan dan mencederai rasa keadilan masyarakat," ujar jaksa.

Sedangkan penyitaan yang dilakukan jaksa terhadap harta benda Heru Hidayat adalah sejumlah sekitar Rp 2,434 triliun. Sementara kerugian yang dibebankan kepada Heru Hidayat mencapai Rp 12,643 triliun.

"Terdakwa adalah terpidana hukuman seumur hidup berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung dalam perkara tindak pidana korupsi Jiwasraya yang juga bernilai kerugian negara yang fantatastis yaitu Rp 16,807 triliun dengan atribusi yang dinikmati terdakwa adalah Rp 10,78 triliun," ujar jaksa.

Jaksa pun menyebut perbuatan Heru Hidayat mencabik-cabik rasa keadilan dan tidak punya rasa takut. "Terdakwa juga tidak menunjukkan rasa bersalah dan melakukan dua perbuatan korupsi, yaitu korupsi Jiwasraya dan ASABRI, dengan satu niat dalam waktu yang berbeda yaitu Asabri 2012-2019 dan Jiwasraya pada 2008-2018," kata jaksa.

Heru dinilai terbukti melakukan perbuatan dalam dua dakwaan, yaitu dakwaan pertama Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

"Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa termasuk extraordinary crime yang berbahaya bagi integritas bangsa, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, kemudian akibat perbuatan terdakwa adalah kerugian negara yang mencapai Rp 12,643 triliun. Sedangkan penyitaan aset-aset terdakwa hanya Rp 2,434 triliun, terdakwa adalah terpidana seumur hidup perkara Jiwasraya yang merugikan negara Rp 16,807 triliun," kata jaksa.

Jaksa menilai tidak ada hal yang meringankan dalam perbuatan Heru."Hal yang meringankan, meski dalam persidangan ada hal-hal yang meringankan dalam diri terdakwa, tapi tidak sebanding dengan kerugian negara yang ditimbulkan dalam perbuatan terdakwa sehingga hal-hal tersebut patut dikesampingkan," ujar jaksa.

Selain hukuman mati, Heru Hidayat juga diwajibkan membayar biaya pengganti sebesar Rp 12,643 triliun. Heru dijadwalkan membacakan nota pembelaan (pleidoi) pada 20 Desember 2021.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement