Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image MUHAMMAD AKHISH SULTHON 2021

Kode Etik Bermuamalah Dalam Transaksi Syariah

Bisnis | Wednesday, 01 Dec 2021, 19:06 WIB
Sumber gambar : Doc. pribadi

Harta merupakan aset dalam kehidupan manusia yang bernilai, baik sifatnya berwujud ataupun tidak berwujud. Di dalam al-Quran harta disebut dengan kata Mal yang disebutkan sebanyak 25 kali sedangkan dalam kata Amwal (bentuk jamaknya) disebutkan sebanyak 61 kali.

Dalam perspektif al-Qur’an, harta merupakan aktiva (modal) serta salah satu faktor produksi yang penting, Tetapi “bukan yang terpenting”. Dalam kedudukannya manusia menduduki lingkup di atas harta disusul sumber daya alam. Di era modern seperti sekarang, banyak orang yang salah kaprah dalam memandang bahwa harta adalah segalanya. Sehingga orang yang berasumsi bahwa harta adalah segalanya, secara tidak langsung ia telah ditelantarkan oleh kedudukan harta itu sendiri.

Dalam muamalah syariah terdapat kode etik yang harus dipahami bagi pelaku transaksi, baik produsen maupun konsumen. Adapun tujuan daripada mematuhi kode etik tersebut adalah:

Ø Mengikuti tuntunan syariah, seperti yang dijelaskan dalam al-Qur’an dan Hadis

Ø Menjadi produsen yang profesional dalam rangka memberikan produk terbaik bagi konsumen

Ø Melindungi dari transaksi yang merugikan salah satu pihak

Dalam literatur fiqh banyak sekali pembahasan tentang muamalah. Baik rukun, syarat jual beli, akad syariah dan etika bermuamalah. Lalu apa kriteria hal-hal yang menjadikan transaksi menjadi batal bahkan haram?

1. Tadlis/Ghasy (penipuan)

Dalam kitab syarah Hudud ibnu ‘irfah dijelaskan bahwasanya baik al-ghasys dan tadlis dalam masalah jual beli memiliki makna sama yaitu menipu, pengarang kitab ini pun merinci bahwa yang dimaksud dengan menipu disini merupakan perbuatan yang dilakukan produsen agar produknya terlihat sempurna dengan cara menyembunyikan kecacatan produk.

Dalam potongan hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah RA dalam kitab sahih muslim berbunyi:

مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا

"Barangsiapa yang menipu kami, maka dia bukan golongan kami.”

Ada pengecualian tadlis menurut imam Al-Hadromiy dalam kitabnya Bugyatul Murtasyidin bahwasanya boleh mencampur jenis makanan yang kualitasnya tidak baik dicampur dengan makanan yang kualitasnya lebih baik dengan catatan produk tersebut jelas diketahui konsumen, perbuatan demikian tidak dikategorikan ke dalam tadlis/ghasy yang diharamkan. Walaupun perbuatan ini tergolong mubah, alangkah baiknya selaku produsen menjauhi perbuatan ini.

2. Menjauhi Riba

Menurut kitab fathul qorib riba secara etimologi berarti ziyadah atau tambahan. Riba ialah mengambil tambahan dari harta pokok secara bathil. Hukum riba di dalam al-Quran maupun hadis sudah jelas keharamannya. Larangan riba terdapat pada surat : Al-Baqarah 275, dan 278-279, Ali Imran :130, dan Ar-Ruum : 39. Sementara dalam hadis yang diriwayatkan Jabir RA dalam Musnad Ahmad berbunyi :

حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ قَال لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَكَاتِبَهُ

“Rasulullah melaknat orang yang memakan riba, yang memberi makan dengan harta riba, dua saksinya dan penulisnya.” (HR. Ahmad)

3. Menghindari Gharar

Gharar merupakan transaksi yang mengakibatkan ketidakpastian. Hal ini dapat terjadi karena adanya sifat manipulatif produsen terhadap konsumen yang bertujuan agar produknya menarik untuk dibeli. Contoh gharar adalah pembelian semangka, akan tetapi semangkanya masih gaib (belum nampak wujudnya). Dampak nyata dari transaksi yang mengandung gharar menjadikan salah satu pihak terdzalimi, oleh karenanya transaksi yang mengandung gharar menjadi hal yang dilarang Syara’. Rasul memperingatkan kepada umatnya untuk menghindari transaksi semacam ini, dalam hadis yang diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud dalam kitab musnad Ahmad bin Hanbal yang berbunyi:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ السَّمَّاكِ عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي زِيَادٍ عَنِ الْمُسَيَّبِ بْنِ رَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَال قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَشْتَرُوا السَّمَكَ فِي الْمَاءِ فَإِنَّهُ غَرَر

“Janganlah kalian membeli ikan dalam air sebab itu termasuk penipuan.” (HR. Ahmad)

Dalam perinciannya, gharar dibagi menjadi 2 bagian:

Yang pertama gharar pada harga, hal seperti ini biasanya dilakukan oleh produsen yang memberikan harga tidak sebenarnya atau produsen menginformasikan bahwasanya produk telah diminati konsumen A dengan harga tertentu, sehingga memungkinkan konsumen B membayar harga lebih dari konsumen A.

Yang kedua gharar pada sifat, Tindakan ini merupakan upaya produsen memanipulatif kualitas dan kriteria barang. Seakan-akan produk yang dijual sangat baik padahal realitanya tidak.

4. Maysir/Qimar

Maysir/Qimar yaitu suatu bentuk transaksi yang mengandung unsur spekulasi atau untung-untungan. Masysir/Qimar dalam Bahasa Indonesia juga disebut dengan perjudian. Allah menegaskan keharaman segala bentuk aktivitas ekonomi yang di dalamnya terhadap unsur perjudian pada surat al-Maidah ayat 90, yang berbunyi:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.”(Q.S Al-Maidah : 90)

Contoh perbuatan maysir adalah taruhan atas sabung ayam, judi melalui undian, dan lain lain.

5. Ihtikar

Ihtikar disebut juga dengan Tindakan menimbun harta. Hal seperti ini bertujuan untuk mendapatkan keuntungan yang berkali kali lipat Ketika terjadi pada kelangkaan harta yang ditimbun. ada hadis yang menyinggung soal keharaman ihtikar, antara lain hadis Riwayat Muslim yang berbunyi:

مَنْ احْتَكَرَ فَهُوَ خَاطِئٌ

“Barang siapa yang menimbun harta, maka ia berdosa” (HR Muslim)

Ihtikar adalah satu bentuk muamalah yang tidak mencerminkan kemaslahatan kepada orang lain. Menimbun harta dapat memberikan dampak negatif terhadap perekonomian masyarakat. Namun hal yang tidak termasuk ihtikar yang haram jika Penimbunan untuk konsumsi pribadi (Stok pribadi). Atau pada saat situasi di mana pasokan barang melimpah, kejadian ini biasanya dapat ditemukan dalam permasalahan petani yang tidak mendapati pihak yang bersedia menampung hasil panennya, akibatnya hal itu justru membuat harga semakin melemah sehingga merugikan petani.

6. Najasy (provokasi harga)

Transaksi seperti ini dilakukan dengan cara menawar produk dengan harga tinggi oleh pihak yang tidak bertujuan membeli, agar menimbulkan provokasi harga yang lebih tinggi terhadap pihak yang ingin membeli produk tersebut (Permintaan palsu/provokasi harga). Rasulullah melarang transaksi seperti ini dalam hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Umar RA yang berbunyi :

عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ النَّجْش

Dari Ibnu Umar RA berkata: “Rasululah melarang jual beli najasy” (HR. Bukhari)

7. Risywah (suap)

Risywah atau suap menurut Syeikh Nawawi al-Bantani ialah :

قَالَ الشَّيْخُ مُحَمَّدٌ بْنُ عُمَرَ نَوَوِي الْجَاوِيُ: وَأَخْذُ الرِّشْوَةِ بِكَسْرِ الرَّاءِ وَهُوَ مَا يُعْطِيْهِ الشَّخْصُ لِحَاكِمٍ أَوْ غَيْرِهِ لِيَحْكُمَ لَهُ أَوْ يَحْمِلَهُ عَلىَ مَا يُرِيْدُ

“Termasuk perbuatan maksiat ialah menerima risywah/suap. Suap merupakan sesuatu yang diberikan kepada seorang hakim, agar keputusannya memihak atau mengikuti kemauan si pemberi suap. “

وَقَالَ صَاحِبُ التَّعْرِيْفَاتِ وَهُوَ مَا يُعْطَى لإِبْطَالِ حَقٍّ أَوْ لإِحْقَاقِ بَاطِلٍ

Sebagaimana yang dikatakan pengarang kitab al-Tairifat bahwasanya “suap adalah sesuatu yang diberikan karena bertujuan membatalkan kebenaran atau membenarkan kesalahan.”

Keharaman suap sangat jelas di dalam syara’ baik dalam al-Qur’an ataaupun hadis. Misalnya pada al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 188 yang berbunyi:

وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

“Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.”

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعَنَ اللَّهُ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ فِي الْحُكْمِ

Rasulullah bersabda: “Allah melaknat orang yang menyuap dan yang disuap dalam hukum.”

Sebenarnya masih banyak jenis jual beli yang diharamkan jika diperinci lebih dalam. Kunci transaksi syariah yang halal atau mubah adalah tiadanya unsur yang merugikan bagi salah satu pihak transaksi, baik produsen atau konsumen. Dengan memahami etika dalam bermuamalah tersebut, semoga kita dibimbing Allah kepada jual beli yang baik. Wallahu a’lam.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image