Selasa 30 Nov 2021 15:26 WIB

Wakaf Entaskan Kemiskinan di Zaman Umar bin Abdul-Aziz

Masyarakat di zaman Umar bin Abdul-Aziz tidak ada lagi yang berhak menerima zakat.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Ani Nursalikah
Wakaf Entaskan Kemiskinan di Zaman Umar bin Abdul-Aziz. Ilustrasi Wakaf Uang.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Wakaf Entaskan Kemiskinan di Zaman Umar bin Abdul-Aziz. Ilustrasi Wakaf Uang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Imam Teguh Saptono menceritakan kehebatan wakaf di zaman Umar bin Abdul-Aziz yang dapat mengentaskan kemiskinan sehingga tidak ada lagi orang yang berhak menerima zakat. Bahkan utang pribadi masyarakat dapat dilunasi oleh negara.

Imam mengatakan, tidak ada peradaban umat yang hebat tanpa wakaf yang luar biasa hebat. "Memang sering kita mendengar cerita bagaimana pada zaman Umar bin Abdul-Aziz tidak ada lagi orang yang berhak menerima zakat," kata Imam saat pidato dalam acara Wakif Gathering di Khadijah Learning Center Dompet Dhuafa, Tangerang Selatan, Selasa (30/11).

Baca Juga

Ia menerangkan, pada zaman Umar bin Abdul-Aziz, penghimpunan zakatnya luar biasa hebat, tapi wakafnya yang menjadi tulang punggung sehingga zakatnya sangat berkembang. Di zaman itu pula utang pribadi rakyat dibayari oleh dana publik.

Ia mengatakan, di zaman Umar bin Abdul-Aziz pertama kalinya sebuah pemerintahan melakukan pelunasan atas utang pribadi warganya dari dana publik. Dana publik tersebut berasal dari zakat, infak, sedekah, dan wakaf.

"Mereka yang jujur hidup sederhana dan memiliki utang yang tidak dapat terlunasi maka negara akan melunasinya berikut (memberi) modal untuk penggarapan lahan, karena sektor ekonomi pada saat itu adalah sektor pertanian," ujar Imam.

Ia menerangkan, dengan instrumen wakaf itulah dalam waktu 3,5 tahun masalah kesejahteraan di zaman Umar bin Abdul Aziz terselesaikan. Caranya dengan melepaskan cost of funds dan investment period.

Imam juga mengingatkan harus siap-siap menyongsong ledakan filantropi nasional. Paling tidak Indonesia sudah ditetapkan sebagai negara paling dermawan. Maka, pada 2030-2035, Indonesia menjadi negara nomor dua yang memiliki angkatan kerja produktif. Berarti orang Indonesia pada waktu itu dermawan dan memiliki uang.

Ia menambahkan, di 2018 ada yang melakukan survei terhadap 20 ribu anak milenial di 120 negara. Tujuannya mendapatkan data seberapa besar peran keagamaan diyakini sebagai sumber kebahagiaan, ternyata angka tertinggi adalah Indonesia.

"Jadi di 2030 dan 2035 Indonesia adalah negara paling dermawan, punya uang dan sholeh. Pertanyaannya adalah apakah lembaga-lembaga seperti Dompet Dhuafa sudah memiliki kesiapan untuk menyongsong ledakan filantropi nasional ini," kata Imam.

photo
Potensi Wakaf Uang di Indonesia - (ihram.co.id)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement