Senin 29 Nov 2021 18:01 WIB

Studi Sebut Penerapan Prokes Turunkan Kasus Covid-19

Kasus Covid-19 setidaknya turun 53 persen ketika menerapkan protokol kesehatan.

Rep: Puti Almas/ Red: Nora Azizah
Kasus Covid-19 setidaknya turun 53 persen ketika menerapkan protokol kesehatan.
Foto: www.freepik.com.
Kasus Covid-19 setidaknya turun 53 persen ketika menerapkan protokol kesehatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Virus corona jenis baru (SARS-CoV-2) yang menyebabkan infeksi penyakit Covid-19 dan menjadi pandemi dunia saat ini telah membuat berbagai negara menerapkan protokol kesehatan yang berlaku di masyarakat. Protokol kesehatan tersebut, yang bisa disebut sebagai tindakan kesehatan masyarakat dan sosial (PHSM) mencakup perilaku pribadi sehari-hari, seperti menjaga jarak fisik, memakai masker, dan mencuci tanga. 

Pada skala komunitas, itu termasuk penguncian, penutupan perbatasan, penutupan bisnis dan sekolah. Para peneliti baru saja merilis ulasan penelitian yang ada yang mengeksplorasi nilai PHSM pribadi. Meta-analisis dari penelitian yang ada menemukan bahwa pemakaian masker membuat setidaknya 53 persen penurunan kasus Covid-19, sementara jarak fisik hingga 25 persen.

Baca Juga

Studi yang dipimpin oleh Paul Glasziou dari Bond University di Australia mempertanyakan persentase yang tinggi tersebut. Para peneliti menyaring 36.729 studi, di mana dari jumlah tersebut, 72 memenuhi kriteria inklusi, seperti menjadi jenis studi yang tepat dan diterbitkan dalam bahasa Inggris dan yang terakhir adalah batasan tinjauan, mengingat sifat internasional dari penelitian Covid-19.

Dari 72, hanya 35 penelitian yang mencoba mengukur efektivitas PHSM individu. Selanjutnya, dari 35 ini, hanya satu penelitian yang diketahui sebagai uji coba terkontrol secara acak dan sisanya adalah penelitian observasional dengan kualitas dan skala yang masih dipertanyakan.

 

Penulis utama studi, Stella Talic dan Monash University, Melbourne, Australia mengatakan  bahwa studi populasi adalah alat yang berharga untuk menilai berbagai masalah kesehatan masyarakat. Namun, umumnya ini bukan cara terbaik mengukur efektivitas intervensi.

"Hal itu karena studi tersebut tidak dapat secara langsung menilai penyebab," ujar Talic, seperti dilansir Medical News Today, Senin (29/11).

Dalam 24 studi, analisis mengungkapkan bias hasil-skewing moderat, dengan tujuh lainnya menunjukkan bias tinggi menuju serius. Para peneliti akhirnya hanya memasukkan delapan dari 35 studi dalam meta-analisis.

Berdasarkan studi ditemukan bahwa karena heterogenitas studi, meta-analisis tidak mungkin untuk menunjukkan hasil karantina dan isolasi,  hingga penutupan perbatasan, sekolah, dan tempat kerja. Talic mengatakan, akan sangat sulit menilai PHSM secara individual.

"Tapi saya yakin bahwa lebih banyak eksperimen alami dan uji coba terkontrol kuasi-acak diperlukan untuk menilai tindakan tersebut," jelas Talic.

Lebih lanjut, Talic mengatakan efek negatif dari tindakan yang lebih ketat itu juga perlu diperhatikan terhadap populasi yang lebih luas. Efek tersebut juga harus ditangani dalam studi masa depan, sehingga para peneliti nantinya dapat dengan jelas menimbang manfaat terhadap risiko pada populasi yang berbeda.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement