Jumat 12 Nov 2021 07:21 WIB

Rakyat Butuh Pinjol, Benarkah?

Rakyat butuh lembaga semacam pinjol karena mudah dan dekat dengan mereka.

Karikatur Republika
Foto: republika/daan yahya
Karikatur Republika

Oleh : Ichsan Emrald Alamsyah, jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Makna pinjaman online (pinjol) saat ini berubah dari sekadar lembaga pinjaman online menjadi sekelompok lintah darat digital. Apalagi dengan berbagai macam pemberitaan yang berisi ancaman kepada para peminjam menciptakan rasa takut tersendiri bagi masyarakat.

Meski begitu, penulis amat yakin hingga tuliskan ini diturunkan, masih ada masyarakat yang menggunakan jasa pinjaman online ilegal untuk bisa meminjam uang. Alasannya tentu saja karena masyarakat atau rakyat butuh lembaga semacam pinjol.

Apalagi media informasinya pun bisa dari mana saja, namun yang paling utama adalah SMS dan media sosial. Artinya lembaga tidak berizin amat mudah dijangkau masyarakat. Selain itu proses peminjamannya pun mudah dan tidak memperhatikan kapasitas, agunan dan rekam jejak si peminjam. Akan tetapi jangan salah, setelah meminjam tersebut para peminjam ditekan dengan bunga tinggi dan teror lewat telepon dan whatsapp.

Penulis sendiri pernah suatu ketika dimasukkan ke dalam grup yang isinya orang-orang yang dianggap kenal dengan si peminjam. Padahal penulis kenal pun tidak, hanya mengetahui bahwa si peminjam adalah guru anak penulis yang sudah dikeluarkan dari sekolah.

Baca juga : MUI Fatwakan Pinjaman Online Mengandung Riba Haram

Tak heran Polri turun tangan dengan mulai menangkap pengelola pinjol illegal. Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini ada 3.365 pinjol illegal yang sudah ditutup.

Selain itu OJK juga mengumukan dari 104 penyelenggara fintech lending atau pinjaman online berizin dan terdaftar, hanya tinggal tiga penyelenggara fintech lending dengan status masih terdaftar. Ketiganya, yakni PT Kas Wagon Indonesia, PT Mapan Global Reksa dan PT Pintar Inovasi Digital.

Tidak hanya polisi, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Lebak menyebutkan praktik pinjaman daring (pinjol) ilegal riba karena menerapkan bunga berlipat ganda dan dapat merugikan kreditur atau nasabahnya."Praktik riba itu tentu diharamkan oleh ajaran Islam," kata Wakil Ketua MUI Kabupaten Lebak KH Ahmad Hudori.

Walaupun sudah diharamkan dan di-blacklist, namun seperti yang penulis katakan sedari awal, bahwa masyarakat memang butuh uang alias bantuan permodalan. Oleh karena itu, amat tepat misalnya disebut bahwa rakyat butuh lembaga seperti pinjol.

Baca juga : Alasan Majelis Hakim Banding Perberat Hukuman Edhy Prabowo

Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel sempat mengutarakan solusinya. Ia menyarankan agar pemerintah memperkuat koperasi dan Permodalan Nasional Madani (PNM). Khusus soal PNM, katanya, Presiden Jokowi telah memuji peran lembaga kredit UMKM ini di berbagai forum nasional dan internasional, terakhir di forum G20 di Roma pada Sabtu, 30 Oktober 2021 lalu. PNM tak hanya menyalurkan kredit tapi juga melakukan pendampingan.“Jadi jika ada tambahan Penyertaan Modal Negara (PMN) maka berikan pada PNM ini, bukan untuk kereta cepat. Mereka terbukti efektif. Untuk program Mekaar saja, yang disebut Pak Presiden di Roma, PNM memiliki 44 ribu tenaga pendamping,” katanya.

Gobel mencatat, pembiayaan untuk UMKM masih tergolong kecil. Proporsi kredit perbankan untuk UMKM baru mencapai 19,6 persen dibandingkan dengan total kredit yang disalurkan perbankan. Bahkan jika menggunakan rasio terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), katanya, rasio kredit yang diterima UMKM baru mencapai 7 persen. Sementara di Thailand, total kredit untuk UMKM mencapai 30,9 persen dan rasio kredit UMKM terhadap PDB mencapai 30 persen. Di Malaysia, angkanya masing-masing 18,7 persen dan 18,5 persen.

Perkuat lembaga dana bergulir

Sementara terkait koperasi, berdasarkan catatan penulis sebenarnya Pemerintah memiliki Lembaga Pengelola Dana Bergulir. Hingga saat ini, LPDB telah menyalurkan Rp 3,1 triliun kepada 598 mitra syariah melalui direktorat pembiayaan syariah sejak 2008 hingga 2021.

Akan tetapi gerak lembaga ini terlihat kurang gesit karena terbentur berbagai aturan. Oleh karena itu penulis menilai LPDB-KUKM secara kelembagaan harus diperkuat dan tidak hanya menjadi lembaga yang memberikan bantuan pemodalan non-bank. Minimal menjadi lembaga pembiayaan khusus yang tidak hanya dibawah Kementerian Koperasi dan UKM namun Kementerian Keuangan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement