REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Pengawas HAM, Imparsial mengkritisi wacana terkait perpanjangan masa aktif Jenderal Andika Perkasa telah disetujui menjadi panglima TNI. Direktur Imparsial, Ghufron Mabruri mengatakan pemilihan Jenderal Andika yang baru saja dilakukan sejatinya adalah langkah yang dipaksakan.
Karena itu ia mengkritisi apabila langkah yang dipaksakan tersebut, dilanjutkan dengan tindakan lain yakni menunda masa pensiunanya, hingga selesai jabatan Panglima TNI. Sebagaimana diketahui masa jabatan Jendral Andika Perkasa yang saat ini menjadi Panglima TNI, sudah menjelang masa pensiun di usia 58 tahun di November 2022, atau setahun mendatang.
Wacana perpanjangan masa aktif Jendral Andika disampaikan saat fit and proper test di DPR beberapa hari lalu. Namun, Imparsial memandang perpanjangan ini justru akan mengganggu proses regenerasi di tubuh TNI.
"Pemilihan Pak Andika sebagai panglima TNI baru sejatinya adalah langkah yang dipaksakan mengingat mengabaikan sistem rotasi dan sisa masa dinasnya di TNI yang tidak lama lagi. Dalam konteks itu, wacana perpanjangan masa dinasnya jika benar-benar direalisasikan tentu hal itu bukan langkah tepat," kata Gufron kepada wartawan, Selasa (9/11).
Menurut dia, dampak wacana tersebut pada dinamika internal TNI, diantaranya menghambat sistem regenerasi, rotasi, kenaikan pangkat khususnya di tingkatan perwira menengah. "Akan ada penumpukan perwira non jabatan di TNI, khususnya di tingkatan perwira menengah," ujarnya.
Imparsial berharap wacana perpanjangan masa jabatan tersebut tidak lagi dipaksakan ke Jenderal Andika sebagai panglima TNI. Apalagi bila wacana tersebut diterapkan di perwira TNI, tentu dikhawatirkan ini selain berdampak pada regenerasi, dikhawatirkan juga akan memunculkan ekses persoalan internal lain di tubuh TNI.