Jumat 05 Nov 2021 20:12 WIB

Eks Pejabat Intel Israel: Kita Bisa Menyerang Iran, Tapi ...

Keputusan menyerang atau tidak Iran ada di tangan perdana menteri Israel.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Tentara Israel berdiri dekat sistem rudal Iron Dome.
Foto: Reuters
Tentara Israel berdiri dekat sistem rudal Iron Dome.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Mantan kepala Direktorat Intelijen Militer Pasukan Pertahanan Israel Amos Yadlin mengungkapkan, negaranya memiliki kemampuan militer untuk menyerang Iran. Hal itu dia sampaikan saat mengomentari akan dimulainya kembali perundingan pemulihan kesepakatan nuklir 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).

Menurut Yadlin, saat ini Amerika Serikat (AS) sedang mempersiapkan situasi jika pembicaraan dengan Iran terkait pemulihan JCPOA tidak berhasil. “Kami berada dalam situasi di mana jika ada kesepakatan itu tidak baik, dan jika tidak ada kesepakatan, kami akan menghadapi pilihan pilihan untuk seorang perdana menteri Israel. Israel memiliki kemampuan militer untuk menyerang Iran," kata Yadlin pada Jumat (5/11), dikutip laman Jerusalem Post.

Baca Juga

Dia berpendapat, jika skenarionya demikian, keputusan untuk menyerang atau tidak menyerang Iran berada di tangan Perdana Menteri Israel Naftali Bennett. “Serangan adalah langkah terakhir setelah semua strategi lain dilakukan. Saya senang bahwa kita telah memahami bahwa anggaran perlu dialokasikan, dan bahwa rencana militer perlu diperbarui untuk situasi saat ini,” ucapnya.

Meski Israel memiliki kemampuan menyerang Iran, Yadlin menilai penting untuk memprediksi apa yang bakal terjadi setelah tindakan seperti itu dilakukan. Karena bisa jadi masalah setelah penyerangan itu.

“Israel punya kemampuan untuk menyerang Iran, tapi masalah adalah sesudahnya. Ada banyak pertimbangan di sini,” ujarnya.

Yadlin mengungkapkan, selama enam putaran pembicaraan pemulihan JCPOA di Wina, Austria, Iran telah menetapkan tuntutan tinggi terhadap AS. Hal itu bahkan tak dapat diterima oleh pemerintahan Partai Demokrat. “Pada akhirnya itu menguntungkan mereka (Iran) dan sekarang menekan Amerika,” katanya.

“Kesepakatan (nuklir) 2015 baik dalam jangka panjang bagi Iran, mereka ingin sanksi dihapus dari mereka. Masih tidak perlu opsi militer, tetapi harus lebih kredibel, lebih di AS daripada di sini,” ucap Yadlin.

Sebelumnya Presiden Iran Ebrahim Raisi mengatakan ia tak akan menerima tuntutan berlebihan dari negara Barat dalam pembicaraan pemulihan JCPOA. “Kami tidak akan meninggalkan meja perundingan, tapi kami juga akan menentang tuntutan berlebihan yang pada akhirnya akan merugikan kepentingan rakyat Iran,” kata Raisi pada Kamis (4/11).

Dia menegaskan, pemerintahannya tidak akan mundur dengan cara apa pun jika menyangkut kepentingan rakyat Iran. “Tapi kami akan melanjutkan upaya untuk menetralisir sanksi yang menindas dan mengambil tindakan untuk mencabutnya,” ujarnya.

Bukan pertama kali

Ancaman serangan terhadap Iran bukanlah yang pertama kali. Sejumlah pejabat atau politikus Israel kerap melontarkan wacana tersebut ke publik.  Sebelumnya, Panglima militer Israel Aviv Kohavi memperingatkan bahwa persiapan untuk menyerang Iran atas program nuklirnya telah sangat dipercepat.

Dalam sebuah wawancara dengan situs berita Walla, Kohavi mengatakan sebagian besar anggaran pertahanan baru-baru ini disepakati untuk meminimalkan kehadiran Iran di Timur Tengah dan menargetkan proksinya di kawasan seperti Hizbullah dan Hamas.

Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz juga pernah mengatakan Tel Aviv siap menyerang Iran. Ia menganggap Iran mewakili tantangan global. "Iran berusaha untuk menimbulkan tantangan multi-front ke Israel dengan membangun kekuatannya di Lebanon dan Gaza, mengerahkan milisi di Suriah dan Irak dan membangun pendukung di Yaman," kata Gantz.

Sebaliknya Iran pun berungkali mengatakan siap untuk meladeni serangan Israel. Teheran tidak segan untuk membuat Israel menyesal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement