Selasa 02 Nov 2021 10:28 WIB

Yahudi-Arab Saling Bantu Belajar Bahasa di Yerusalem

Kelompok warga Yahudi dan Arab belajar bahasa bersama untuk jembatani kesenjangan

Rep: Dwina Agustin/ Red: Christiyaningsih
 Muslimah menunggu di bawah naungan pohon zaitun untuk memulai salat Jumat di Masjid Kubah Batu di kompleks Masjid Al Aqsa di Kota Tua Yerusalem,  Jumat (10/9). Kelompok warga Yahudi dan Arab belajar bahasa bersama untuk jembatani kesenjangan. Ilustrasi.
Foto: AP/Mahmoud Illean
Muslimah menunggu di bawah naungan pohon zaitun untuk memulai salat Jumat di Masjid Kubah Batu di kompleks Masjid Al Aqsa di Kota Tua Yerusalem, Jumat (10/9). Kelompok warga Yahudi dan Arab belajar bahasa bersama untuk jembatani kesenjangan. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Sekelompok kecil orang Israel dan Palestina di Yerusalem mencoba menjembatani kesenjangan bahasa Ibrani-Arab. Mereka menggunakan metode pembelajaran yang dimodelkan yang meniru konsep kencan kilat.

Sekitar 20 siswa bertemu setiap pekan di sebuah vila abad ke-19 dan duduk bersama. Seorang Yahudi menghadap Arab dan mereka berlatih bahasa satu sama lain dengan dipandu oleh kartu yang menguraikan skenario sederhana untuk mendorong dialog.

Baca Juga

Ketika peluit berbunyi setiap 20 menit, peserta bergiliran berganti pasangan baru melintasi meja yang diatur di bawah mural warna-warni. Pertemuan ini membantu orang-orang Palestina untuk meningkatkan bahasa Ibrani yang diperlukan untuk berurusan dengan otoritas Israel dan orang-orang Yahudi untuk memperdalam pemahaman tentang bahasa Arab.

Sebagian besar warga Palestina di Yerusalem tinggal di sektor timurnya yang direbut oleh Israel dalam perang Timur Tengah 1967. Hanya bahasa Ibrani dasar yang dipelajari di sekolah-sekolah Yerusalem Timur sehingga menyulitkan warga Palestina untuk mencapai kecakapan tingkat lanjut.

"Dan itu sama untuk orang Israel. Jika mereka belajar bahasa Arab, itu bahasa Arab yang tidak bisa Anda gunakan," kata guru bahasa Ibrani, Maya Giz, mengacu pada versi bahasa klasik dan tidak umum digunakan.

Giz merupakan sosok yang memprakarsai proyek tersebut pada 2019 bersama Sahar Mukhemar, seorang instruktur olahraga Palestina dan mantan muridnya. Menurut Giz, latihan bahasa tersebut adalah perlintasan batas mental antara kedua bangsa. Dia mengatakan orang-orang Palestina dan Israel yang mengambil bagian dalam program itu berbagi rasa malu yang sama untuk berbicara dan dapat memecahkan penghalang ketakutan ini bersama-sama.

Seorang Palestina, Jamila Khouri, mengatakan belajar bahasa Ibrani dapat membantunya. Dia bisa bergaul dengan baik dalam komunitas dan menemukan peluang kerja di bidang yang baik.

Sedangkan peserta Yahudi bernama Eli Benita mengatakan pembelajaran bahasa berbicara banyak tentang koeksistensi di sebuah kota dengan ketegangan dalam konflik Israel-Palestina yang terkadang meluas menjadi kekerasan. "Saya melihat bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk mencapai semacam rutinitas kehidupan yang damai di wilayah yang kita tinggali ini," katanya.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement