Kamis 28 Oct 2021 14:43 WIB

Israel Abaikan AS Soal Pembangunan Permukiman Yahudi

Israel bergerak maju dengan rencana untuk membangun sekitar 3.000 permukiman Yahudi

Rep: Dwina Agustin/ Red: Christiyaningsih
Pemandangan permukiman Israel Elon Moreh (belakang) dilihat dari Azmout, sebuah desa di Palestina dekat Tepi Barat.Israel bergerak maju dengan rencana untuk membangun sekitar 3.000 permukiman Yahudi.
Foto: Alaa Badarneh/EPA
Pemandangan permukiman Israel Elon Moreh (belakang) dilihat dari Azmout, sebuah desa di Palestina dekat Tepi Barat.Israel bergerak maju dengan rencana untuk membangun sekitar 3.000 permukiman Yahudi.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Israel bergerak maju dengan rencana untuk membangun sekitar 3.000 rumah bagi pemukim Yahudi di Tepi Barat yang diduduki pada Rabu (27/10). Tel Aviv menentang Washington yang tidak memberikan persetujuan untuk proyek-proyek semacam itu hingga saat ini.

Seorang pejabat pertahanan Israel mengatakan forum perencanaan kantor penghubung Israel dengan Palestina memberikan persetujuan awal untuk rencana membangun 1.344 unit rumah dan keputusan final untuk proyek membangun 1.800 rumah. Kini keputusan ada di tangan Menteri Pertahanan Benny Gantz yang merupakan sosok sentris dalam pemerintahan Israel untuk menyetujui izin konstruksi yang akan dikeluarkan.

Baca Juga

"Pemerintah ini berusaha menyeimbangkan antara hubungan baiknya dengan pemerintahan Biden dan berbagai kendala politik," kata seorang pejabat senior Israel merujuk pada Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden.

Pemerintah Biden sebelumnya mengatakan sangat prihatin tentang rencana Israel untuk memajukan ribuan unit permukiman di Tepi Barat. Biden menyebut langkah-langkah seperti itu merusak prospek solusi dua negara untuk konflik Israel-Palestina dan sangat menentang perluasan pemukiman.

Seorang senior AS pejabat departemen luar negeri mengatakan Menteri Luar Negeri Antony Blinken telah membahas masalah ini dengan Gantz pada Selasa (26/10). Panggilan telepon mereka pertama kali dilaporkan oleh situs berita Axios. Berita yang mengutip pejabat Israel itu menyebut kepala diplomat AS telah menyuarakan menentang rencana permukiman.

Anggota Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina Bassam Al-Salhe mengatakan keputusan itu menunjukkan pemerintahan baru Israel yang dipimpin oleh politisi sayap kanan Naftali Bennett tidak kalah ekstrem dengan pemerintahan pemimpin sebelumnya, Benjamin Netanyahu. "Perilaku pemerintah Israel di bawah Bennett tidak kalah ekstrem dari apa yang terjadi di bawah Netanyahu," ujar Al-Salhe.

"Pemerintah AS memiliki kata-kata dan tidak ada tindakan untuk mengubah kebijakan yang telah diberlakukan oleh Trump," kata Salhe merujuk pada pemerintahan AS sebelumnya yang dipimpin Donald Trump.

Berjalan di atas tali ketegangan politik dan diplomatik, Bennett telah menghadapi panggilan dari para pemimpin pemukim untuk meningkatkan konstruksi. Proyek-proyek semacam itu kemungkinan akan disambut oleh konstituen ultranasionalisnya yang sama-sama menentang kenegaraan Palestina.

Namun seiring dengan prospek ketegangan hubungan dengan Washington, Bennett juga dapat mengasingkan partai-partai sayap kiri dan Arab dalam koalisi pemerintahan. Sebagian besar negara dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menganggap permukiman yang dibangun Israel di Tepi Barat adalah ilegal.

Israel membantah hal ini dan telah menempatkan sekitar 440 ribu warga Israel di Tepi Barat dengan alasan hubungan alkitabiah, sejarah, dan politik dengan daerah tempat tiga juta orang Palestina tinggal. Perundingan damai Israel-Palestina gagal pada 2014.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement