Rabu 27 Oct 2021 15:25 WIB

Krisis Energi di Sejumlah Negara Jadi Peluang Bagi Indonesia

Krisis energi di negara lain justru dapat mengundang investasi ke Indonesia.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Friska Yolandha
Kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Barito, Barito Kuala, Kalimantan Selatan, Rabu (1/9). Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyatakan, krisis energi yang melanda sejumlah negara di Eropa dan China, tak akan mengganggu investasi masuk ke Tanah Air.
Foto: ANTARA/Makna Zaezar
Kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Barito, Barito Kuala, Kalimantan Selatan, Rabu (1/9). Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyatakan, krisis energi yang melanda sejumlah negara di Eropa dan China, tak akan mengganggu investasi masuk ke Tanah Air.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyatakan, krisis energi yang melanda sejumlah negara di Eropa dan China, tak akan mengganggu investasi masuk ke Tanah Air. Bahkan, kondisi ini justru menjadi peluang bagi Indonesia dalam mengundang banyak investasi dari negara lain.

Ia menilai, krisis energi menyebabkan harga listrik di beberapa tersebut mahal, sehingga akan berdampak pada harga produksi. "HPP (Harga Pokok Penjualan) sebuah produk di negara itu akan naik, dampaknya, produk itu pasti biayanya lebih tinggi dipasarkan ke rakyat," ujarnya dalam konferensi pers virtual, Rabu (27/10).

Kementerian Investasi, kata dia, membangun sebuah strategi guna memanfaatkan situasi itu. "Energi kita oversupply sekarang. Data PLN untuk Jawa-Bali kita oversuppply 2.300 MW. Maka ini kesempatan kita meminta perusahaan-perusahaan yang ada di negara itu segera relokasi ke Indonesia," kata Bahlil.

Melalui relokasi ke Indonesia, HPP produk yang negara-negara itu produksi bisa ditekan karena harga listriknya tidak setinggi negara yang terkena krisis energi. Maka, biaya produksi menjadi lebih rendah dan produknya lebih kompetitif.

Bahlil melanjutkan, banyak negara yang bersikap sok atau sombong mengenai energi ramah lingkungan. Berbagai negara yang tadinya melarang penggunaan batu bara dan energi fosil, kini kembali menggunakannya karena dilanda krisis energi.

"Negara-negara sahabat kita yang lain, yang jauh-jauh di sana itu kadang-kadang merasa sok tentang green energy. Padahal mereka juga sekarang, negara-negara yang katanya nggak boleh pakai batu bara, nggak boleh pakai fosil, sekarang mereka krisis energi bikin lagi batu bara," ujar dia.

Maka, tegas Bahlil, Indonesia boleh mengikuti perkembangan dunia, tapi jangan terlalu banyak terbawa. "Jangan terlalu banyak menari di gendang orang. Kita negara berdaulat, tapi juga kita dorong konsep global tentang green energy," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement