Rabu 27 Oct 2021 10:10 WIB

Prancis Berencana Tutup 7 Masjid dan Asosiasi Muslim

Prancis menyebut masjid dan asosiasi Muslim berhaluan radikal

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Nashih Nashrullah
Prancis menyebut masjid dan asosiasi Muslim berhaluan radikal. Ilustrasi seorang polisi berjaga di depan Masjid Agung Paris, Prancis.
Foto: Reuters
Prancis menyebut masjid dan asosiasi Muslim berhaluan radikal. Ilustrasi seorang polisi berjaga di depan Masjid Agung Paris, Prancis.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS – Pemerintah Prancis berencana kembali menutup tujuh masjid dan asosiasi pada akhir tahun ini. 

Menteri Dalam Negeri Prancis, Gerald Darmanin, menyebut mereka yang ditutup diduga mempromosikan Islamisme radikal.

Baca Juga

Darmanin juga menyambut baik keputusan menutup sebuah masjid di kota Allonnes selama enam bulan, dengan alasan membela Islam radikal. Rekening bank pengelola masjid juga disita.

Tak hanya itu, dia menambahkan sejauh ini 13 asosiasi telah ditutup di negara itu, sejak Presiden Emmanuel Macron menjabat.

Dilansir di Anadolu Agency, Rabu (27/10), 92 dari 2.500 masjid di negara tersebut telah ditutup akibat pemeriksaan yang dilakukan otoritas terkait.

Darmanin mengatakan sejak September 2020, izin tinggal 36 ribu orang asing telah dibatalkan dengan alasan orang-orang tersebut mengancam ketertiban umum. 

Pada Agustus lalu, otoritas konstitusional tertinggi Prancis menyetujui undang-undang “anti-separatisme” yang kontroversial. RUU ini menuai kritik karena menyudutkan Muslim, dan akhirnya hanya menghapus dua pasalnya.

RUU itu disahkan oleh Majelis Nasional pada bulan Juli, meskipun ada tentangan kuat dari anggota parlemen sayap kanan dan kiri.

Pemerintah mengklaim undang-undang tersebut dimaksudkan untuk memperkuat sistem sekuler Prancis. Tetapi, para kritikus meyakini undang-undang itu membatasi kebebasan beragama dan meminggirkan umat Islam.

RUU tersebut juga dikritik karena menargetkan komunitas Muslim Prancis yang terbesar di Eropa, dengan 3,35 juta anggota komunitas. RUU ini juga memberlakukan pembatasan pada banyak aspek kehidupan mereka.

Undang-undang mengizinkan pejabat campur tangan di masjid dan asosiasi yang bertanggung jawab atas administrasi mereka, serta mengontrol keuangan asosiasi dan LSM yang berafiliasi dengan Muslim.

Tak hanya itu, aturan tersebut juga membatasi pilihan pendidikan Muslim dengan membuat homeschooling yang tunduk pada izin resmi.

Berdasarkan undang-undang yang sama, pasien dilarang memilih dokter berdasarkan jenis kelamin karena alasan agama atau alasan lain. Di sisi lain, 'pendidikan sekularisme' diwajibkan bagi semua pegawai negeri.

Prancis menuai kritik dari organisasi internasional dan LSM, terutama PBB, karena menargetkan dan meminggirkan Muslim dengan hukum. 

 

Sumber: anadolu

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement