Senin 25 Oct 2021 20:06 WIB

Menimbang Matang Pembukaan Jalur Wisata ASEAN

Pakar ingatkan tidak semua negara ASEAN miliki respons penanganan Covid-19 yang baik.

Foto udara Pantai Melasti di Badung, Bali, Kamis (14/10/2021). Pemerintah resmi membuka kembali Pulau Bali untuk kunjungan wisatawan mancanegara dari 19 negara dengan sejumlah persyaratan diantaranya telah mendapatkan vaksin COVID-19 lengkap serta memiliki asuransi kesehatan yang menanggung penanganan COVID-19 senilai minimal 100.000 dollar AS.
Foto: ANTARA/Fikri Yusuf
Foto udara Pantai Melasti di Badung, Bali, Kamis (14/10/2021). Pemerintah resmi membuka kembali Pulau Bali untuk kunjungan wisatawan mancanegara dari 19 negara dengan sejumlah persyaratan diantaranya telah mendapatkan vaksin COVID-19 lengkap serta memiliki asuransi kesehatan yang menanggung penanganan COVID-19 senilai minimal 100.000 dollar AS.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dian Fath Risalah

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendorong para pemimpin ASEAN agar mempercepat pemulihan ekonomi seiring penurunan kasus Covid-19 yang mencapai hingga 14 persen di kawasan ini. Menurut Jokowi, percepatan pemulihan ekonomi salah satunya dapat dilakukan dengan melakukan reaktivasi perjalanan yang aman, termasuk untuk pariwisata.

Baca Juga

Menanggapinya, Juru Bicara (Jubir) Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan solidaritas antar negara ASEAN dalam penanganan Covid dapat mempercepat pemulihan ekonomi di kawasan. Terlebih penanganan dan pengendalian Covid di kawasan di Asia Tenggara selama ini juga telah memberi pengalaman bagi tiap negara dan masyarakatnya untuk dapat beraktivitas ekonomi yang aman Covid-19.

"Vaccinated Travel Line yang diikuti dengan prokes 3M yang disiplin dapat memberikan perlindungan bagi pelaku perjalanan internasional di kawasan ASEAN," kata Wiku kepada Republika, Senin (25/10).

Dikonfirmasi terpisah, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengatakan, situasi Covid-19 relatif terkendali, tapi bukan tidak mungkin akan terjadi lonjakan kasus. "Situasi Covid kan saat ini indikatornya sudah terkendali. Seperti angka positif di bawah 5 persen, kematian di bawah angka 50, kasus BOR 5 persen. PPKM sebagian sudah pada level 2 dan 3," tutur Nadia.

Nadia mengatakan, mempertahankan capaian Indonesia menurunkan kasus menjadi penting. Pasalnya dari sebuah jurnal ilmiah internasional mengungkapkan bahwa gelombang Covid-19 tidak hanya terjadi sekali namun bisa berkali-kali.

“Apa yang sudah kita capai sekarang ini harus kita tetap harus pertahankan dikarenakan kita tahu dari hasil sebuah jurnal ilmiah itu sudah dikatakan bahwa gelombang daripada pandemi Covid ini tidak cukup hanya sekali. Jadi daripada pola epidemiologi Covid-19 ini dia akan menimbulkan beberapa kali gelombang sebelum akhirnya kasusnya betul-betul bisa terkendali,” kata Nadia.

Terlebih, sambung Nadia, sudah banyak negara yang kini sedang mengalami gelombang ketiga Covid-19. “Kita bisa melihatnya banyak negara saat ini juga sudah terjadi gelombang ketiga seperti di Amerika, Inggris, maupun Israel, maupun beberapa negara Eropa. Tentunya kalau melihat hal ini, mungkin kita juga akan terjadi gelombang ketiga,” tuturnya.

“Tentunya kita harus bersiap diri. Artinya bagaimana kemudian kalaupun terjadi peningkatan kasus tidak seperti yang kita alami di bulan Juni kemarin. Upaya yang kita lakukan adalah tetap mengupayakan bagaimana kesehatan tetap kita jalankan walaupun kita pergerakan bertambah dikarenakan berbagai aktivitas yang sudah mulai kita lakukan,” tambah Nadia.

Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengingatkan bahwa pandemi belumlah mereda dan saat ini masih dalam masa yang rawan. "Covid belum mereda. Pandemi belum selesai dan dalam masa yang rawan saat ini, menuju untuk kawasan ASEAN menghadapi ancaman gelombang ketiga," kata Dicky kepada Republika, Senin (25/10).

Bahkan dalam minggu terakhir ini, ada beberapa negara yang sebagian kasus menunjukkan tren peningkatan. Walaupun di sebagian negara masih menunjukan penurunan, namun itu pun di tengah kapasitas testing yang beragam.

"Kualitas dan kuantitas testing yang tidak setara di kawasan ASEAN fan pada di tren menurun, testing tidak kuat seperti pada tren yang meningkat. Ini mengkhawatirkan," ujarnya.

Sehingga, seharusnya kondisi di ASEAN sebenarnya masih dalam kondisi harus siaga. "Bila melihat situasi ini, maka cara membuka perjalanan harus sangat hati-hati dilakukan dan perlu ada koridor yang dibangun," tegasnya.

Koridor yang dibangun pun tdak langsung semua, namun pada wilayah yang respons kondisi pandeminya kuat pondasi. "Misal Bali-Singapura, Bali-Phuket itu koridor yang mulai dijajaki. Kalau keseluruhan masih harus tetap hati-hati diterapkan dan relatif terbatas. Karena beragamnya kondisi pengendalian pandemi," terangnya.

Koridor selanjutnya yakni, cakupan vaksinasi Covid-19 harus lengkap. Hal ini, menurut Dicky, bertolak belakang dengan pencapaian vaksinasi di Indonesia.

"Cakupan (vaksinasi) ini masih PR. Yang sudah mencapai 60 persen hanya satu dua negara di ASEAN. Dan kita (Indonesia) belum mencapai itu. Dan itu rawan. Jadi pembukaan itu juga harus lihat cakupan vaksin lengkap," tegasnya lagi.

Berdasarkan data per Ahad (24/10), total pertambahan kasus di negara ASEAN sebanyak 30.222. Thailand menempati posisi paling atas dengan jumlah kasus Covid-19 bertambah sebanyak 9.351 kasus infeksi Covid-19, disusul Malaysia sebanyak 5.666 kasus dan Filipina dengan 5.279 kasus.

Dikonfirmasi terpisah, Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiolog Indonesia (PAEI) Masdalina Pane mengatakan, para pelancong dari negara Singapura dan China masih belum aman. Bahkan, beberapa negara Eropa pun masih mengalami tren peningkatan Covid-19, seperti Inggris, Jerman, Rusia China, Belgia, Slovenia, Polandia dan Republik Ceko.

Menurutnya, perjalanan internasional sebenarnya tidak masalah, karena yang terpenting adalah pelaksanaan proses karantina yang benar. "Dites 3 kali, dikarantina 1 kali masa inkubasi terpanjang untuk wilayah terdampak berat. Untuk wilayah terkendali bisa mengikuti protokol lebih longgar," jelasnya.

Sebelumnya, Jokowi mengatakan, berdasarkan catatan UN-World Tourism Organization, tingkat pembatasan di Asia Tenggara merupakan yang tertinggi di dunia yakni mencapai 82 persen. Presiden menilai, dengan situasi Covid-19 yang semakin terkendali saat ini, maka pembatasan tersebut bisa dikurangi dan mobilitas dapat dilonggarkan kembali, namun tetap harus menjamin keamanan dari risiko penularan Covid-19.

Ia pun mendorong agar ASEAN Travel Corridor Arrangement Framework yang digagas oleh Indonesia setahun yang lalu dapat segera diimplementasikan. Selain itu, pengakuan sertifikat vaksin di kawasan termasuk interoperability sistem vaksin harus segera dilakukan.

photo
Daftar Negara Boleh Masuk RI - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement