Kamis 21 Oct 2021 10:47 WIB

Prokes Menuju Endemi: Tetap Bermasker Walau Sudah Vaksin

Ancaman virus Covid-19 dirasa masih akan terjadi beberapa waktu ke depan.

Dalam Dialog Produktif Media Center Forum Merdeka Barat 9 (FMB 9) - KPCPEN, terkait 'Prokes Menuju Endemi: Tetap Berasker Walau Sudah Vaksin'.
Foto: Istimewa
Dalam Dialog Produktif Media Center Forum Merdeka Barat 9 (FMB 9) - KPCPEN, terkait 'Prokes Menuju Endemi: Tetap Berasker Walau Sudah Vaksin'.

REPUBLIKA.CO.ID, Meski secara umum penyebaran dan penanganan terkendali, pemerintah masih terus berupaya menurunkan kasus Covid-19 di seluruh pelosok. Ancaman virus yang dirasa masih akan terjadi beberapa waktu ke depan, menjadikan berbagai strategi dilakukan dengan matang.

Memasuki masa transisi Covid-19 dari pandemi menjadi endemi, pemerintahpun menguatkan upaya perlindungan kesehatan masyarakat dari hulu ke hilir. Percepatan vaksinasi, tetap menjaga disiplin protokol kesehatan (Prokes), penguatan testing, tracing, treatment (3T), serta pemanfaatan teknologi informasi oleh masyarakat secara luas, terus digencarkan.

Dalam Dialog Produktif Media Center Forum Merdeka Barat 9 (FMB 9) - KPCPEN, belum lama ini, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan  Kependudukan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Agus Suprapto, menjelaskan, terdapat tiga tahapan pandemi Covid-19 menuju endemi.

 

 

photo
Seorang pria menerima satu dosis vaksin Sinovac COVID-19 selama kampanye vaksinasi yang diselenggarakan oleh Polri dan TNI di Mabes Polri di Depok, Jawa Barat, Indonesia, 20 Oktober 2021. - (EPA-EFE/MAST IRHAM)

 

Pada tahap persiapan, upaya preventif dikatakannya harus dikuatkan. Misalnya perilaku prokes yang sudah melekat atau tertanam (embed), vaksinasi lebih dari 70 persen, serta penggencaran 3T oleh petugas-petugas yang kompeten.

Kemudian tahap transisi, di mana jumlah kasus terkendali dan angka kematian dapat ditekan. “Pada tahap ini, kehidupan kita masuk grey area (area abu-abu, tidak pasti), semua demi menjaga prokes dan hidup berdampingan dengan Covid-19,” ujar Agus dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, Kamis (21/10).

Ketiga adalah tahap endemi. “Tahap endemi adalah setelah semua terkontrol dan harapannya, semua jadi lebih baik,” ujar dia.

Endemi, menurutnya, tidak hanya untuk Indonesia, namun juga dunia internasional. Dia mengatakan, dengan persiapan dan transisi yang baik, maka dapat bersama-sama dan serentak menuju ke tahap tersebut.

Agus optimis, bila angka kasus semakin turun, tidak terjadi gelombang ketiga pada akhir tahun, serta situasi tetap terkendali seperti saat ini, maka tahun depan ekonomi dapat pulih dan tumbuh di atas 5 persen. “Saat ini, kita harus terus bangun suasana optimis,” tegasnya.

Memasuki November-Desember, menurutnya, terdapat kemungkinan menurunnya imunitas warga yang mendapatkan vaksinasi pada awal tahun. Karena itu, kegiatan masyarakat selama Nataru (Natal dan Tahun Baru) harus disertai disiplin Prokes dan kehati-hatian.

“Virus ini menguji endurance (ketahanan) kita semua untuk tetap disiplin Prokes, serta bersama-sama mendorong upaya 3T,” ujar Agus.

Tidak dapat dipungkiri, masyarakat memang harus selalu diingatkan bahwa meski telah melandai, tapi pandemi belum selesai. Pembukaan kembali aktivitas masyarakat, bukan berarti ada pelonggaran pada Prokes. Hal ini ditekankan oleh Kepala Bidang Penanganan Kesehatan Satgas Covid-19 Alexander Ginting.

Dia menegaskan, cakupan vaksinasi harus terus dikejar sebelum libur akhir tahun, agar jangan sampai ada kelompok rentan yang tertinggal upaya vaksinasi. Selain itu, penertiban mobilitas baik dalam negeri maupun yang dari luar negeri, penguatan peran pemerintah daerah hingga desa dan kelurahan, serta penggunaan aplikasi digital untuk filtrasi, harus dilakukan secara terintegrasi guna mempertahankan pencapaian yang telah didapatkan.

“Ini jadi tugas bersama. Masyarakat bukan semata-mata sebagai obyek melainkan subyek yang harus berjuang bersama. Jadi ini adalah perjuangan semesta melawan bencana biologis berupa virus,” papar Alexander.

Menurutnya, sebagai upaya mengendalikan pandemi menjadi endemi, terdapat 2 gerakan yang dapat dilakukan. Gerakan defensif berupa ikhtiar menurunkan laju penularan, serta gerakan ofensif yakni meningkatkan kapasitas respon melalui penguatan 3T. Untuk itu, gerakan maskerisasi agar masyarakat terus memakai masker dengan benar, harus tetap digaungkan dan tidak boleh berhenti. 

Campaign Director Gerakan Pakai Masker, Fardila Rachmilliza juga menegaskan hal yang sama. “Masyarakat harus terus diingatkan untuk memakai masker meskipun sudah divaksin, apalagi yang belum. Kita ingatkan fakta, bahwa disiplin memakai masker menurunkan risiko penularan hingga 80 persen dan vaksinasi lengkap bisa menurunkan risiko kematian 73 persen,” ujarnya. 

Menurutnya, memakai masker sama seperti memakai baju, sehingga harus selalu dikenakan saat bertemu orang lain. “Penurunan level PPKM yang membuka pelonggaran ini harus diiringi Prokes ketat, kalau perlu, lakukan tes swab antigen sebelum berkumpul,” kata Dilla.

Kewaspadaan memang tidak boleh ditanggalkan. Founder & CEO Young on Top (YOT), Director Kejora-SBI Orbit Indonesia, Billy Boen, mengungkapkan, bahwa jangan sampai masyarakat berpikir pandemi telah usai kemudian  mengendorkan perlindungan kesehatan.

Dia berharap, semua orang terutama anak muda yang menjadi mayoritas penduduk Indonesia, tetap peduli dan mendukung program-program pemerintah dalam penanganan pandemi, karena  ancaman munculnya gelombang ketiga masih ada di sekitar kita.

Masa pandemi, menurut Billy, memang menyulitkan sebagian pelaku usaha. Namun ada juga yang mendapatkan kemudahan, seperti mereka yang bergerak dalam sektor digital. Kepada para pelaku usaha agar dapat bertahan di masa transisi, Billy memberikan saran.

“Jaga keuangan, siapkan dana darurat. Selain itu, digitalitasi. Bidang apa pun, baik jasa maupun produk harus masuk ke ranah digital,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement