Selasa 28 Sep 2021 19:16 WIB

Bank Dunia: Pemulihan Ekonomi di Asia Timur-Pasifik Mundur

Tercatat sebanyak 24 juta penduduk tidak dapat lepas dari kemiskinan pada 2021.

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Ilustrasi Pertumbuhan Ekonomi
Foto: pixabay
Ilustrasi Pertumbuhan Ekonomi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Timur dan Pasifik (EAP) tumbuh 2,5 persen. Adapun proyeksi ini lebih rendah dua poin dibandingkan pada April 2021.

Wakil Presiden Bank Dunia Asia Timur dan Pasifik Manuela Ferro mengatakan, pada 2022 kawasan EAP berhasil mengendalikan Covid-19 ketika kawasan lainnya di dunia sedang berjuang. Hal ini mengingat peningkatan angka Covid-19 pada 2021 mengurangi prospek pertumbuhan 2021. 

Baca Juga

“Namun demikian, kawasan ini muncul secara lebih kuat dari krisis sebelumnya dan dengan kebijakan yang tepat, dapat melakukannya kembali, sehingga pemulihan ekonomi negara-negara berkembang di Asia Timur dan Pasifik kini berubah," ujarnya saat diskusi virtual update ekonomi Asia Timur dan Pasifik, Selasa (28/9).

Berdasarkan laporan tersebut juga menunjukkan, negara-negara kawasan EAP mengalami penurunan tenaga kerja dan partisipasi tenaga kerja. Tercatat sebanyak 24 juta penduduk tidak dapat lepas dari kemiskinan pada 2021.

“Kerusakan akibat melonjaknya kembali dan bertahannya Covid-19 kemungkinan akan menghambat pertumbuhan dan menambah kesenjangan selama jangka panjang. Kegagalan dari perusahaan-perusahaan yang seharusnya sehat menyebabkan hilangnya aset tak berwujud yang berharga, sedangkan perusahaan-perusahaan yang masih bertahan menunda investasi yang produktif,” ungkapnya.

Dia menyebut, perusahaan-perusahaan yang lebih kecil mengalami dampak terparah. Meskipun sebagian besar perusahaan menghadapi kesulitan, perusahaan-perusahaan yang lebih besar kemungkinan mengalami penurunan lebih kecil dalam penjualan mereka. 

“Perusahaan-perusahaan ini kemungkinan besar mengadopsi teknologi canggih dan menerima dukungan dari pemerintah,” ucapnya.

Ekonom Utama Asia Timur dan Pasifik Aaditya Mattoo menambahkan, sektor rumah tangga juga mengalami kesulitan, khususnya rumah tangga miskin, mereka memiliki kemungkinan lebih besar kehilangan penghasilan, mengalami kerawanan pangan lebih besar, memiliki anak-anak yang tidak ikut serta dalam kegiatan pembelajaran, dan terpaksa menjual aset-aset terbatas yang mereka miliki.

Akibatnya, bertambahnya stunting, pengikisan modal manusia dan hilangnya aset-aset yang produktif akan menghambat penghasilan dari rumah tangga tersebut pada masa depan. “Meningkatnya kesenjangan antar perusahaan juga dapat meningkatkan kesenjangan antar pekerja,” ucapnya.

Menurutnya, strategi yang komprehensif dibutuhkan untuk mendorong pertumbuhan dan memastikan pertumbuhan yang inklusif. Laporan ini mengidentifikasi penyebaran teknologi yang dipercepat sebagai kemungkinan sisi positif dari krisis yang dapat mendorong produktivitas, mendemokratisasi pendidikan dan mentransformasi lembaga-lembaga negara.

Namun, reformasi yang saling melengkapi juga penting. Hal ini dapat melengkapi perusahaan-perusahaan dengan keterampilan penerapan teknologi dalam usaha mereka harus disertai dengan keterbukaan dalam perdagangan dan investasi, serta dengan kebijakan persaingan usaha yang memperkuat dorongan bagi perusahaan-perusahaan untuk mengadopsi teknologi baru.

“Implementasi reformasi yang sudah lama tertunda bidang pendidikan untuk meningkatkan kualitas pengajaran dan relevansi kurikulum dapat memastikan akses yang lebih luas ke manfaat teknologi pembelajaran baru,” ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement