Selasa 28 Sep 2021 12:47 WIB

Usulan Pemilu 15 Mei Dikhawatirkan Kacaukan Tahapan Pilkada

Luqman menilai pemerintah sekarang khawatir ada capres-cawapres terpilih pada Maret.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Agus raharjo
Wakil Ketua Komisi II DPR Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Luqman Hakim.
Foto: Istimewa
Wakil Ketua Komisi II DPR Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Luqman Hakim.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi II DPR, Luqman Hakim mengaku pihaknya khawatir usulan pelaksanaan coblosan pemilu pada 15 Mei 2024 mengacaukan tahapan pilkada. Usulan tanggal 15 Mei untuk Pemilu 2024 berasal dari pemerintah.

Menurut Luqman, penyelesaian sengketa pemilu oleh Mahkamah Konstitusi (MK) diprediksi baru tuntas pada pertengahan Agustus 2024. "Jika ini yang terjadi, kita harus bersiap menghadapi kekacauan tahapan Pilkada 2024 dan sangat mungkin berdampak Pilkada serentak November 2024 gagal dilaksanakan," kata Luqman dalam keterangan tertulisnya kepada Republika.co.id, Selasa (28/9).

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini meminta pemerintah belajar dari Pemilu 2019. Saat itu coblosan Pemilu 2019 dilakukan 17 April 2019. KPU menetapkan rekapitulasi hasil Pemilu pada 21 Mei 2019. "Artinya, penetapan rekapitulasi Pemilu 15 Mei akan dilakukan sekitar tanggal 20 Juni 2024," katanya.

Kemudian penyelesaian sengketa hasil Pemilu 2019 oleh MK baru rampung 100 persen Agustus 2019 atau sekitar tiga bulan dari penetapan rekapitulasi hasil pemilu, atau 4 bulan setelah coblosan. Luqman mengingatkan UU yang dipakai dasar Pemilu 2019 dan 2024 sama.

 

"Tidak ada perubahan sedikitpun. Artinya, alur dan waktu Pemilu 2019 akan berulang pada Pemilu 2024," tegasnya.

Anggota Fraksi PKB di DPR ini menilai kepentingan utama pemerintah mematok 15 Mei 2024 sebagai hari coblosan Pemilu, yakni agar penetapan pasangan capres-cawapres terpilih tidak terlalu jauh dari habisnya periode Presiden Jokowi 20 Oktober 2024. Menurutnya, hal itu membuat 'kekuatan dari kekuasaan' pemerintah sekarang masih kokoh sampai hari-hari akhir masa periode.

"Nampaknya pemerintah khawatir, jika coblosan dilaksanakan 21 Februari 2024 maka sudah akan ada pasangan capres-cawapres terpilih di sekitar bulan Maret 2021 (dengan asumsi Pilpres hanya satu putaran). Kehadiran capres-cawapres terpilih, mungkin dianggap akan mengganggu efektifitas pemerintah yang akan berakhir 20 Oktober 2024," ujarnya.

Menurutnya pertimbangan itu bisa dikesampingkan. Selama capres-cawapres terpilih belum dilantik oleh MPR sebagai Presiden/Wakil Presiden RI 2024-2029, pemerintah yang dipimpin Presiden Jokowi tetap sah dan tidak berkurang sedikitpun kekuasaannya untuk menjalan berbagai program dan kegiatan.

Dirinya berharap agar simulasi pemerintah yang menginginkan coblosan Pemilu 15 Mei 2024 tidak dijadikan rangkaian strategi pihak tertentu untuk menggagalkan pelaksanaan pemilu dan pilkada serentak 2024. Ia juga berharap dalam waktu dekat, KPU setelah berkonsultasi kepada DPR dapat memutuskan tanggal coblosan Pemilu 2024 yang paling rasional.

"Sehingga Pemilu dan Pilkada November 2024 dapat dilaksanakan secara demokratis dan bermartabat," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement