Jumat 24 Sep 2021 11:29 WIB

Melanggar Konstitusi, Presiden Tunisia Dituntut Mundur

Presiden Kais Saied dinilai telah membawa Tunisia ke arah rezim tirani.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden Tunisia Kais Saied mengacungkan tinjunya ke orang-orang yang melihat saat dia berjalan di sepanjang jalan Bourguiba di Tunis, Tunisia, Minggu, 1 Agustus 2021.
Foto: AP/Slim Abid/Tunisian Presidency
Presiden Tunisia Kais Saied mengacungkan tinjunya ke orang-orang yang melihat saat dia berjalan di sepanjang jalan Bourguiba di Tunis, Tunisia, Minggu, 1 Agustus 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, TUNIS -- Politikus di Tunisia mendorong agar Presiden Kais Saied dicopot dari jabatannya. Desakan ini merupakan upaya untuk mencergah kudeta melawan konstitusi dan awal kembalinya negara itu ke tirani.

Permintaan mundur itu mengikuti penangguhan Saied atas sebagian besar pasal konstitusi. Presiden juga telah membekukan Parlemen. "Deklarasi presiden berarti penarikan resmi dari lingkaran konstitusional di mana dugaan gerakan dan pengungkapan kudeta terjadi secara terang-terangan," ujar politisi Habib Khader.

Baca Juga

Menurut pejabat senior gerakan Ennahda, Mohamed Al-Qumani, perintah presiden 117 pada 2021 menempatkan Saied dalam posisi kudeta yang terang-terangan dan otokrasi absolut. "Ini mendorong Tunisia ke zona berisiko tinggi dan melibatkannya dalam tindakan yang mewah dalam memperebutkan legitimasi," katanya.

Salah satu rekan senior Qumani di Ennahda, Samir Dilou, mengatakan bahwa 22 September 2021 menandai hari Tunisia berpindah dari pemerintahan demokratis ke otokrasi. Tunisia yang awalnya memiliki otoritas yang sah ke otoritas de facto.

"Dengan menyetujui penangguhan konstitusi dan pembubaran otoritas sementara untuk mentaur konstitusionalitas hukum, Saied telah kehilangan legitimasi konstitusionalnya dan telah menjadi penjahat. Semua kekuatan aktif negara memiliki kewajiban untuk mengisolasi dia," ujar Dilou.

Sedangkan pemimpin Partai Heart of Tunisia, Osama Al-Khelaifi, menyatakan hanya ada satu konstitusi di Tunisia yang disumpah oleh semua orang. Setiap penyimpangan darinya dan ketentuannya adalah penyimpangan dari legitimasi.

"Kami tidak akan mengakui keputusan apa pun di luar konstitusi setelah hari ini. Entah kita kembali ke jalur konstitusional jauh dari penipuan dan penipuan, atau kita akan mengumumkan akhir legitimasi," ujar Al-Khelaifi.

Anggota parlemen Independen Ayachi Zamal bersikeras bahwa diam bukan lagi pilihan. “Jangan tinggal diam menghadapi tuduhan yang mempengaruhi rakyat kita, atau mengenai absurditas yang terjadi di Tunisia, pelanggaran hukum, pelanggaran konstitusi, dan serangan terhadap hak dan martabat individu. Mereka yang diam dalam masalah ini takut karena mereka korup atau mereka tetap diam karena mereka pengecut dan oportunis," katanya. D

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement