Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Syahrial, S.T

Komitmen Guru Tanpa Batas, Melenting Selama Pandemi

Guru Menulis | Thursday, 23 Sep 2021, 14:26 WIB
Dokumen pribadi

Sebelum pandemi para guru sudah terbiasa mengajar tatap muka langsung dengan siswanya. Tiba-tiba datang pandemi Covid-19, semua berubah. Guru tetap harus mengajar, tetapi tidak bisa menatap langsung para siswanya, harus lewat media perantara, yaitu secara online. Tentunya tanpa persiapan tiba-tiba harus mengajar secara online, ini bukan perkara yang mudah.

Dalam menghadapi problematika pembelajaran online, para guru harus beradaptasi dengan teknologi informasi sehingga bisa bertahan di masa pandemi. Upgrade kemampuan/skill ini bertujuan untuk mengoptimalkan pembelajaran bagi semua siswanya. Tidak mudah memang bagi guru untuk beradaptasi dengan kondisi yang baru ini, apalagi bagi guru senior yang kebanyakan gagap teknologi. Sementara tuntutan untuk tetap mengajar selalu membebani mereka, sehingga keadaan menjadi semakin sulit. Untuk mengatasi semua itu diperlukan resiliensi.

Apa itu resiliensi? Resiliensi adalah kemampuan seseorang untuk bangkit kembali (istilah psikologinya: melenting) ketika mengalami desakan mundur, atau kegagalan. Walaupun ada perbedaan resiliensi antara setiap individu, namun ada satu komponen yang menentukan seseorang bangkit (melenting) dari ‘kemunduran’ atau ‘kegagalan’ nya, yaitu : antisipasi bentuk tantangan yang akan datang.

Resiliensi dibutuhkan untuk membantu seseorang dalam menghadapi dan mengatasi situasi sulit serta dapat digunakan untuk mempertahankan serta meningkatkan kualitas hidup. Seseorang yang resilien mempunyai kemampuan untuk meregulasi emosi, mengendalikan impuls, optimisme, memiliki empati, dapat menganalisis penyebab masalah, efikasi diri, serta mampu meningkatkan aspek positif.

Dalam konteks pandemi, seorang guru dituntut untuk memiliki kemampuan bertahan atau tidak mudah menyerah saat keadaan sulit. Justru kondisi pandemi ini membuat guru menjadi pribadi yang sehat secara mental untuk menantang diri sendiri agar dapat mengatasi kondisi yang menyulitkan dan bahkan mungkin sedikit traumatis. Dengan demikian guru yang resilien adalah guru yang memiliki kepribadian yang matang, tangguh dan mampu menghadapi masalah dengan gigih dan tetap kreatif. Guru yang resilien akan dapat mendidik siswanya agar mampu menghadapi stres dan trauma serta menjadi pribadi yang bahagia.

Selama bertahan dan bangkit dari kondisi sulit pada masa pandemi ini, ada beberapa tahapan yang harus dilewati guru sebelum menuju new normal. Tahapan yang pertama adalah masa ketidakpastian, dimana pada masa ini setiap orang mengalami keterkejutan dan terhenyak karena secara tiba-tiba harus menghentikan segala macam kegiatan di luar rumah. Bekerja, belajar dan beribadah di rumah. Sementara tidak ada seorang pun yang dapat memberikan jawaban pasti kapan akan pandemi ini berakhir.

Tahapan yang kedua adalah adanya disrupsi atau kekhawatiran bahwa situasi ini akan semakin parah. Sedikit banyak setiap individu mengalami kecemasan dan kegelisahan karena tidak mengerti kapan akan berakhirnya kondisi pembatasan seluruh kegiatan karena bahaya virus yang kian hari semakin mengancam jiwa. Sementara uji klinis pada vaksin yang akan digunakan untuk melawan virus Covid-19 ini masih harus menunggu waktu yang sangat lama.

Tahapan yang ketiga adalah masa adaptasi, dimana situasi sudah mulai dapat dikendalikan walaupun jumlah pasien yang positif covid-19 bertambah. Hal tersebut dikarenakan banyak pula pasien yang sembuh dan dapat kembali ke keluarga mereka masing-masing dengan kebiasaan menjaga kesehatan, berolahraga, mencuci tangan setiap kali akan melakukan aktivitas dan setelah melakukan aktivitas dan mempergunakan masker apabila melakukan aktivitas di luar rumah. Diyakini bahwa tindakan-tindakan tersebut dapat menghentikan penyebaran virus dan menyelamatkan diri dari terserang penyakit yang dapat mematikan ini.

Tahapan yang terakhir atau keempat disebut sebagai masa kelaziman baru atau new normal. Istilah tersebut merujuk pada tatanan, kebiasaan dan perilaku yang baru berbasis pada adaptasi untuk membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat. Sejumlah kebiasaan baru dan perubahan yang wajib dilakukan adalah bertujuan agar produktifitas berangsur-angsur dapat meningkat namun tetap aman dan terlindungi.

Dalam menjalani tahapan-tahapan di atas, guru yang tuntutan utamanya mengajar dan mendidik siswa membutuhkan sarana untuk mendukung pencapaian tugasnya. Teknologi informasi dan komunikasi adalah salah satu komponen penting yang harus dikuasai guru untuk tetap bertahan selama pandemi ini. Sebegitu besar potensi teknologi mendukung pembelajaran, namun di awal perjalanannya akan terasa sangat panjang. Untuk mengenali tingkat kematangan seseorang dalam memanfaatkan teknologi dapat dengan menggunakan kerangka Substitution, Augmentation, Modification, dan Redefinition (SAMR).

Pada tingkat substitution, guru menggunakan teknologi baru untuk kegiatan pembelajaran yang sama persis dengan ketika teknologi tersebut belum diadopsi. Di tingkat augmentation, guru sudah mulai menggunakan teknologi baru untuk kegiatan pembelajaran yang serupa dengan ketika teknologi tersebut belum diadopsi. Tetapi teknologi baru ini sekarang digunakan agar kegiatan tersebut lebih intensif. Lanjut di tingkat modification, guru sudah menggunakan teknologi baru untuk kegiatan pembelajaran yang sudah dimodifikasi cukup jauh dibanding versi sebelumnya. Terakhir di tingkat redefinition, pada tingkat ini guru telah mengaplikasikan teknologi baru untuk kegiatan pembelajaran yang tidak mungkin bisa diselenggarakan tanpa teknologi baru tersebut.

Keterampilan mengajar pun berbeda di tiap tingkatnya. Di tingkat augmentation, guru mulai meningkatkan kualitas materi ajar, meningkatkan jumlah produksi materi ajar, dan menghargai murid yang mampu belajar mandiri. Di tingkat modification, guru telah mendorong siswa untuk : mandiri dalam memahami materi ajar dan aktif bertanya dan berpendapat. Sedangkan di tingkat tertinggi redefinition, guru telah mampu mendorong siswa untuk membuat projek dan networking dengan kolaborator.

Dengan mengintegrasikan teknologi dan kemampuan non teknis ke dalam kelas guru dapat menginspirasi kolaborasi, komunikasi, pemikiran kritis, dan kreativitas siswanya sehingga hasil kegiatan belajar mengajar lebih jitu dan berdampak besar. Sungguh kesemuanya itu membutuhkan komitmen tanpa batas bagi seorang guru, agar tugas di pundaknya untuk mencerdaskan anak bangsa dapat terlaksana dengan baik.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image