Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rhizal Muhammad

Di balik komitmen yang berdedikasi, ada sebuah harapan

Lomba | Wednesday, 22 Sep 2021, 19:29 WIB

Oleh: Rhizal Muhammad Nur Islam, S.Pd

Pendidikan merupakan salah satu indikator sejauh mana suatu negara itu dapat mencapai taraf hidup yang sejahtera, tidak hanya itu saja pendidikan juga menjadi potret dalam membentuk generasi kelak, apakah akan menjadi generasi yang unggul, siap berdaya saing, tangguh, berpikir visioner atau malah sebaliknya? Tentu yang sangat diharapkan adalah generasi ke depan ini akan menjadi generasi yang berkualitas. Berkualitas bagi dirinya dan juga berkualitas bagi bangsanya.

Hadirnya covid-19 menjadi ujian tersendiri dalam dunia pendidikan kali ini, perjuangan yang dilalui dengan penuh perhatian dan penanganan yang terukur. Guru yang awalnya hanya membutuhkan papan tulis, spidol ataupun kapur tergantinkan dengan gadget atau media yang lainnya sebagai penopang pendidikan. Yang awalnya murid-murid duduk rapi di meja yang berjajar rapi dengan bunyi bel sekolah sebagai tanda mulai atau berakhirnya sekolah yang tergantikan sementara dengan pembelajaran di rumah.

Bertumpuk target-target sekolah yang dihadapkan menjadikan sekolah harus memutar otak dalam membuat kebijakan yang menyesuaikan. Memang awalnya muncul protes sana sini, dari dalam dan luar sekolah tetapi harus bagaimana lagi? inilah yang harus dihadapi dan diselesaikan secara bersama-sama. Tidak perlu menyalahkan siapapun cukup berdiri tegak dalam menyelesaikan berbagai persoalan, inilah “guru” yang berada di garda terdepan sebagai wadah penyelesaian.

Namun realita yang dihadapi dalam mencapai target atau tujuan membutuhkan tenaga dan pemikiran yang prima. Seperti kondisi saat ini dimana pendidikan dunia dihadapkan dengan suasana pandemi yang tidak tahu kapan usainya. Pandemi yang membuat dari berbagai sektor mengalami kendala yang bisa dikatakan butuh perhatian khusus atau hampir lumpuh, misalnya di bidang ekonomi, sosial hingga pendidikan terkena imbasnya. Seluruh proses yang biasa dilakukan sebelum pandemi dirubah dengan cepat hanya dengan rentan waktu kurang lebih dua tahun saja, sehingga muncullah istilah yang disebut “New Normal” atau perubahan perilaku dengan kebiasan baru menjaga protokol kesehatan ditengah-tengah covid-19.

Dari kondisi New Normal inilah segala kebijakan dalam dunia pendidikanpun sering berganti-ganti untuk menyesuikan kondisi saat ini. Di sisi lain para guru dituntut agar terus berkreasi dan berinovasi dalam membuat materi dan bahan ajar yang disesuaikan dengan kondisi pandemi. Proses pembelajaran yang tidak boleh berhenti, inilah yang menandakan bahwa betapa pentingnya pendidikan. Disinilah dibutuhkan komitmen bagi seorang guru atau pendidik. Ia harus terus menambah kapasitas keilmuannya dalam situasi apapun dalah satunya adalah ditengah-tengah pandemi.

Tidak bisa dipungkiri bahwa komitmen tanpa batas inilah kunci yang harus dimiliki oleh setiap guru dimanapun ia berada, tanggungjawab yang besar berada dipundaknya dalam mencetak generasi unggul, tidak peduli apapun kondisinya. Komitmen guru inilah yang akan menjadikan siswa dan sekolah ini dapat menghasilkan mutu dengan kualitas yang terbaik.

Harapan terbesarnya ialah tidak hanya siswa dan guru yang merasakan hasilnya, namun orangtuapun akan bangga melihat hasil di luar ekspektasinya. Tentu hal ini butuh esktra pemikiran, ekstra tenaga dan kontribusi bersama dalam mewujudkan impian yang luar biasa dalam bidang pendidikan ini. Komitmen guru dan orangtua menjadi pondasi utama dalam menyelesaikan berbagai macam problematika pendidikan disaat pandemi seperti ini, bergerak selaras dan beriringan dalam melaksanakan target-target yang ada.

Disisi lain dari komitmen ialah profesionalisme, hal ini sangat berbanding lurus dengan apa yang sudah seharusnya dimiliki oleh guru dalam peningkatan metode ajar. Sebagai contohnya ialah penggunaan IT (Information Technology) yang digunakan dalam proses pembelajaran jarak jauh. Guru dituntut untuk memahami bagaimana berinovasi dan berkreasi membuat bahan ajar dengan teknlogi terkini, membuat video, menggunakan aplikasi atau sebagainya. Memang di awal terasa berat ketika guru itu tidak paham cara penggunaanya maka belajar perlahan untuk memulai beradaptasi dikondisi saat ini salah satu solusinya.

Perlu diingat guru merupakan aset bangsa dalam dunia pendidikan, ia merupakan “Pahlawan tanpa tanda jasa” yang memang tidak ada tanda jabatan menempel dipundak ataupun dadanya seperti pahlawan yang lain. Komitmen dan profesionalitas tidak perlu diragukan yang dimiliki oleh seorang guru. Ia sanggup menjalankan tugas guru dengan sebaik-baiknya.

Namun disayangkan, realitanya komitmen dan profesionalitas tanpa batas ini tidak diimbangi dengan kesejahteraan hidup guru, terlebih lagi di tengah-tengah kondisi pandemi yang membuat sulit dari sisi ekonomi. Tidak perlu pertayakan keikhlasan yang dimiliki oleh guru, ia rela tidak istirahat, menempuh perjalan panjang, telat makan ataupun berkurangnya waktu dengan keluarga demi generasi bangsa. Kesejahteraan yang sedari dulu hanya menjadi impian bagi guru.

Kebijakan yang sering berganti, menteri pendidikan berulangkali diganti, kurikulum yang terus berubah, pergulatan politik yang terus berdinamika, kondisi yang berubah-ubah hingga saat ini berada dilingkaran pandemi namun kesejahteraan gurupun belum nampak. Gaji atau upah yang diterima tidak berbanding lurus dengan ongkos bensin ketika perjalanan. Inilah realita pendidikan kita, hanya sedikit perhatian yang dibutuhkan guru yaitu apa yang dinamakan dengan kesejahteraan dan terjaminnya kualitas hidupnya.

Bukankah guru yang berkualitas akan menghasilkan murid yang berkualitas juga? Tidak heran jika profesi guru ini sebagai pilihan terakhir dalam dunia pekerjaan, ketika lulusan sarjananya tidak sesuai dan tidak ada pilihan pekerjaan lain maka menjadi guru merupakan pilihan terakhir. Kejadian nyata, ada seorang guru yang ketika pagi hingga siang ia menjalankan amanah sebagai guru, tetapi ketika sore hingga malam ia menjadi tukang ojek sebagai tambahan sumber penghidupan agar dapurnya tetap “ngebul” dan keluarganya dapat hidup layak.

Sekali lagi tak perlu diragukan lagi keikhlasan, komitmen dan profesionalitas seorang guru. Karena keihklasan dan komitmen adalah darahnya dan profesionalitas adalah jiawanya. Seorang guru mampu bersinar dan memberikan sinarnya bagi yang lain, ia mampu berdiri tegak meskipun pundaknya berisi amanah yang seharusnya tidak mampu ditopangnya, ia mampu tersenyum meskipun roda kehidupan yang terasa pahit dan ia mampu berjuang meskipun keadaan tak mendukungnya.

Pendidikan ibarat pelita yang selalu menerangi jalan kegelapan, ia bagai air lautan di samudera lepas, bagaikan pelaut yang tidak berhenti dalam berpetualang demi terwujudnya pulau impian. Berbagai macam tantangan harus terselesaikan demi kemajuan generasi bangsa, demi lentera yang cahaya tidak pernah redup. Guru yang selalu hadir terdepan dalam menuntaskan permasalahan di dunia pendidikan ini, memberikan cinta dan kasihnya dalam membimbing dan memberikan teladan terbaik.

Sudah saatnya pandemi ini menjadi renungan bersama, sudah saatnya komitmen tanpa batas ini selaras dengan buah dari harapan, ibarat seorang petani yang menanam biji buah dengan harapan menghasilkan buah yang ranum, wangi dan ketika ia memetik buahnya akan menyenangkan hati sang petani. Itulah arti dari sebuah harapan, harapan yang dinantikan dari beberapa generasi sebelumnya dan generasi mendatang. Apakah ini hanya akan menjadi angan-angan? Dan menjadi dongeng yang selalu terulang?

Semoga Allah Swt selalu menjaga seluruh guru di Indonesia ini agar terus istiqomah dalam menjaga komitmen perjuangan demi masa depan bangsa yang cerah. Tetaplah berdiri tegak dalam mendampingi generasi emas karena “GURU HEBAT, BANGSA KUAT”.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image