Rabu 22 Sep 2021 20:24 WIB

Ribuan Penduduk Myanmar Melarikan Diri ke India

Sebagian besar penduduk Myanmar di dekat perbatasan India telah melarikan diri

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Christiyaningsih
Orang-orang memakai masker saat mereka berjalan di luar dermaga Dala di Yangon, Myanmar Selasa, 27 Juli 2021.
Foto: AP/AP
Orang-orang memakai masker saat mereka berjalan di luar dermaga Dala di Yangon, Myanmar Selasa, 27 Juli 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Sebagian besar penduduk Myanmar di dekat perbatasan India telah melarikan diri. Mereka melarikan diri setelah terjadi pembakaran sejumlah bangunan oleh pasukan artileri di tengah pertempuran antara pasukan milisi yang menentang kekuasaan militer dan tentara.

Sekitar 10 ribu orang yang tinggal di Thantlang di Negara Bagian Chin, melarikan diri dan mencari perlindungan di daerah sekitar termasuk di India. Myanmar berada dalam kekacauan sejak pemerintah yang dipimpin oleh pemimpin pro-demokrasi Aung San Suu Kyi digulingkan oleh militer pada 1 Februari. Hal ini memicu kemarahan nasional, pemogokan, protes, dan munculnya milisi anti-junta.

Baca Juga

Dalam pertempuran antara pasukan milisi dan tentara akhir pekan lalu, sekitar 20 rumah yang dibakar. Sejumlah foto di media sosial menunjukkan bangunan yang dilalap api.

Myanmar Now melaporkan tentara menembak mati seorang pendeta Kristen yang mencoba memadamkan api. Namun media pemerintah membantah laporan tersebut. The Global New Light of Myanmar mengatakan kematian pendeta sedang diselidiki. Global New Light of Myanmar melaporkan tentara telah diserang oleh sekitar 100 teroris dan kedua belah pihak terlibat baku tembak.

Seorang kerabat pendeta yang meninggal mengatakan kepada Reuters bahwa sebagian besar warga telah melarikan diri. Namun beberapa rumah tangga tetap bertahan, termasuk sekitar 20 anak-anak di panti asuhan yang dikelola oleh pendeta tersebut.

“Pembunuhan seorang pendeta Baptis dan pengeboman rumah-rumah di Thantlang, Negara Bagian Chin adalah contoh terbaru dari kehidupan yang diberikan oleh pasukan junta terhadap rakyat Myanmar,” ujar pelapor khusus PBB untuk hak asasi manusia di Myanmar, Thomas Andrews.

Seorang pemimpin masyarakat Salai Thang mengatakan pejuang milisi telah menyerbu sebuah pangkalan militer pada awal September. Militer kemudian menanggapi dengan serangan udara. Salai Thang menerangkan empat warga sipil telah tewas dan 15 terluka dalam beberapa pekan terakhir.

Pasukan Pertahanan Chin, sebuah milisi yang menentang militer, mengatakan, 30 tentara telah tewas. Hingga berita ini diturunkan juru bicara militer belum memberikan komentar terkait serangan tersebut.

Terjadi peningkatan pertumpahan darah di sejumlah daerah seperti Negara Bagian Chin setelah Pemerintah Persatuan Nasional mengumumkan pemberontakan pada 7 September dan memanggil milisi baru, yang dikenal sebagai Pasukan Pertahanan Rakyat (PDF). Mereka merupakan kelompok oposisi yang menargetkan junta dan asetnya. Upaya PDF untuk menghadapi tentara Myanmar sering kali mengakibatkan warga sipil terjebak dalam baku tembak dan terpaksa melarikan diri.

Salai Thang mengatakan dia sangat prihatin dengan orang-orang terlantar yang berlindung di desa-desa terdekat. Beberapa di antaranya berada di negara bagian Mizoram, India.

 “Para pengungsi itu sekarang sangat berjuang untuk mendapatkan makanan dan tempat tinggal,” kata Salai Thang.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement