Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image sewelas11 wae

Berhijrah Yuk ...

Lomba | Wednesday, 22 Sep 2021, 14:01 WIB
Berhijrah Yuk ...

Berhijrah Yuk

Tak terasa wabah Covid-19 ini hampir dua tahun menghuni bumi ini. Manusia ditakdirkan oleh Tuhan untuk menyaksikan, berdampingan, dan bersahabat dengan virus corona yang berasal dari kota Wuhan, China.

Adanya virus ini merupakan sedikit cobaan dari Sang Pencipta agar manusia menjadi insan yang bersabar. “Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al Baqarah: 155).

Semua orang tidak ada yang mengira sama sekali kalau makhluk kecil ciptaan Tuhan yang bernama virus coronavirus 2 (SARS-CoV-2) tersebut mampu mengubah seluruh tatanan sendi kehidupan. Mulai dari kesehatan, sosial, pendidikan, dan bahkan ekonomi. Semua berubah, semua terdampak. Kesedihan, ketakutan, kesakitan, kesempitan, serta kematian menjadi berita sehari-hari di media elektronik maupun media cetak. Berita duka menjadi sarapan pagi setiap harinya. Raungan mobil ambulan dan mobil jenazah silih berganti menghiasi jalan-jalan.

Korban akibat dari pandemi ini sangatlah banyak. Di seluruh dunia ada yang menjadi korbannya. Bahkan negara tercinta Indonesia pun mengalami hal yang sama. Menurut Wikipedia data terkini korban di seluruh dunia mencapai 4.55 juta jiwa yang meninggal, sedangkan korban meninggal di Indonesia menurut covid19.go.id sebanyak 140 ribuan jiwa.

Anak-anak, tua muda, kaya miskin, rakyat atau pejabat, berpangkat atau tidak, berpendidikan tinggi atau tidak semua terkena, tidak pandang bulu. Banyak perusahaan yang tutup atau gulung tikar, karyawan yang di PHK, pedagang yang bangkrut adalah contoh nyata akibat dari pandemi ini. Semua terkena imbasnya, tanpa terkecuali.

Hari-hari yang biasanya dipenuhi dengan canda tawa dan riang gembira kini berganti dengan isak tangis dan kesedihan. Orang-orang yang dicintai, disayangi, dan dikenali kini sudah tiada. Pergi untuk selama-lamanya. Dunia ini singkat, sementara dan fana. Tidak ada yang abadi. Hidup lalu mati. Itulah Sunatullah dari Sang Maha Kuasa.

Zaman sekarang serasa ada di zaman khalifah Umar bin Khattab dan sahabat Abu Ubaidah bin Jarrah di negeri Syam, yaitu zaman di masa itu ada wabah yang bernama thaun. Wabah thaun ini banyak merengut korban jiwa, sama seperti wabah corona ini.

Mengutip republika.co.id menurut Akademisi UIN Syarif Hidayatullah Prof Oman Fathurrahman merujuk dari kitab yang membahas thaun berjudul Badzlu al Maun Fi Fadhli al Thaun karangan ulama al-Hafiz Ibnu Hajar al-Asqalani (1372- 1449). Ia menjelaskan bahwa thaun menyebar luas ke banyak wilayah. Tidak hanya Eropa, melainkan juga Jazirah Arab bahkan China. Jutaan orang meninggal dunia karena wabah tersebut. Ini jauh lebih banyak daripada wabah pada zaman Khalifah Umar bin Khattab yang, dalam catatan al-Asqalani, menyentuh angka 25 ribu orang korban jiwa. Di dalam kitab Badzlu, al-Asqalani mengungkapkan daerah-daerah yang terdampak thaun, seperti Baghdad, Aljazair, dan Mosul (Irak). Menurut Kang Oman, sapaan akrab Prof Oman, korban thaun pada saat itu abad ke-14 jumlahnya tidak sedikit. Dalam satu-dua hari saja, yang wafat bisa mencapai 70 ribu orang. Thaun ini juga menyebar ke Yaman dan Negeri Hijaz. Kemudian, di Mesir, yang meninggal dalam 10 bulan, banyak. Setiap harinya itu seribu orang.

Menurut medis, thaun adalah pembengkakan parah yang mematikan, menimbulkan rasa haus dan dahaga yang amat parah dan rasa sakit yang luar biasa. Tubuhnya menjadi hitam, hijau, atau abu-abu.

Sedangkan menurut hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, Rasulullah pernah bersabda: “Wabah thaun adalah kotoran yang dikirimkan oleh Allah terhadap sebagian kalangan bani Israil dan juga orang-orang sebelum kalian. Kalau kalian mendengar ada wabah thaun di suatu negeri, janganlah kalian memasuki negeri tersebut. Namun, bila wabah thaun itu menyebar di negeri kalian, janganlah kalian keluar dari negeri kalian menghindar dari penyakit itu."

Pandemi ini tidak ada yang tahu kapan akan berakhir kecuali yang menciptakannya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Manusia hanya bisa berikhtiar, Tuhan yang menentukan. Usaha atau ikhtiar yang telah dilakukan pemerintah Indonesia untuk mengurangi penyebaran virus antara lain dengan cara 5 M, yaitu memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak, menghindari kerumunan, serta membatasi mobilitas dan interaksi. Selain itu juga dengan adanya pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) dan juga pemberian vaksin untuk masyarakat luas. Meskipun ada pro dan kontra dalam kebijakan yang diambil oleh pemerintah tersebut.

Semua masyarakat Indonesia pastinya ingin pandemi ini cepat berakhir dan bisa hidup secara normal lagi. Tak terkecuali dengan penulis. Penulis berkeinginan ketika wabah ini hilang dan berakhir nantinya, penulis ingin berhijrah. Hijrah dalam arti yang luas, yaitu ingin berubah menjadi pribadi yang lebih baik lagi dalam segala hal dari yang kemarin-kemarin. Dimulai dari yang terkecil dan sederhana terlebih dahulu. Adanya penyakit corona yang menjadi wabah ini menjadikan penulis sadar bahwa sebagai seorang manusia adalah makhluk yang lemah, penuh keterbatasan, dan banyak kekurangannya.

Manusia ketika hanya diberi makhluk kecil yang tak bisa dilihat oleh mata secara langsung atau mata telanjang yaitu virus sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Badan terasa lemah, lemas, dan tak berdaya. Kesombongan yang dulu sering bersarang di badan dikarenakan merasa pintar, mempunyai kedudukan, berharta, serta memiliki wajah rupawan kini sirna, lenyap diakibatkan terkena virus corona.

Dulu sebelum corona datang banyak waktu terbuang percuma. Melakukan hal-hal yang tidak berguna dan tidak bermanfaat. Amal yang sedikit, banyak waktu yang terbuang percuma, ibadah yang bisa dihitung dengan jari atau seadanya, serta hanya memikirkan dunia saja lupa kalau diri pastinya akan bertemu dengan Tuhan, yaitu meninggal dunia.

Lupa bahwa hidup ini cuma sebentar atau sementara. Hanya mengejar duit dan duit saja. Perhatian ke anak, istri, dan keluarga sangat jarang sekali. Dengan tetangga yang ada hanya iri dan dengki. Rasa empati dan simpati kepada yang kekurangan tidak ada. Yang ada hanya kepuasan dan kesenangan diri sendiri. Masa bodoh dan acuh tak acuh dengan orang lain. Tapi kini semuanya berubah. Semuanya tersadarkan ketika corona datang dan merengut banyak korban jiwa.

Berhijrah memang tidak gampang, seperti semudah membalikkan tangan. Banyak tantangan dan rintangan. Bahkan banyak cemohan dari orang-orang. Butuh perjuangan dan pengorbanan jiwa raga. Berhijrah adalah salah satu cara untuk merubah semua mindset atau pemikiran, perilaku atau tindakan manusia yang awalnya kurang baik atau tidak sesuai menjadi lebih baik lagi dan sesuai menurut agama, norma dan hukum yang ada di masyarakat. Dengan berhijrah InsyaAllah hati dan pikiran menjadi adem dan tenang dalam menghadapi semua persoalan hidup yang ada. Ada Tuhan dalam setiap keadaan. Lapang mau pun sempit. Dan yakinlah bahwa sesudah masa kesulitan ada masa kemudahan. “Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah: 5-6). Semoga masa-masa sulit pandemi ini segera berakhir dan berganti dengan masa-masa penuh kemudahan. Aamiin. Wallahu A’lam Bisshowab.

#LombaMenulisOpini #AndaiPandemiPergi #BerhijrahYuk

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image