Rabu 22 Sep 2021 11:00 WIB

BPS Diminta Kelola Data Jagung Seperti Beras

Pengelolaan oleh BPS bertujuan agar tidak ada klaim sepihak.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolandha
Pekerja mengeringkan jagung yang baru dipipil di Desa Balongga, Sigi, Sulawesi Tengah, Senin (6/9).Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) menyarankan agar pengelolaan data jagung dilakukan dan diterbitkan langsung oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Foto: Antara/Basri Marzuki
Pekerja mengeringkan jagung yang baru dipipil di Desa Balongga, Sigi, Sulawesi Tengah, Senin (6/9).Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) menyarankan agar pengelolaan data jagung dilakukan dan diterbitkan langsung oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) menyarankan agar pengelolaan data jagung dilakukan dan diterbitkan langsung oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Hal itu selayaknya data perberasan yang saat ini dikelola langsung oleh BPS sehingga tidak ada klaim sepihak.

"Persoalan data harus segera diakhiri dan mencapai kesepakatan bahwa data jagung ke depan harus dikelola oleh BPS. Ego sektoral harus dibuang jauh-jauh," kata Ketua Pataka, Ali Usman, secara tertulis kepada Republika.co.id, Kamis (22/9).

Ia mengatakan, seharusnya Kementan dapat mengkoordinasikan secara transparan ketika terdapat masalah komoditas pangan sehingga terjadi harmonisasi petani jagung dan peternak. Sebab, baik petani maupun peternak bagian penggerak ekonomi negara, kedunya saling membutuhkan dan seharusnya tidak saling menekan harga. 

"Inilah momentum harmonisasi para pemangku kepentingan baik petani, peternak, pelaku usaha jagung, distributor jagung dan industri pakan," tuturnya.  

Dirinya juga sekaligus mempertanyakan data jagung sebesar 2,3 juta ton saat ini. Pasalnya, data jagung yang besar tidak selaras dengan melambungnya harga jagung yang mencapai Rp 6.000 per kg dari harga acuan Rp 4.500 per kg.

"Kementan masih bersikukuh bahwa jagung surplus, tetap harga masih tinggi di beberapa daerah seperti Umatera, Jawa, NTB, Kalimantan. Kalau memang surplus seharusnya harga jagug lebih murah, bukan sebaliknya. Sampai kapan desas-desus ini berlanjut," katanya.

Sementara itu, Kementerian Pertanian (Kementan) menegaskan data stok jagung sebanyak 2,3 juta ton merupakan data valid. Hal itu ditegaskan seiring adanya keraguan terhadap data jagung saat ini.

Direktur Serealia, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian, Ismail Wahab, menjelaskan, pihaknya melakukan pembaruan data stok jagung secara rutin setiap pekan dan ditangani langsung oleh dua unit yakni Badan Ketahanan Pangan (BKP) serta Pusat Data dan Informasi Pertanian (Pusdatin).

BKP melakukan survei periodik stok jagung di pengepul, gudang Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT), dan pasar. Adapun Pusdatin secara langsung melalui mantri tani dan harmonisasi data BPS dan dihasilkan satu data.

"Kementan siap menunjukkan lokasi gudang dan sentra yang saat ini memiliki stok jagung, bila ada pihak lain yang ingin segera membantu distribusi jagung," kata Ismail saat dikonfirmasi, Rabu (22/9).

Ia menegaskan, masalah saat ini bukan produksi. Namun, distribusi jagung ke peternak yang terhambat. "Kami punya data stok, silahkan tanya kami bila benar ingin menyelesaikan perkara jagung peternak mandiri,” tegasnya.

Ismail pun mengakui memang ada kecenderungan pabrik pakan besar dan pengepul untuk menyimpan jagung dalam jumlah besar. Mengingat, adanya kekhawatiran supply jagung untuk produksi pakan terganggu dan kondisi harga jagung pasar dunia yang juga sedang tinggi.

“Harga jagung di petani masih tinggi, karena pabrik juga masih berani membeli tinggi. Sementara harga pasar dunia naik 30 persen. Saya kira regulator harga jagung harus melakukan intervensi aktif. Kasihan peternak mandiri kita,” tambahnya.

Ismail menambahkan bulan September hingga Oktober adalah masa panen jagung yang ditanam di lahan sawah. "Kementan mempersilahkan bila ada yang meragukan untuk mengecek sendiri ke Jawa Tengah dan Jawa Timur," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement