Rabu 22 Sep 2021 10:45 WIB

AS Khawatir Alqaidah Kembali Bersembunyi di Afghanistan

FBI menyindir penunjukkan Sirajudin Haqani sebagai menteri di kabinet Taliban.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Teguh Firmansyah
 Pejuang Taliban mengawal wanita berbaris mendukung pemerintah Taliban di luar Universitas Kabul, Afghanistan, pada Sabtu, 11 September 2021.
Foto: AP Photo/Bernat Armangue
Pejuang Taliban mengawal wanita berbaris mendukung pemerintah Taliban di luar Universitas Kabul, Afghanistan, pada Sabtu, 11 September 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Direktur Pusat Kontraterorisme Nasional Amerika Serikat (AS) Christine Abizaid khawatir tentang potensi ancaman dari Alqaidah menyusul penarikan pasukan AS dari Afghanistan. Keresahan itu disampaikan pada sidang komite Senat pada Selasa (21/9).

Abizaid mengatakan badan-badan intelijen AS sedang menilai kembali ancaman yang berkembang pesat dari kelompok-kelompok di Afghanistan. "Afghanistan adalah lingkungan yang sangat dinamis saat ini,” katanya kepada Komite Keamanan Dalam Negeri Senat dikutip dari Aljazirah.

Baca Juga

Pusat Kontraterorisme Nasional  dibuat oleh Kongres pada tahun-tahun setelah serangan Alqaidah 11 September. Badan ini bertanggung jawab untuk mengumpulkan informasi dari semua agen mata-mata AS tentang potensi ancaman terhadap AS dari Alqaidah dan kelompok-kelompok seperti Negara Islam di Provinsi Khorasan atau ISIS-K.

"Adalah adil untuk menilai bahwa pengembangan kemampuan operasi eksternal kelompok-kelompok itu … kita harus memantau dan menilai apakah itu akan terjadi lebih cepat daripada yang kita perkirakan sebelumnya," ujar Abizaid.

Sebelum penarikan militer AS, CIA dan Badan Intelijen Pertahanan sebelumnya telah memperingatkan para pembuat kebijakan AS. Badan itu menyatakan Alqaidah akan dapat menyusun kembali di Afghanistan dalam waktu satu sampai tiga tahun.

"Ancaman dari Afghanistan adalah prioritas utama kami dalam kaitannya dengan lanskap dinamis yang mungkin dihadirkan," kata Abizaid.

Direktur FBI Christopher Wray mengatakan kepada Senat bahwa pejabat FBI berbagi keprihatinan yang sama. FBI menyatakan kemungkinan Alqaidah mendapatkan kembali tempat berlindung yang aman di Afghanistan dan ISIS-K dapat beroperasi lebih bebas.

"Kami prihatin dengan apa yang akan terjadi di masa depan," kata Wray.

Agen FBI itu khawatir tentang peristiwa di Afghanistan yang berfungsi sebagai semacam katalis atau inspirasi untuk serangan teroris di tempat lain di kawasan itu. Kekhawatiran lain adalah penunjukan pemimpin Taliban yang berafiliasi dengan Jaringan Haqqani ke posisi pemerintah.

Sirajuddin Haqqani merupakan putra pendiri Jaringan Haqqani, ditunjuk sebagai Menteri Dalam Negeri. Khalil-ur-Rahman Haqqani, seorang pemimpin kelompok Haqqani, diangkat menjadi Menteri Pengungsi dalam pemerintahan sementara baru Taliban di Afghanistan.

Sirajuddin Haqqani masuk dalam daftar "Paling Dicari" FBI sehubungan dengan pengeboman sebuah hotel di Kabul pada 2008. AS telah menawarkan 10 juta dolar AS untuk informasi yang mengarah dan penangkapannya.

Dalam membenarkan penarikan AS, Presiden Joe Biden dan pejabat tinggi pemerintahan telah meyakinkan Kongres. Biden menyatakan bahwa militer AS dan agen mata-mata akan dapat mendeteksi ancaman yang muncul kembali dari Afghanistan.

Tapi, keraguan baru telah muncul di antara anggota parlemen tentang kemampuan Pentagon menyusul serangan pesawat tak berawak yang gagal terhadap seorang tersangka operasi ISIS-K di Kabul yang menewaskan 10 warga sipil Afghanistan pada 29 Agustus. Pejabat Pentagon mengakui pada 17 September bahwa serangan itu adalah kesalahan yang mengerikan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement