Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Khoirul Mustofa

Mengenal Sejarah Pelaksanaan Haji Indonesia hingga Terbentuknya BPKH

Sejarah | Monday, 20 Sep 2021, 11:22 WIB
(Screenshot dari buku Apa dan Bagaimana Investasi Keuangan Haji-BPKH)

Pendahuluan

Dalam sejarah kita bisa belajar dan mengenal sesuatu dengan lebih mendalam. Dengan memahami sejarah bagaimana proses pelaksanaan haji Indonesia dari masa ke masa hingga terbentuknya Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) akan memberikan nuansa spirit bagi kita yang hendak atau memiliki keinginan untuk memenuhi rukun Islam yang kelima dan juga menambah pengetahuan dan kepercayaan terhadap suatu lembaga yang mengurusi pengelolaan dana haji karena latar belakang yang kuat akan melahirkan motivasi dan daya juang yang tinggi, sehingga ketika lembaga berjalan sesuai dengan marwah sejarah akan melahirkan profesionalisme yang mampu memberikan manfaat yang besar kepada masyarakat.

Perjuangan Umat Islam Untuk Menunaikan Ibadah Haji

Semangat yang tinggi umat Islam Indonesia untuk menunaikan perintah agama sudah ditunjukkan oleh orang-orang terdahulu, meskipun pada saat itu teknologi belum secanggih sekarang, dengan jarak 8.388 km antara Mekah dengan Indonesia tidak memudarkan niat umat Islam untuk pergi ke tanah suci. Dikisahkan dalam perjalanan hidup Hamka di biografi yang ditulis oleh Haidar Musyafa, proses perjalanan untuk bisa berangkat ke Mekkah perlu waktu beberapa hari, saat itu masih menggunakan jalur laut. Tiga minggu lamanya beliau mengarungi lautan luas di atas kapal Karimata.

Pada tahun 1906 Agus Salim selaku pegawai konsulat di Jeddah yang diangkat oleh pemerintah Hindia-Belanda dalam biografinya, menuturkan bahwa Kantor Konsulat Belanda di Jeddah pertama kali didirikan pada tahun 1872 Masehi, dengan latar belakang adanya dorongan dari Prof. Snouck Hurgronje mengusulkan ke Kerajaan Belanda mendirikan kantor tersebut dengan tujuan untuk menangani permasalahan jamaah Haji yang berasal dari Hindia Belanda.

Menurut Yudi Latif dalam bukunya Indonesian, Muslim Intelligensia dan Kekuasaan, dikutip dari buku Apa dan Bagaimana Keuangan Haji BPKH menjelaskan bahwa orang-orang yang sudah melaksanakan ibadah ke tanah suci menimbulkan motivasi untuk melakukan perlawanan terhadap pemerintahan Hindia-Belanda akibatnya pada tahun 1825, 1827, 1831 dan 1859 pihak penjajah mengeluarkan berbagai resolusi yang ditujukan untuk pembatasan ibadah haji dan memantau aktivitas mereka sekembalinya ke Tanah Air.

Perubahan yang signifikan terhadap kepentingan jamaah haji secara resmi pada tahun 1948 tiga tahun setelah Indonesia berhasil merdeka, dan pertama kali bendera merah putih dikibarkan di Arafah, Mekkah Arab Saudi, melalui K.H. Mohammad Adnan sebagai delegasi Indonesia berhasil menemui Raja Arab Saudi saat itu yakni Raja Abdul Aziz bin Abdul Rahman Al Saud, Indonesia berhasil menjalin kerjasama.

Realisasi dari pertemuan tersebut pada tahun 1951 dikeluarkan Keppres No. 53 Tahun 1951 dimana penyelenggara ibadah haji sepenuhnya dilakukan oleh pemerintah, pihak swasta tidak diberikan izin.

Kemudian, pada tahun 1952 pemerintah Indonesia membentuk PT Pelayaran Muslim untuk menjadi satu-satunya panitia penyelenggara haji dan mulai memberlakukan sistem kuota.

Pada tahun 1964 PT Pelayaran Muslim hanya mampu mengangkut jamaah dengan jalur laut sebanyak 15.000 jamaah haji. Karena banyaknya jamaah yang gagal berangkat, akhirnya pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1969, keputusannya pemerintah mengambil alih semua proses penyelenggaraan perjalanan haji.

Pada tahun 1976 PT. Arafah (satu-satunya lembaga yang ditunjuk pemerintah untuk mengurus jamaah haji) mengalami kesulitan keuangan hingga banyak jamaah haji yang tidak bisa berangkat karena kendala pailit.

Pada tahun 1979 melalui mentri perhubungan, pemerintah menetapkan untuk meniadakan pengangkutan jamaah haji melalui jalur laut digantikan dengan pesawat udara.

Selanjutnya pada tahun 1985, pemerintah sudah memberikan ijin kepada pihak swasta sebagai penyelenggara yang memfasilitasi para jamaah haji.

Kemudian seiringnya waktu, pemerintah menetapkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Di dalam peraturan tersebut salah satunya berisi pembagian kuota haji, ada reguler dan khusus. Saat itu dana yang harus disetor bagi jamaah yang memilih kuota haji reguler sebesar 5 juta rupiah dan pada tahun 2021 berubah menjadi 20 juta rupiah.

Untuk pengelolaan dana haji dari jamaah, pemerintah membentuk Badan Pengelola Dana Abadi Umat melalui keputusan presiden Nomor 22 Tahun 2001 pengelolaannya diketuai oleh menteri.

Latar Belakang Pendirian BPKH

Melihat dari perjalanan sejarah tentang pengelola dana haji para jamaah yang terus ada kendala, seiring dengan perkembangan zaman selayaknya diperlukan lembaga yang mampu memberikan kemaslahatan untuk umat. Hingga lahirlah Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Berdasarkan Kepres No. 110 Tahun 2017 Pasal 2 dibentuklah BPKH oleh pemerintah sebagai lembaga pengelola Keuangan Haji di tanah air yang profesional.

BPKH memiliki badan hukum Undang-undang No.34 Tahun 2014 bersifat publik, mandiri dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. Dengan struktur kelembagaan lebih fleksibel dan sesuai dengan perkembangan zaman, Organ pimpinan BPKH terdiri atas Badan Pelaksana dan Dewan Pengawas.

Kiprah BPKH yang saat ini sudah berjalan selama sekitar tiga tahun (2017-2021) di usianya yang masih muda ini telah berhasil mendapatkan rapor hijau. Berdasarkan pada laporan keuangan 2020 mendapatkan hasil opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dilansir dari Kemenkumham, WTP adalah opini audit tertinggi dari BPK terkait pengelolaan anggaran di kementerian atau lembaga negara. Opini ini diterbitkan jika laporan keuangan dianggap telah sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dengan baik dan bebas dari salah saji material.

Penutup Pelajaran Sejarah
PT Arafah karena kurangnya profesionalitas dalam pengelolaan keuangan pada akhirnya merugikan para jamaah haji yang seharusnya bisa berangkat akan tetapi gagal ditengah jalan. Hal inj bisa dijadikan pelajaran agar senantiasa menjunjung tinggi profesionalisme dalam mengelola perusahaaan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image