Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Amin Muzaki

Dodol Kranggan: Survivor Dalam Modernisasi Industri Kuliner

Kuliner | Sunday, 19 Sep 2021, 22:02 WIB

Manusia memiliki kebutuhan esensial yang harus terpenuhi sebagai elemen dasar hirarki kebutuhannya, hal tersebut diutarakan oleh seorang tokoh psikologi asal Amerika Serikat yang bernama Abraham Maslow. Kebutuhan akan makanan merupakan kebutuhan tingkat pertama dan utama bagi mempertahankan hidup dan kehidupan manusia. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan hidup manusia yang paling dasar dan setiap manusia memerlukannya tanpa kecuali. Oleh karenanya kebutuhan akan makanan harus terpenuhi lebih dahulu sebelum kebutuhan lainnya dapat dipenuhi.

Makanan adalah semua bahan dalam bentuk olahan yang dimakan manusia kecuali air dan obat-obatan. Makanan menurut KBBI ialah sesuatu yang dapat dikonsumsi (seperti bahan panganan dan lauk-pauk) serta semua bahan yang telah kita makan akan membentuk jaringan tubuh, memberikan sumber tenaga dan mengatur semua proses di dalam tubuh. Dari pengertian tersebut semua bahan olahan yang dimakan oleh manusia kecuali air dan obat-obatan disebut makanan, terlepas makanan tersebut adalah makanan pokok, makanan pelengkap ataupun camilan.

Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan kekayaan budaya di dalamnya, hal tersebut membuat Indonesia memiliki keragaman kuliner yang sangat bervariasi di setiap daerahnya. Hal ini menjadikan Indonesia layak dianugerahi negara yang memiliki keanekaragaman makanan tradisional atau food diversity.

Makanan kuliner Indonesia merupakan kekayaan dan potensi yang harus dilestarikan dan dikembangkan, bahkan jika ditarik lebih jauh makanan sebagai sebuah produk budaya dapat direpresentasikan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam bentuk ekonomi kreatif. Sandiaga Salahudin Uno dalam sebuah pernyataannya menangkap potensi besar makanan tradisional dapat berkontribusi ekonomi kepada masyarakat melalui jalur wisata kuliner. Salah satu ragam kuliner Indonesia yang sudah tidak asing di telinga dan memiliki cita rasa manis, kenyal, dan lengket adalah dodol.

Sejarah Dodol di Indonesia

Makanan tradisional di Indonesia merupakan produk kebudayaan sebuah komunitas masyarakat di masing-masing daerah. Sebagai sebuah produk budaya maka produk makanan tidak terlepas dari mitos, tradisi, strata sosial, interaksi sosial dan asimilasi kebudayaan lain di Indonesia. Sehigga makanan tradisional Indonesia tidak semata-mata terkait kebutuhan fisiologis namun integrasi dengan filosofis atau kearifan lokal suatu daerah yang mengkonstruksi tata nilai masyarakatnya.

Dodol merupakan salah satu makanan tradisional yang mudah dijumpai di beberapa daerah di Indonesia. Dodol memiliki rasa manis gurih, berwarna cokelat, tekstur lunak, dan digolongkan sebagai makanan semi basah. Produk olahan dodol digemari oleh masyarakat karena memiliki variasi rasa dan harga terjangkau. Banyak sebutan yang identik dengan dodol, seperti nian gao atau dalam dialek Hokkian disebut ti kwe atau kue keranjang. Masyarakat Jawa Barat menyebutnya dengan wajit, jenang istilah bagi masyarakat Jawa Tengah (konon sudah dikenal sejak zaman kerajaan Hindu Budha di Jawa), masyarakat di Sumatera Selatan menyebutnya dengan lempok, gelinak sebutan bagi masyarakat di Pulau Bangka dan beragam nama lain di berbagai daerah di Indonesia.

Tradisi membuat dodol di Indonesia dahulunya untuk menyambut hari besar keagamaan. Dalam tradisi Jawa, menghidangkan jenang/dodol pada perayaan 1 Suro (1 Muharam) yang merupakan perayaan tahun baru Islam. Masyarakat Jawa menganggap jenang ini memiliki simbol rasa syukur kepada Tuhan menghadapi tahun baru dan sebagai ungkapan doa penyerahan diri untuk keselamatan dan keberkahan. Sedangkan bagi suku Betawi di Jakarta, keluarga yang membuat dodol adalah simbolisasi strata sosial yang akan dihormati oleh masyarakat sekitar.

Terlepas apapun yang menjadi latar belakang tradisi pembuatan dodol di beberapa daerah di Indonesia, yang menjadi menarik adalah kesamaan bentuk, bahan baku, cara pengolahan yang sama dalam pembuatan dan juga cita rasanya. Menjadi pertanyaan besar ketika pada zaman kerajaan Hindu Budha belum tersedianya alat komunikasi yang canggih, namun bisa mempengaruhi olahan makanan di daerah Nusantara lainnya. Jawabannya adalah teori yang dikemukakan oleh psikolog Amerika Serikat yang bernama Granville Stanley Hall. Stanley Hall mengemukakan sebuah teori yang dikenal dengan teori atavistis, yang berasal dari kata 'atavus' yang bermakna 'nenek moyang'. Jadi atavistis artinya kembali kepada sifat-sifat nenek moyang di masa lalu. Dalam pengertian sederhana bahwa sifat nenek moyang bangsa Indonesia adalah senang bekerja sama dan bergotongroyong dengan pembagian tugas yang jelas antara tugas yang dilakukan laki-laki dan tugas yang dilakukan oleh perempuan. Hal itu dapat terlihat dari proses pembuatan dodol yang membutuhkan waktu lama, bahan-bahan yang tidak sedikit, serta bahan bakar pembakaran/kayu bakar yang banyak. Proses pembuatan dodol biasanya melibatkan beberapa keluarga ataupun kelompok masyarakat.

Mengenal Dodol Kranggan

Indonesia dikenal sebagai negara dengan suku, bahasa daerah, serta budaya yang sangat banyak jumlahnya. Keberagaman merupakan sebuah keunggulan dari tanah air kita ini. Sejalan dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, macam macam kuliner khas Nusantara banyak ditemui di berbagai daerah. Berbagai jenis dodol bisa ditemukan nyaris setiap sudut di negeri ini. Setidaknya ada belasan jenis dodol yang cukup dikenal di Indonesia, diantaranya: dodol Garut, dodol Betawi, dodol durian/lempok, dodol Bali, dodol labu kuning, dodol kandangan, dodol rumput laut, dodol salak, dodol susu, dodol jahe, dodol sirsak, dodol apel Malang, dodol nangka, dodol kentang, dodol Cina, dodol Ulame dan masih banyak lagi.

Melipir menuju pinggiran Kota Bekasi tepatnya di Kecamatan Jatisampurna Kelurahan Jatiraden tepatnya di Gang Nangka terdapat satu-satunya pembuat dodol tradisional. Warga setempat kerap menyebutnya dodol Kranggan Nyak Sami. Perempuan paruh baya itu masih terlihat segar dan bersahabat dalam menceritakan usahanya. Dalam penuturannya Nyak Sami melanjutkan usaha yang dirintis secara turun temurun oleh keluarganya sejak puluhan tahun lalu. Walaupun sudah banyak ditemui proses pembuatan dan pengemasan dodol yang dilakukan dengan menggunakan alat modern, namun Nyak Sami tetap mempertahankan proses secara tradisional.

Melanjutkan penuturannya, Nyak Sami mengatakan untuk membuat dodol 1 kuali besar memerlukan bahan 20 liter beras ketan, gula merah 15 Kg, gula putih 5 Kg, bawang goreng, garam, dan kelapa secukupnya. Dalam satu kali produksi, Nyak Sami memerlukan sedikitnya empat orang laki-laki yang membantu dalam pengadukan dodol (warga Kranggan menyebutnya ngocek) dan tiga orang perempuan untuk membantu proses penyiapan bahan serta proses pengemasan. Nyak Sami mengungkapkan bahwa pekerja yang membantu mengaduk dodol (ngocek) adalah pekerja paruh waktu (kuli ngocek) yang dibayar tiga ratus ribu rupiah per satu kuali besar. Namun biasanya Nyak Sami membuat dodol dalam jumlah empat kuali besar, sehingga biaya untuk membayar kuli ngocek sudah sebesar satu juta dua ratus ribu rupiah. Biaya tersebut belum termasuk pengeluaran untuk makan dan minum bagi para kuli ngocek.

Dalam proses pengemasan Nyak Sami dibantu oleh tiga orang perempuan yang masih bagian dari keluarga. Terkadang suami dari Nyak Sami yaitu pak Boih ikut membantu dalam pengemasan. Lelaki yang sudah tampak sepuh itu tidak mau dipanggil Kakek, beliau lebih familiar dipanggil Bang Boih. Bang Boih saat masih muda sering membantu mengocek dodol buatan istrinya. Namun karena kondisi fisiknya sudah tidak seperti saat muda, kali ini Bang Boih lebih memilih membantu istrinya untuk pengemasan. Proses pengemasan yang dilakukan juga masih menggunakan cara tradisional. Dodol dikemas sesuai dengan permintaan konsumen, kadang konsumen meminta dodol dikemas menggunakan daun pisang batu (pisang biji). Alasan menggunakan daun pisang batu dengan lugasnya Bang Boih menuturkan karena daun pisang batu tidak luntur warnanya dan daunnya juga lebih tebal dibandingkan dengan daun pisang yang lainnya. Terkadang juga konsumen meminta dodol dikemas dalam kemasan plastik bundar (warga Kranggan menyebut dengan besek). Konsumen dari dodol Kranggan Nyak Sami biasanya dari keluarga calon pengantin untuk acara seserahan. Namun permintaan akan meningkat ketika memasuki bulan Ramadhan karena warga Kranggan menyambut hari raya Idul Fitri dengan membuat dodol untuk buah tangan silaturahmi kepada keluarga besarnya.

Proses promosi dodol Kranggan tidak dilakukan secara modern, orang Kranggan dan sekitarnya hanya mengetahui dari mulut ke mulut yang dalam dunia marketing disebut Word of Mouth Marketing atau WOMM. Nyak Sami menuturkan bahwa sekitar tahun 90an dodol buatannya pernah diliput oleh salah satu stasiun televisi swasta yaitu TPI (Televisi Pendidikan Indonesia

Keterangan foto: Nyak Sami saat proses pengemasan dodol Kranggan

Solusi Melestarikan Tradisi
Inovasi menjadi hal terpenting di era persaingan bisnis kuliner seperti saat ini. Stephen Robbins (1994), mendefinisikan inovasi sebagai suatu gagasan baru yang diterapkan untuk memprakarsai atau memperbaiki suatu produk atau proses dan jasa.

Dalam era globalisasi ini seorang wirausahawan dituntut agar bisa terus berinovasi dengan menghadirkan hal yang baru, unik, efisien, dan lebih baik dari produk sebelumnya. Inovasi dodol Kranggan dapat dilakukan mulai dari proses pembuatan, pengemasan, dan juga pemasaran. Dalam inovasi pembuatan dodol Kranggan perlu mempertimbangkan varian rasa yang lebih inovatif, tidak melulu cita rasa yang sudah ada. Misalnya dodol Kranggan rasa stroberi, rasa nangka, pisang, dll. Pengemasan juga merupakan hal penting dalam mempertahankan mutu dodol. Penggunaan edible coating dalam pengemasan dodol dapat meningkatkan kualitas dan memperpanjang umur simpan dodol (Gennadios, dkk., 1997). Edible coating merupakan lapisan tipis yang terbuat dari bahan yang dapat dikonsumsi, yang diaplikasikan pada produk pangan secara langsung (permukaan produk) yang memiliki fungsi sebagai penahan (barrier) dari perpindahan massa seperti: uap air, O2, dan CO2 (Baldwin, dkk, 2012).

Dalam hal pemasaran sebaiknya dodol Kranggan perlu mempertimbangkan digital marketing. Digital marketing adalah aktivitas mempromosikan dan mencarikan pasar melalui media digital secara online dengan menggunakan berbagai sarana seperti jejaring sosial (Purwana, dkk 2017). Digital marketing dodol Kranggan dapat dilakukan dengan membuat video untuk iklan, membuat website, atau dengan cara yang lebih sederhana yaitu membuat flyer.

Dukungan Pemerintah Kota Bekasi juga perlu dilakukan agar dodol Kranggan tetap lestari. Pada suatu kesempatan dalam peresmian Yayasan Peduli Kranggan di Kelurahan Jatirangga, anggota DPRD Kota Bekasi Anim Imanudin menyatakan bahwa ke depannya akan dibuat kegiatan Festival Kranggan yang bertujuan untuk mengenalkan tradisi, budaya, kesenian, dan juga kuliner khas Kranggan kepada masyarakat Bekasi secara luas dan daerah perbatasan lainnya (Jakarta, Depok, dan Bogor).

Adaptasi menjadi salah satu kunci sukses yang diyakini harus dimiliki setiap pelaku usaha. Terlebih di zaman globalisasi dan digitalisasi seperti sekarang, sikap adaptif mutlak harus dimiliki pelaku usaha kuliner khususnya dodol. Hal tersebut senada dengan apa yang diungkapkan oleh Charles Robert Darwin "Bukan yang terkuat yang bertahan, melainkan mereka yang paling adaptif menghadapi perubahan".

Dodol Kranggan mungkin belum banyak dikenal oleh masyarakat secara luas. Proses pembuatan dan pengemasan yang masih dilakukan secara tradisional, juga strategi pemasaran yang dilakukan secara organik menjadikan dodol Kranggan hanya dikenal oleh sebagian masyarakat. Namun apresiasi positif perlu disematkan kepada Nyak Sami sebagai satu-satunya pelaku usaha dodol di Kranggan. Dari segala tantangan globalisasi dan digitalisasi pemasaran saat ini, Nyak Sami tetap bertahan di tengah modernisasi industri kuliner.

Daftar bacaan:
Stephen P. Robbins & Timothy A. Judge (2008) Perilaku Organisasi Edisi ke-12, Jakarta: Salemba Empat.

Defri Ikhsan (2017,h1) Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2003

https://kbbi.web.id/

Liputan6.com

Zulkifli L, Psikologi Perkembangan, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2002), cet.IX

Robbins, Stephen P., 1994. Teori Organisasi: Struktur, Desain dan Aplikasi, Alih Bahasa Jusuf Udaya, Jakarta, Arca

Gennadios, A., Hanna, M. A., dan Kurth, L. B. 1997. Application of Edible Coating on Meats, Poultry and Seafoods: a Review. LWT Food Science and Technology, Vol. 30: 337– 350.

http://e-journal.uajy.ac.id/12582/3/BL012802.pdf

Purwana, D., Rahmi, R., & Aditya, S. 2017. Pemanfaatan Digital Marketing Bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Kelurahan Malaka Sari, Duren Sawit. Jurnal Pemberdayaan Masyarakat Madani (JPMM).

Darwin, C. (1959). The Origin of Species by Means of Natural Selection. London: John Murray

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image