REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Hukum Internasional UI, Hikmahanto Juwana mengatakan, pemerintah Indonesia perlu mendorong para nelayan membanjiri Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di Natuna Utara. Pemerintah perlu memberi subsidi dan insentif.
"Upaya yang bisa dilakukan oleh pemerintah Indonesia adalah mengerahkan kapal-kapal Bakamla untuk memunculkan rasa aman dan ketenangan bagi para nelayan Indonesia dalam menangkap ikan di ZEE," ujar Hikmahanto dalam keterangan tertulis, Sabtu (18/9).
Menurut dia, Kapal Perang dan Coast Guard Cina dipastikan akan terus berlalu lalang di sana hingga akhir zaman. Ini mengingat Cina tidak mau melepas klaim Sembilan Garis Putus yang sejak 2016 dinyatakan oleh Permanent Court of Arbitration sebagai tidak memiliki dasar berdasarkan UNCLOS.
Bagi Indonesia, lanjut dia, menghadapi intimidasi Kapal Perang dan Coast Guard Cina terhadap para nelayan tidak mungkin mengerahkan kekuatan Angkatan Laut. Apalagi melakukan pengusiran karena keberadaan Kapal Perang tersebut berada di Laut Lepas.
"Perlu dipahami para nelayan Cina dalam perspektif pemerintah Cina tentu tidak melakukan illegal fishing mengingat mereka melakukan penangkapan ikan di traditional fishing ground berdasarkan klaim sembilan garis putus," kata dia.
Hikmahanto mengatakan, keberadaan kapal militer Cina kemungkinan untuk menandingi kapal-kapal perang Indonesia yang berada di laut lepas dalam rangka penegakan hukum di ZEE dan menangkap nelayan Cina. "Hanya saja tidak seharusnya kapal militer Cina berada di laut lepas kecuali sedang melakukan pelayaran untuk melakukan perlintasan. Ini mengingat kapal militer ditujukan untuk mempertahankan wilayah kedaulatan negara," kata dia.
Sebelumnya, sejumlah nelayan Indonesia di Natuna menyampaikan kapal perang dan Coast Guard China lalu lalang dan mengintimidasi mereka saat menangkap ikan. Tindakan Kapal Perang Cina secara hukum internasional tidak melanggar hukum mengingat ZEE Indonesia berada di laut lepas di mana wilayah ini tidak tunduk pada kedaulatan Indonesia.