Sabtu 18 Sep 2021 09:23 WIB

Alasan Aceh Disebut Serambi Makkah

Jamaah haji dulu harus singgah ke Aceh dulu sebelum ke Makkah.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Muhammad Hafil
 Alasan Aceh Disebut Serambi Makkah. Foto:  Umat muslim melaksanakan ibadah shalat Idul Fitri 1442 Hijriah di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Aceh, Kamis (13/5/2021). Mayoritas umat muslim di Provinsi Aceh melaksanakan sembahyang hari raya Idul Fitri sesuai jadwal yang ditetapkan Pemerintah dengan imbauan tetap untuk menjaga protokol kesehatan COVID-19.
Foto: Antara/Irwansyah Putra
Alasan Aceh Disebut Serambi Makkah. Foto: Umat muslim melaksanakan ibadah shalat Idul Fitri 1442 Hijriah di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Aceh, Kamis (13/5/2021). Mayoritas umat muslim di Provinsi Aceh melaksanakan sembahyang hari raya Idul Fitri sesuai jadwal yang ditetapkan Pemerintah dengan imbauan tetap untuk menjaga protokol kesehatan COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perjalanan Ibadah haji sekarang ini mudah, karena jamaah tidak perlu transit dari satu tempat ke tempat lain. Berbeda dengan perjalanan ibadah haji zaman dulu, di mana jamaah haji harus transit di salah satu tempat sebelum melanjutkan ke tanah suci Makkah.

"Konon dulu, jamaah calon haji Indonesia tidak langsung berangkat ke Makkah, tapi lebih dulu singgah di Serambi Makkah yaitu Aceh," tulis H. Harun Keuchik Leumiek dalam bukunya "Menelusuri Jejak Sejarah Islam Melalui Ritual Ibadah Haji dan Umrah".

Baca Juga

Setelah transit di Aceh itu baru jamaah berangkat dengan kapal ke Makkah. Beberapa sumber sejarah menyebutkan julukan Aceh sebagai 'Serambi Makkah' karena Aceh dulu adalah tempat berkumpulnya jamaah calon haji yang ingin melanjutkan perjalanan ke Makkah Almukarramah untuk menunaikan ibadah haji.

"Pada waktu itu jamaah calon haji yang melaksanakan rukun Islam kelima ini sangat sedikit," katanya.

Jamaah calon haji Indonesia ketika itu harus

melalui Selat Malaka di Aceh. Malah menurut sejarah, para jamaah calon haji dari berbagai daerah di Indonesia saat itu dan setibanya di Aceh mereka lebih dulu belajar manasik haji sampai berbulan-bulan sebelum melanjutkan perjalanannya ke Mekkah.

Salah satu lokasi tempat belajar manasik haji yang sangat terkenal di Aceh ketika itu adalah di Pelanggahan yang terletak di pinggir Krueng Aceh,di mana kapal-kapal saat itu banyak berlabuh. Kampung Pelanggahan ini termasuk kampung yang sangat maju, karena letaknya di pingir kuala Aceh dan termasuk bandarnya Banda Aceh ketika itu. 

"Sekarang letak kampung Pelanghahan ini hanya sekitar 1,5 km dari pusat Kota Banda Aceh," katanya.

Di Kampung Pelanggahan ini dulu ada sebuah balai pengajian yang letaknya persis pinggir Krueng Aceh dan sebuah Masjid yang sangat indah, yaitu Masjid Tgk. Di Anjong Namun sayang dalam bencana tsunami tahun

2004 lalu, Masjid ini hancur total. 

Kembali ke soal jamaah calon haji dulu setelah belajar manasik haji dan ilmu-ilmu agama lainnya di Pelanggahan barulah mereka berangkat ke Mekkah. Demikian pula saat mereka pulang, juga singgah di Serambi Mekkah (Aceh). 

"Malah tak jarang di antara jamaah haji saat pulang terus menetap di Aceh dan kawin dengan warga Aceh hingga beranak cucu di Aceh,"  katanya.

Salah seorang yang penulis ketahui jamaah haji pulang dan Makkah terus menetap di Aceh adalah Tgk. Abdurrahman yang menetap di

Gampong Lampaloh Banda Aceh. Tgk. Abdurrahman ini adalah keturunan raja dari keraton Yogyakarta. 

Menurut Guru Besar Sejarah Universitas Gajah Mada Prof. Ibrahim Alfian (alm). Tgk. Abdurrahman ini adalah seorang pejuang yang sepulang dari menunaikan ibadah haji memilih menetap di Aceh. 

"Menurut silsilahnya, penulis sendiri termasuk cicit sebelah ibu dari Tgk. H. Abdurrahman, yang kuburannya sering dikunjungi orang-orang dari Jawa," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement