Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Sutanto

Fabel: Jeger yang Angkuh

Sastra | Friday, 17 Sep 2021, 12:26 WIB

Pak Murdiya adalah seorang petani kaya raya yang memiliki pekarangan cukup luas. Tidak mengherankan jika banyak binatang datang untuk mencari sisa-sisa makanan, termasuk Meri dan Bebi.

Meri adalah merpati berbulu putih, sedangkan Bebi adalah seekor bebek. Saat sedang asyik menikmati sisa-sisa makanan, keduanya dikejutkan hadirnya ayam jago yang bernama Jeger dan langsung menghardik mereka.

“Kalian tidak boleh mencari sisa makanan di sini. Tempat ini sudah menjadi kekuasaanku!” bentak Jeger.

“Kamu kan bukan pemilik pekarangan ini, apa hakmu melarangku?” tanya Meri.

“Aku juga hanya makan sedikit,” sambung Bebi.

“Sudah-sudah, saya tidak mau lagi mendengar bantahan kalian. Sekarang juga kalian lekas enyah dari sini!” teriak Jeger sembari menyeringai.

“Jeger, sesama makhluk ciptaan Tuhan mestinya kita saling mengasihi, tidak boleh menang sendiri,” Meri masih mencoba mengingatkan.

“Di tempat ini kita sama-sama mencari makan. Pak Murdiya sebagai pemilik pekarangan ini juga tidak pernah mengusir kita, mengapa malah kamu yang melarang,” sanggah Bebi.

Jeger tidak senang melihat Meri dan Bebi yang membantahnya. Ia tidak lagi berkata-kata, namun sorot matanya semakin merah menandakan dia dalam puncak kemarahan.

Melihat gelagat yang tidak baik tersebut, Meri dan Bebi hendak berlari meninggalkan Jeger.

“Mer, sebaiknya kita pergi dari sini. Aku tak ingin Jeger yang sombong itu mencelakai kita,” bisik Bebi.

“Baik Beb, akupun tak ingin lebih lama lagi berada di tempat ini,” tutur Meri.

Keduanya tidak ingin timbul hal-hal buruk pada diri mereka sekaligus menghindari permusuhan dengan Jeger.

“Nah demikian seharusnya. Kalian tidak layak bersama denganku, kini aku bebas makan di sini,” dengus Jeger.

Sepeninggal Meri dan Bebi, Jeger asyik makan dengan sangat lahap dan tidak mempedulikan apa yang ada di sekitarnya.

Saat dia terus asyik makan, tak disadarinya dia menginjak sesuatu yang empuk di pojok pekarangan itu. Rupanya Bleki, seekor anjing besar tengah tertidur lelap.

Merasa tubuhnya terinjak, Bleki yang merasa terganggu sontak bangun dari tidurnya.

“Siapa kamu? Berani mengganggu tidurku,” dengus Bleki.

“Maafkan aku Bleki, aku tak sengaja menginjakmu,” rengek Jeger yang nyiut nyalinya melihat Bleki yang berbadan besar dan bergigi tajam.

“Kamu telah mengganggu tidurku, kau harus menerima hukuman!” ancam Bleki.

“Aku benar-benar minta maaf, jangan kau hukum aku,” pinta Jeger.

Bleki tak mempedulikan rengekan Jeger, anjing berbadan besar itu tetap menyerangnya.

Meski Jeger sudah berupaya lari dengan kencang, tetap saja Bleki berhasil menggigit kaki kanan Jeger.

Jeger lari sekuat-kuatnya menjauhi Bleki sambil menahan sakit menuju kandangnya.

***

Telah beberapa hari Jeger terbaring sambil menahan sakit akibat gigitan Bleki. Rasa nyeri dan ngilu menghinggapi sekujur tubuhnya. Suhu tubuhnya cukup tinggi sampai dia mengigil. Teman-temannya tidak ada yang mau datang menjenguk, mungkin karena sifat sombong dan menang sendiri membuat teman-teman menjauhinya.

Tanpa disadari oleh Jeger, Meri dan Bebi telah ada di sampingnya sambil membawa ramuan obat dari dedaunan. Meski pernah disakiti dengan kata-kata yang tidak mengenakkan, namun keduanya berupaya bisa bersabar dan tidak memiliki rasa dendam.

“Jeger, ini kami bawakan ramuan untuk obat lukamu,” bisik Meri dengan lembut, sambil mengoleskan ramuan yang dibawanya.

“Semoga dengan ramuan yang kami bawa ini, menjadi sarana kesembuhanmu,” timpal Bebi.

Jeger yang biasanya memiliki sifat mudah tersinggung dan pemarah, merasa trenyuh dengan kebaikan mereka. Padahal beberapa waktu sebelumnya Jeger telah menyakiti keduanya dengan sikap dan kata-kata kasar.

kali ini memandang Meri dan Bebi sambil meneteskan air mata.

Meri dan Bebi segera membalurkan ramuan dedaunan yang dibawanya di tempat yang sakit. Beberapa saat kemudian Jeger merasakan panas mereda, nyeri di bagian yang sakit juga mulai berkurang.

“Kalian sungguh baik budi. Aku telah memarahi dan mengusir kalian, namun di saat aku sakit kalianlah yang peduli menjengukku. Maafkan atas sikap burukku selama ini, ” desis Jeger.

“Sudahlah, sesama makhluk sudah sewajarnya kita saling menolong,” sahut Meri.

“Tidak selamanya kita kuat atas makhluk yang lain, suatu saat kita juga akap lemah dan membutuhkan orang lain. Jadi sudah semestinya kita tidak berlaku sombong,” tambah Bebi.

“Terimakasih teman-teman, kalian telah menyadarkanku. Mulai hari ini aku akan berusaha selalu berlaku baik kepada sesama dan tidak sombong lagi,” ucap Jeger.

Meri dan Bebi mengangguk dan memandang Jeger dengan tersenyum.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image