Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Hamdani

Jangan Pernah Menutup Telinga

Agama | Thursday, 16 Sep 2021, 22:53 WIB
Masjid Keude Panton Labu, Aceh Utara/Dokumentasi Pribadi

Sekelompok santri melakukan aksi tutup telinga saat suara musik diputar di sebuah tempat. Kedatangan mereka disana bertujuan untuk melakukan vaksinasi Covid-19. Kabar itupun viral di media massa.

Spontan sikap menutup telinga santri itu pun menjadi viral di internet. Ditambah lagi buzzer mengolok olok sikap santri tersebut dengan sindiran-sindiran tajam.

Padahal alasan santri menutup telinga saat terdengar musik memang ada dalil yang menerangkan tentang hal itu. Apalagi menurut kabar mereka sedang berjuang meningkatkan hafalan Alquran. Nah itu sesuai kaedahnya.

Dilansir Republika.co.id, Ibnu Mas'ud dan Ibnu Abbas adalah Sahabat Nabi SAW yang mengharamkan musik. Salah satu dalil yang mengharamkan musik yaitu hadis riwayat Imam al-Bukhari.

Nabi Muhammad bersabda, "Akan ada dari umatku suatu kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamar dan alat musik".

Jika ada yang menghalalkannya, berarti asalnya itu memang haram. Dan Nabi Muhammad mengingatkan soal itu agar umatnya mawas diri.

Nah jika Rasulullah Saw saja sudah mengatakan hal ini sejak 14 abad yang lalu. Maka apa pasal buzzer mengurusi yang bukan haknya?

Justru mereka yang terlanjur mem-bully santri yang tidak berdosa itu karena sikap mereka ingin menjaga hati dan jiwanya, sadar diri jika selama ini selalu menutup telinga dari panggilan ilahi.

Saya meyakini bila pem-bully santri yang menutup telinga bukanlah muslim yang taat (jika ia muslim). Sebaliknya jika bukan muslim, maka mereka melakukan hal itu disebabkan kebodohan mereka sendiri.

Seyogyanya tidak perlu menyiram santri itu dengan penghinaan, karena yang diperbuat oleh mereka tidak merugikan siapapun. Lihatlah mereka tidak melakukan protes ataupun meminta panitia mematikan musik. Bukankah itu sikap yang bijak?

Kepada kalian yang tidak setuju, ya mbo nggak perlu diperhatikan mengalamatkan kata-kata buruk. Sadarlah apa yang kalian lakukan itu bertentangan dengan nilai-nilai hak asasi manusia, dan tidak sejalan dengan Pancasila.

Akan lebih baik bila kembali ke jalan yang benar. Bertaubatlah apabila sudah terlanjur menghina. Minta maaf pada sesama, itu akan lebih mulia daripada terus menghina dan caci maki.

Perhatikanlah peringatan Allah SWT dalam ayat berikut ini:

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

"Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya, lalu dia berpaling darinya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya? Sungguh, Kami telah menjadikan hati mereka tertutup, (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan (Kami letakkan pula) sumbatan di telinga mereka. Kendatipun engkau (Muhammad) menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk untuk selama-lamanya." (QS. Al-Kahf 18: Ayat 57).

Dalam ayat tersebut diatas Allah Swt. menyebutkan bahwa hamba Allah manakah yang lebih aniaya daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat dari Tuhannya, lalu dia berpaling darinya. (Al-Kahfi: 57) Yakni pura-pura melupakannya, berpaling darinya, tidak mau mendengar­kannya, tidak pula mempedulikannya.

Maka sudah sangat jelas dimanakah kedudukan keduanya. Perbedaan bagai hitam dan putih, antara makruf dan batil. Yang satu menjaga imannya, sementara yang lainnya melacur kejahatan mereka.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

"Dan sama saja bagi mereka, apakah engkau memberi peringatan kepada mereka atau engkau tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman juga." (QS. Ya-Sin 36: Ayat 10).

Sebab itu saudaraku, kalianlah yang harus membuka telinga untuk mendengarkan lantunan-lantunan suci Al-Quran. Jangan juga mengunci pendengaran kalian dari merdunya suara azan. Dengan begitu hati menjadi bersih dari segala penyakit batin seperti dengki dan sejenisnya. (*)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image