Kamis 16 Sep 2021 16:52 WIB

Pembuat Senjata Film Ditangkap, Asosiasi Produser Buka Suara

Hector Ekike, manajer senjata properti ditangkap karena membawa sejumlah senjata.

Rep: Santi Sopia/ Red: Qommarria Rostanti
Senjata api (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com.
Senjata api (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, UYO -- Seorang pria bernama Hector Ekike, yang diketahui tengah membawa sejumlah senjata, ditangkap petugas polisi di Negara Bagian Akwa Ibom, Nigeria. Ternyata, pria tersebut seorang manajer senjata properti yang membawa peralatan untuk digunakan dalam syuting film.

Juru bicara polisi di Negara Bagian Akwa Ibom, Odiko MacDon, mengatakan dalam sebuah pernyataan, Ekike ditangkap dengan delapan senapan AK47 buatan lokal, satu pompa aksi, satu pistol, dan enam dane gun.

Penyelidikan awal mengungkapkan tersangka adalah seorang yang mengkhususkan diri dalam membuat dan menjual senapan buatan lokal dan jenis senjata lainnya. "Tersangka menjualnya kepada elemen kriminal yang menggunakan hal yang sama dalam meneror anggota masyarakat yang tidak bersalah," kata MacDon yang merupakan inspektur polisi.

Dia mengatakan komisaris polisi negara bagian, Amiengheme Andy, telah memerintahkan penyelidikan atas kasus tersebut untuk menangkap mereka yang "menikmati perlindungan (Ekike) dan konspirator lainnya".

Ekike dikreditkan sebagai manajer properti untuk film-film Nollywood seperti Wicked Queen, Missing Princess, Broken Sceptre, dan 1929. Atas insiden ini, Aniebiet Francis, ketua negara bagian, Asosiasi Produser Film, ikut buka suara. Dia menjelaskan, senjata properti digunakan oleh produser film karena lebih mudah didapat dan lebih aman daripada senjata asli.

“Senjata properti digunakan untuk film karena terkadang senjata asli dari polisi perlu melewati proses yang panjang, dan banyak produser bahkan mungkin tidak memiliki sumber daya. Terkadang, jika Anda tidak memiliki koneksi, mereka tidak akan memberi Anda. Jadi produser film menggunakan senjata buatan lokal ini,” kata dia.

Dia menyebut polisi salah kaprah menyebarluaskan gambar Ekike di dunia maya dengan menandainya sebagai penjahat. Francis pun menegaskan, akan ada upaya untuk membebaskan Ekike.

Dia juga mengatakan akan ada pelatihan bagi pembuat film di negara bagian untuk menghindari terulangnya insiden seperti itu.“Dari apa yang saya kumpulkan, dia hanya menyimpannya di dalam tas di mobilnya dan sedang dalam perjalanan ke sebuah adegan film dan telah dikonfirmasi bahwa mereka sedang syuting film, itulah yang dia lakukan,” jelasnya.

Masalahnya, jika penyelidikan masih berlangsung, maka polisi tidak berhak menyebarkan foto Ekike dan menandainya sebagai penjahat. Chidebere Solomon, seorang produser film, juga menyatakan, Ekike datang ke lokasi film untuk membawakan senjata penyangga. 

Solomon mengungkapkan keberadaannya di negara bagian adalah untuk merekam ulang beberapa adegan produksi televisi yang dijadwal ulang. Sayangnya, para kru justru menunggu sia-sia di lokasi karena Ekike tidak kunjung datang.

“Memang benar, dia (Ekike) datang untuk syuting film. Kami melakukan pekerjaan untuk rumah produksi tertentu di luar negara bagian. Ada klip yang hilang dalam video, jadi ada permintaan untuk syuting ulang," ujarnya.

Dalam hal pengambilan gambar ulang video, itu harus dilakukan dengan cara yang sama persis seperti pengambilan gambar pertama. Tapi orang yang pertama kali menangani alat senjata tidak berada di Akwa Ibom, jadi ia menghubungi Hector yang memiliki alat peraga yang digunakan sebelumnya.

“Jadi, saya mendapatkan nomor (Hector) dan memanggilnya untuk membawa alat peraga. Saya terkejut membaca di internet bahwa orang itu adalah perampok bersenjata,” kata dia.

Pada intinya, para produser menegaskan, Ekike bukan perampok bersenjata, melainkan manajer properti. 

 

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement