Selasa 14 Sep 2021 23:03 WIB

Aung San Suu Kyi Hadiri Sidang Usai Sakit

Suu Kyi tidak dapat hadir di pengadilan yang dijadwalkan Senin (13/9) karena pusing

Red: Nur Aini
Aung San Suu Kyi
Foto: AP/Aung Shine Oo
Aung San Suu Kyi

REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYITAW -- Pemimpin Myanmar yang digulingkan Aung San Suu Kyi akhirnya bisa menghadiri pengadilan, Selasa (14/9), tetapi dia masih mengeluh agak pusing. Sehari sebelumnya Suu Kyi absen hadir di pengadilan oleh karena sakit kepala akibat mabuk perjalanan.

"Daw Aung San Suu Kyi tampak cukup lega, tapi dia bilang dia masih agak pusing," kata kepala pengacara Khin Maung Zaw melalui pesan teks, merujuk padanya dengan sebutan kehormatan Myanmar.

Baca Juga

Pengadilan dijadwalkan untuk melanjutkan dengan dua kasus pada Selasa (14/9). Sebab, sidang yang kedua ditunda setelah saksi penuntut tidak hadir.

Suu Kyi tidak dapat hadir di pengadilan yang dijadwalkan Senin (13/9) karena pusing dan kantuk yang menurut tim hukumnya disebabkan oleh mabuk perjalanan saat dibawa ke pengadilan dari lokasi yang dirahasiakan di mana dia ditahan. Kesehatan Suu Kyi yang berusia 76 tahun diawasi dengan ketat di Myanmar. Dia diadili atas beberapa tuduhan sejak penggulingannya dalam kudeta 1 Februari.

Komunikasi Suu Kyi terhadap dunia luar memang terbatas hanya melalui tim hukumnya. Timnya pun mengatakan akses kepada Suu Kyi dibatasi dan dipantau oleh pihak berwenang.

Suu Kyi menghadapi sejumlah dakwaan di antaranya impor ilegal dan kepemilikan radio walkie talkie serta melanggar protokol Covid-19. Dia juga dituduh menerima suap dalam jumlah besar.

Tuduhan paling serius yang dihadapi Suu Kyi adalah pelanggaran yang tidak ditentukan dari Undang-Undang Rahasia Resmi dalam kasus yang terpisah. Pelanggaran tersebut dapat dihukum hingga 14 tahun penjara. Namun, pengacaranya menolak semua tuduhan tersebut.

Kasus-kasus tersebut sedang ditangani oleh pengadilan di Yangon, Mandalay dan Naypyitaw, yang dikhawatirkan beberapa sekutunya dapat mengikatnya dalam proses hukum selama bertahun-tahun. Myanmar telah menderita kelumpuhan politik dan ekonomi sejak pemerintah terpilih Suu Kyi digulingkan.

Kudeta memicu reaksi nasional, dengan protes dan kekerasan di pedesaan dan di kota-kota terbesarnya. Upaya diplomatik untuk menyelesaikan krisis hanya membuat sedikit kemajuan. Banyak dari loyalis Suu Kyi telah melarikan diri atau telah ditangkap atau bergabung dengan pemerintah bayangan melawan junta, NUG, yang menyerukan pemberontakan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement