Senin 13 Sep 2021 19:13 WIB

IAEA dan Iran Sepakat Cegah Krisis Kesepakatan Nuklir

IAEA dan Iran sepakat terkait pemecahan masalah dan peralatan pemantauan nuklir

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
Kantor Badan Energi Atom Internasional (IAEA) di Wina, Austria. (ilustrasi)
Foto: EPA/Roland Schlager
Kantor Badan Energi Atom Internasional (IAEA) di Wina, Austria. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Badan Atom Dunia atau International Atomic Energy Agency (IAEA) mencapai kesepakatan dengan Iran dalam mencegah krisis yang membayangi prospek pemulihan kesepakatan nukir Iran 2015. Keduanya sepakat untuk memecahkan masalah paling mendesak di antara mereka, dan melakukan servis peralatan pemantauan agar tetap berjalan.

Direktur Jenderal IAEA Rafael Grossi mendarat di Teheran pada Sabtu (12/9) malam dan bertemu Kepala Organisasi Energi Atom Iran yang baru diangkat Mohammad Eslami pada Ahad (13/9) waktu setempat. Kedua belah pihak menyebut pertemuan itu konstruktif.

Baca Juga

IAEA dan Iran sepakat bahwa Grossi akan segera kembali lagi ke Teheran untuk menggantikan kartu memori kamera pemantau di fasilitas nuklir yang disahkan oleh parlemen Iran Desember lalu. "Yang penting bagi kami, dan juga ditekankan oleh agensi adalah membangun kepercayaan," ujar Eslami usai pertemuan terebut seperti dikutip laman Aljazirah, Senin (13/9).

Sementara itu, Grossi mengatakan perjanjian tersebut menjamin kelangsungan perekaman data untuk pihaknya yang bertujuan menyediakan platform bagi penandatangan kesepakatan nuklir. "Kita perlu duduk dengan pemerintahan baru dan membuat mereka berkomitmen untuk terlibat," katanya kepada wartawan.

Dengan kondisi itu diprediksi Grossi akan bertemu dengan presiden Iran pada kunjungan berikutnya ke Iran. Direktur juga mengatakan kamera yang rusak atau hancur akan segera diganti, dan badan tersebut tidak akan mengabaikan masalah pengayaan uranium dan penemuan partikel yang dirahasiakan di beberapa situs Iran.

Sebuah resolusi berisiko meningkatkan ketegangan dengan Iran yang dapat merusak prospek untuk melanjutkan pembicaraan tidak langsung yang lebih luas antara Iran dan AS tentang menghidupkan kembali Kesepakatan Nuklir 2015. Kesepakatan tersebut bertujuan untuk menjaga jarak agar Iran tidak dapat mengembangkan senjata nuklir.

Pembicaraan itu berhenti pada Juni, seiring dengan menjabatnya Ebrahim Raisi sebagai Presiden Iran setelah memenangi Pemilu Presiden lalu. Kekuatan Barat kemudian mendesak Iran untuk kembali ke negosiasi. Mereka mengatakan waktu hampir habis karena program nuklirnya maju jauh melampaui batas yang ditetapkan oleh kesepakatan, yang ditinggalkan Washington pada 2018.

"Ini bukan solusi permanen, ini tidak bisa menjadi solusi permanen. Ini selalu dilihat, setidaknya bagi saya, sebagai pengganti sementara, sebagai langkah untuk memberikan waktu bagi diplomasi," kata Grossi kepada wartawan di bandara Wina setelah perjalanannya.

"Kami berhasil memperbaki masalah paling mendesak: Hilangnya pengetahuan yang segera kmai hadapi kemarin. Sekarang kami memiliki solusi," ujarnya menambahkan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement