Jumat 10 Sep 2021 15:04 WIB

Pemerintahan Taliban Munculkan Lagi 'Polisi Moral'

Taliban tunjuk menteri yang mempromosikan kebajikan dan pencegahan kejahatan

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Christiyaningsih
 Juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid berbicara selama konferensi pers di Kabul, Afghanistan Selasa, 7 September 2021. Taliban pada hari Selasa mengumumkan kabinet sementara yang diisi dengan veteran dari pemerintahan keras mereka di akhir 1990-an dan pertempuran 20 tahun berikutnya melawan AS- memimpin koalisi dan sekutu pemerintah Afghanistan.
Foto: AP/Muhammad Farooq
Juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid berbicara selama konferensi pers di Kabul, Afghanistan Selasa, 7 September 2021. Taliban pada hari Selasa mengumumkan kabinet sementara yang diisi dengan veteran dari pemerintahan keras mereka di akhir 1990-an dan pertempuran 20 tahun berikutnya melawan AS- memimpin koalisi dan sekutu pemerintah Afghanistan.

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL – Taliban telah menunjuk seorang ulama bernama Mohammad Khalid untuk menjabat sebagai menteri yang mempromosikan kebajikan dan pencegahan kejahatan. Perannya diperkirakan bakal mirip seperti 'polisi moral'.

Dilaporkan laman Al Arabiya pada Jumat (10/9), pada masa kekuasaan sebelumnya terdapat kementerian yang bertugas mempromosikan kebajikan dan pencegahan kejahatan. Namun lembaga itu dibubarkan mantan presiden Afghanistan Hamid Karzai setelah Amerika Serikat (AS) menginvasi negara tersebut pada 2001. Karzai kemudian membentuk kementerian haji dan urusan agama sebagai gantinya.

Baca Juga

Pada 15 Agustus lalu, Taliban kembali berhasil menguasai Afghanistan. Berbeda dengan sebelumnya, mereka berjanji akan menjalankan pemerintahan moderat. Taliban bahkan berkomitmen untuk melindungi hak-hak perempuan, termasuk untuk memperoleh pendidikan.

Namun saat mengumumkan pemerintahan barunya pada Selasa (7/9), dari 33 anggota kabinet tak ada satu pun perempuan di dalamnya. Berbeda dengan pemerintahan Afghanistan yang baru saja kolaps, Taliban juga tak membentuk kementerian urusan perempuan.

Ketika Taliban berkuasa pada 1996-2001, peran dan gerak perempuan di Afghanistan secara ekstrem dibatasi. Mereka dilarang meninggalkan rumah tanpa pendamping laki-laki. Selain itu, mereka harus mengenakan burqa ketika berada di luar ruangan. Kesempatan untuk memperoleh pendidikan pun tak ada.

Di pemerintahan terbarunya, hampir semua anggota kabinet adalah anggota Taliban. Sisanya merupakan loyalis kelompok tersebut. Susunan itu melenceng dari janji Taliban sebelumnya yang ingin membentuk pemerintahan inklusif dan representatif.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement