Kamis 09 Sep 2021 08:31 WIB

Taliban Minta Mantan Pejabat Kembali ke Afghanistan

Taliban mengaku akan menjamin keamanan dan keselamatan mantan pejabat Afghanistan

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nur Aini
Mullah Mohammad Hasan Akhund, kepala pemerintahan sementara Taliban
Foto: Aljazirah
Mullah Mohammad Hasan Akhund, kepala pemerintahan sementara Taliban

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Perdana Menteri baru Afghanistan, Mullah Mohammad Hasan Akhund, telah meminta mantan pejabat yang melarikan diri kembali ke negara itu, Rabu (8/9). Kelompok itu akan menjamin keamanan dan keselamatan mereka.

Dikutip dari Aljazirah, Akhund mengatakan pemerintah sementara akan menjamin keamanan diplomat, kedutaan besar, dan lembaga bantuan kemanusiaan. Dia menekankan bahwa kelompok itu ingin membangun hubungan yang positif dan kuat dengan negara-negara di kawasan dan sekitarnya.

Baca Juga

Rekan dekat dan penasihat politik pendiri Taliban Mullah Omar itu mengatakan para pemimpin Taliban menghadapi tanggung jawab dan ujian besar terhadap rakyat Afghanistan. "Kami telah menderita kerugian besar dalam uang dan nyawa untuk momen bersejarah ini dalam sejarah Afghanistan," ujarnya.

Akhund menekankan, tahap pertumpahan darah, pembunuhan, dan penghinaan terhadap orang-orang di Afghanistan telah berakhir. "Dan kami telah membayar mahal untuk ini," katanya.

Janji amnesti Taliban bagi siapa saja yang telah bekerja bersama Amerika Serikat (AS) dan pemerintah yang didukungnya setelah invasi 2001 kembali ditekankan oleh pemimpin baru Afghanistan itu. "Tidak ada yang bisa membuktikan bahwa dia menjadi sasaran balas dendam. Dan dalam keadaan tegang seperti itu, mudah untuk melakukan apa yang Anda inginkan. Tapi gerakan itu disiplin dan mengendalikan orang-orang bersenjatanya. Dan, kami tidak merugikan siapa pun karena tindakannya sebelumnya,” katanya.

Baca juga : Islam dan Demokrasi di Mata Profesor Jepang

Akhund meminta untuk semua orang ikut berpartisipasi bersama kelompoknya dalam membangun Afghanistan. Komentarnya muncul sehari setelah Taliban mengumumkan pemerintahan sementara yang dibentuk secara eksklusif dari anggotanya sendiri dan rekan dekatnya. Formasi baru itu mengecualikan perempuan dan faksi politik lainnya untuk memegang posisi apa pun.

Dari 33 peran yang diumumkan, 14 adalah mantan pejabat Taliban selama pemerintahan 1996-2001 sebelumnya. Sedangkan, lima adalah mantan tahanan Guantanamo dan 12 sisanya adalah pejabat dari generasi kedua gerakan tersebut.

Sementara China dan Uzbekistan telah menyatakan kesediaan mereka untuk bekerja sama dengan Taliban, Uni Eropa, dan PBB telah menyatakan ketidaksetujuan terhadap komposisi pemerintah Afghanistan yang baru. AS mengatakan tindakannya harus diadili tetapi mencatat bahwa pemerintah transisi yang tidak menyertakan kelompok lain tidak akan menjadi pertanda baik bagi stabilitas masa depan negara itu. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement